Laman

Jumat, 19 April 2013

18. Duel Dengan Sesepuh Sesat


Ternyata itu adalah suara dari It-Gan Taysu, orang tertua dari Sam-Sin-Hud.  Sesaat sebelum gadis berkerudung putih itu melenting dan melesat meninggalkan tempat itu, telinga It-Gan Taysu mendengan bisikan halus dan lembut di telinganya: “Sam-wi losuhu, biarkan aku menangani wanita itu…”

Dia tidak kenal dengan orang yang mengirim suara di telinganya. Namun menilik kualitas suara di telinganya dia tahu bahwa “kawan” ini tidak berada di sebelah bawah tingkat mereka.  Itulah sebabnya dia mencegah sutenya untuk bertindak lebih lanjut.

“Hohoho…pukulan Kim-Kong-Ciang yang hebat!  Tidak perlu mengurus anak muda, sambutlah ini…”  Kakek tua berwajah mengerikan itu berkata dengan suara yang menggelegar dengan kekuatan sihir yang menekan kuat.

“Omitohud, ada urusan apakah gerangan hingga Lo-Tok-Ong menyibukkan diri untuk berkunjung ke tempat ini?...”  Tanya It-Gan Taysu dengan suara datar penuh dengan hawa sakti.

“Hmmm…aku mau datang atau pergi dari sini masakan harus melapor pada kalian lebih dahulu apakah kalian tidak terlalu kurang ajar dengan pertanyaan kalian.  Lo-Tok-Ong menjawab dengan wajah sinis.

“Baiklah, sicu memang angkatan yang lebih tua dari kami, namun sicu  datang melalui jalan belakang dan tidak pada tempatnya untuk di hormati.  Maafkan kami yang berlaku kurang ajar.”

“Tidak usah banyak cakap, setelah malam ini, kita akan lihat kaum golongan lurus kalian apakah masih ada muka untuk berpikir menghalangi jalan kami…hahahahha” kata Lo-Hoat-Ong dengan dingin.

Di lain saat, Lo-Tok-Ong telah melesat tinggi keatas sambil mengerahkan ilmu andalannya: “‘Racun Bunya Mayat Hijau’ dan ‘Racun Kabut Iblis Hitam””. Ilmu ini mengeluarkan bau yang busuk minta ampun serta sarat dengan hawa racun yang amat kuat.  Hebatnya bukan olah-olah.  

Melihat ini, ketiga Hwesio Sam-Sin-Hud ini segera bergerak saling menempelkan tangan di punggung membentuk segi tiga.  Dari tubuh mereka telah terpancar lingkaran-lingkaran emas dari ilmu pusaka Ilmu Pengubah Raga tingkat kedua yang dahsyat.

“Dhuaaaaarrrrrr……..!”  Blaaaaammmmm……!” Terjadi benturan susul menyusul yang sangat dahsyat.  Nyatanya walaupun dengan susah payah, namun gabungan kekuatan Sam-Sin-Hud ternyata masih mampu menahan sama kuat serangan tokoh sesat dari masa lalu tersebut.
***

Sementara itu Bu-Beng Kim-Hud yang sedang bersemedi ruang tengah di temani Seng Lin-Hong juga merasakan kedatangan tamu tak di undang dari arah utara.  Ini di rasakan ketika ada hawa pekat yang amat kuat di sertai hawa sihir yang amat kuat di iringi suara tawa yang menyerang jantung bagaikan gugur gunung yang amat kuat terdengar di sekitar mereka.

Meski demikian Bu-Beng Kim-Hud tetap tidak bergeming dari tempatnya.  Lain halnya dengan Seng Lin-Hong.  Gadis ini segera berdiri dan memandang tajam kearah suara tersebut kemudian terdengar suaranya yang merdu:

“Ya-hengjin kurang ajar…jangan bertingkah di sini…”  Gadis inipun sudah mengerahkan Ang-In-Hoat-sut-I-Kang (Tenaga Jubah Sihir Awan Merah)nya untuk melawan pengaruh ilmu sihir lawan yang belum terlihat itu.  Hebat sekali gadis ini, sejak di sempurnakan oleh Bu-Beng Kim-Hud dan Ciu-Sian Sin-Ci selama tiga bulan bahkan mendapat pengoperan tenaga sinkang dari kedua tokoh itu telah mendongkrak kemampuan gadis itu melewati kemampuan kedua Bulim Su-sian itu sendiri.  Dan saat itu sang gadis menunjukkan kelasnya.

“Ihh…mustahil…!” suatu suara terdengar di iringi kemunculan sosok tubuh seorang kakek berwajah pucat dengan jubbah berkabung.  Kakek ini terkejut mendapati seorang gadis muda yang halus, ternyata tidak berselisih jauh dengannya.  Paling tidak satu tingkat di bawahnya.

“Omitohud!...malam-malam begini Lo-Hoat-Ong ada petunjuk apakah berkunjung ke kuil ini?”  Terdengar gaung suara Bu-Beng Kim-Hud yang sudah berdiri memandang kearah kakek berkabung ini.

“Hehehe…hidung kerbau busuk, kalian merencanakan untuk menjadi penghalang rencana dan ambisi kami, dan sekarang masih berani bertanya padaku? Bagero busuk…”

Tanpa menanti jawaban lawan, tiba-tiba Lo-Hoat-Ong mengembangkan kedua tangannya.  Seketika tempat itu di penuhi oleh kilatan-kilatan hawa pukulan yang di lambari dengan hawa sihir yang luar biasa kuatnya bagaikan jarring laba-laba yang mengurung dari delapan penjuru.  Itulah ilmu “Jerat Sihir Iblis Berkabung” tingkat sebelas yang dahsyat.

Hawa pukulan yang di kerahkan Lo-Hoat-Ong menyerang Bu-Beng Kim-Hud dan Seng Lin-Hong dengan dahsyat bagai air bah.  Namun kedua orang inipun bukan jago-jago kacangan.  Meski Bu-Beng Kim-Hud menyadari bahwa lawan kali ini masih merupakan tokoh sakti seangkatan di atasnya yang setara dengan Dua Dewa Pulau Awan api, namun tidak menyurutkan langkahnya.  Sementara Seng Lin-Hong pun, semenjak di sempurnakan oleh kedua tokoh Bulim Su-Sian ini mengalami peningkatan yang amat luar biasa dengan ilmu-ilmunya.

Saat menghadapi serangan Lo-Hoat-Ong dengan tenaga perlindungan dari ilmu Ang-In-Hoat-sut-I-Kang (Tenaga Jubah Sihir Awan Merah)  yang di padukan dengan Ilmu Pengubah Raga tahap dua yang di pelajari dari Bu-Beng Kim-Hud.  sedangkan untuk menyerang gadis ini memilih menyerang dari jarak jauh dengan Cui-Beng Chit-Seng-Khi (Hawa Tujuh Bintang Pengejar Nyawa) dan ilmu Jari Pedang Pemotong Nadi yang di pelajarinya dari Ciu-Sian Sin-Ci.  .Demikianlah tiga tokoh dari tiga zaman ini terlibat dalam pertarungan yang seru.

Sementara pertempuran berlangsung dengan seru.  Tampak beberapa sosok bayangan telah hadir di tempat itu.  Yang pertama bukan lain adalah Rasul Hukum Kerudung Hitam, bersama empat Hu-Hoat Mo-Kiong-Bun.  Sedangkan yang muncul belakangan adalah dua pemuda tampan yang sama-sama pesolek, yaitu Tabuli Chin serta Kao Cin Si Pesolek Cabul Racun Mayat.

 Sementara dari arah tenggara berkelebat bayangan putih yang di ikuti oleh bayangan biru yang bukan lain adalah Rasul Hukum Kerudung Putih dan Goat Hui-Hwa.

Kedua gadis ini berhadapan muka.  Yang satu Nampak cantik dan agung yang satu walaupun wajahnya tertutup kerudung, namun tidak menyembunyikan keindahan bentuk tubuh yang menandakan bahwa dia juga seoprang gadis yang ayu.

Tanpa bicara kedua tangan Rasul Hukum Kerudung Putih segera di putar cepat membantuk cakar dengan ilmu “Cakar Tulang Putih Beracun” yang di lapisi tenaga sakti yang amat dahsyat.  Di lain saat dia telah menyerang Goat Hui Hwa dengan cepat. 

Goat Hui Hwa segera menyambut serangan tersebut tak kalah hebatnya, namun matanya yang tajam menangkap sesuatu yang ganjil dari kondisi lawan.  Serangan-serangannya amat ganas namun tenaganya selalu lenyap tatkala berbenturan dengan tangannya.  Hal ini membuatnya curiga. 

 “Hahahaha, agaknya hari ini ada rejeki besar buatku dapat bertemu dengan perawan-perawan yang elok..…”  Terdengar suara Kao Cin yang  lantang dengan mata yang berbinar-binar.

“Hehe, bukan hanya engkau sobat, akupun sudah lama mengejar bidadari berbaju biru itu,  bahkan hampir dapat membekuknya tiga bulan lalu.  Tapi kali ini dia tidak akan lolos lagi.”  Suara Tabuli Chin menimpali dengan senang.

“Akh…apa kau berani dengan gadis itu, tampaknya dia bukan ikan sembarangan…”  kembali Kao Cin menimpali untuk memanaskan hati rekannya.

“Huh, hebat apanya…sebentar lagi dia akan takluk di bawah kakiku…lihat saja”  setelah berkata demikian Tabuli Chin melesat kearah pertarungan Goat Hui-Hwa dan Rasul Hukum Kerudung Putih. 

Dengan masuknya Tabuli Chin maka pertarungan jadi berimbang.  Seperti yang kita ketahui, Goat Hui-Hwa secara kebetulan bertemu dengan nenek sakti yang ternyata adalah Hiat-Khi Sian-Li.  Selama tiga bulan nenek sakti itu bukan hanya menyempurnakan ilmu-ilmu sakti yang sudah di miliki oleh gadis ini sebelumnya, namun nenek itu juga mewariskan kedua ilmu mujijatnya yaitu Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Pembetot Hawa & Darah) dan “Ilmu Cermin Sakti Rembulan Petir” yang dahsyat.  Bahkan terakhir nenek itu menyalurkan semua hawa murninya ke tubuh gadis itu.  Hingga walaupun hanya tiga bulan saja, namun tingkat yang di miliki gadis itu tidak kalah dengan sucinya Seng Lin-Hong.

Goat Hui-Hwa masih menggunakan ilmu Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Bayangan) Ilmu It-Ci-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Satu Jari).   Kedua ilmu yang telah di sempurnakan ini sangat hebat sekali.  Seolah-olah Ang-I-Giam-Sian sendiri yang memainkannya.  Ini adalah hal yang tidak di sangka oleh Tabuli Chin sama sekali.

Sementara sambil bertarung Goat Hui-Hwa yang curiga atas penyimpangan yang di lakukan Rasul Hukum Kerudung Putih segera menyalurkan ilmu mengirim suara jarak jauh pada lawan.  Nona, apa maksud tindakanmu? Mengapa kau mengalah?...

“Haiiiiit…..!”  Sambil menyerang dengan lebih gencar dengan jurus pamungkas Cakar Tulang Putih Beracunnya, Rasul Hukum Kerudung Putih menimpali dengan bisikan ilmu mengirim suara pula: “Aku mengemban amanat Sin-koko…kau harus berusaha melumpuhkan dan menawan aku…

Kening Goat Hui-Hwa berkerut mencari kepastian.  Suatu hal yang aneh dalam pikirannya, suatu momok yang sangat getol selalu menyerang para pendekar mengaku sebagai kawan.  Sejenak ada keragu-raguan, namun mendengar nama “Sin-Koko” di sebutkan dengan mesra oleh gadis itu memupus keraguannya.  Dia segera menambah tenaganya memainkan kedua ilmunya dengan lebih hebat lagi.

Di sisi lain Rasul Hukum Kerudung Hitam bersama ke empat Hu-Hoat telah terlibat pertarungan yang seru dengan seorang kakek yang tertawa-tawa yang  baru muncul yang bukan lain adalah Ciu-Sian Sin-Ci.

Di tengah-tengah pertarungan yang seru ini tiba-tiba terdengar suara tawa nyaring seperti burung hantu di tengah malam.

“Hoat-Ong segera selesaikan mereka, cukuplah uji coba malam ini …” 

“Hehehe…kita pergi tapi paling tidak harus ada kenang-kenangan yang di tinggalkan…”  Sahut Hoat Ong sambil tertawa.  Saat itulah dia segera mengerahkan ilmu Jalur Sihir Iblis Berkabungnya sampai tingkat ke duabelas.  Kakek ini memukul dengan pengerahan tenaga sepenuhnya kearah dua orang pengeroyoknya.

Bu-Beng Kim-Hud menancapkan kakinya dan mengerahkan seluruh tenaganya untuk menyambut serangan tersebut.  Namun sebelum maksudnya dilaksanakan, sosok tubuh yang gemulai dengan pengerahan  jurus pamungkas dari  Ang-In-Hoat-sut-I-Kang (Tenaga Jubah Sihir Awan Merah)  yang di padukan dengan Ilmu Pengubah Raga tahap dua telah menyambut serangan tersebut.

“Omitohud, Jangaaaaan……..!”, “Jangan di sambut…!”  Terdengar dua teriakan keras menggelegar yang mencegah tindakan gadis itu.  SAtu berasal dari Bu-Beng Kim-Hud sedangkan yang satu lagi dari Ciu-Sian Sin-Ci yang baru muncul dari arah barat.  Namun, Terlambat……

“Dhuaaaaarrrrrrrrr……………!”

Tubuh Seng Lin-Hong terlempar menubruk dinding ruangan dan jatuh terkulai ke lantai.

“Hong-Cici…Aiiiihhhh!...” terdengar pekik nyaring dari Goat-Hui-Hwa yang segera akan memburu ke sana.  Namun tubuh Tabuli Chin telah menghadangnya.  Pemuda ini ingin memanfaatkan situasi guncangan bati sang gadis untuk membekuknya.  Segera mengerahkan seluruh tenaganya dengan melancarkan Totokan Tiga Jari-nya kea rah si gadis.

Namun biarpun harinya cukup kalut, tapi Goat Hui-Hwa tidak kehilangan ketenangannya.  Dengan mengerahkan sepuluh bagian tenaganya, Tubuhnya tiba-tiba berputar seperti  gasing  dan dengan suara melengking penuh kemarahan, kedua tapaknya menghantam bersamaan kearah Rasul Hukum Kerudung Putih dan Tabuli Chin.

Rasul Hukum Kerudung Putih menghindar dengan melompat ke belakang namun kalah cepat sehingga bahunya terpukul tapak itu yang membuatnya terlempar tepat kea rah Ciu-sian Sin-Ci yang langsung menotoknya tanpa dapat di cegah lagi.  Sedangkan Tabuli Chin yang berhadapan langsung, tidak sempat menghindar dengan sangat terpaksa dan wajah pucat mengangkat kedua tangan menangkis  pukulan tersebut sehingga tubuhnya terlempar dengan luka dalam yang cukup parah.

“Aiyaaaaa……. Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Pembetot Hawa & Darah)…!”  Nona muda, apa hubunganmu dengan Hiat-Khi Sian-Li?  Tiba-tiba terdengan bentakan Lo-Tok-ong yang tiba-tiba sudah berada di ruangan tersebut.  Melihat penampilan kakak berwajah mengerikan ini yang tidak sempurna dapat di duga bahwa kakek ini telah melewati pertarungan yang cukup berat dengan Sam-Sin-Hud.  Meskipun akhirnya kakek ini dapat memukul mundur mereka namun akhirnya dia juga tidaklah keluar dengan seratus persen sehat.

“Beliau pernah memberi petunjuk padaku….Heiiiii apa yang kau lakukan bangsat?...”  Gadis yang sedang menjawab  pertanyaan Lo-Tok-Ong itu tiba-tiba membentak kaget saat di lihatnya pemuda pesolek bermuka mayat sudah menyambar cicinya dan berkelebat lenyap dari tempat tersebut.  Hanya terdengar gema suaranya saja:

“Suhu aku bawa gadis ini, walau hidupnya hanya sebentar, tapi tubuhnya terlalu saying untuk tidak di nikmati….hahaha….”

Goat Hui-Hong mengenjotkan tubuhnya untuk mengejar bayangan pemuda itu.  Saat itu pula dia merasakan desakan hawa beracun mencicit tajam mengarah kepadanya.  Pukulan itu dating dari Lo-Tok-ong.  Cepat dia membuang tubuh kesamping sehingga terhindar dari bokongan keji tersebut.

“Huh…sungguh memalukan seorang tokoh sesat melakukan bokongan terhadap angkatan muda…!”  Suara hinaan ketus ini keluar dari mulut Ciu-Sian Sin-Ci yang merasa jengkel melihat perbuatan Lo-Tok-ong tersebut.

Merah padam wajah Lo-Tok-Ong mendengar hal ini, namun begitu orang tua ini tetap tertawa sinis kemudian bersiut nyaring.  Sekejap tubuhnya berkelebat lenyap dari tempat itu di ikuti oleh Lo-Hoat-Ong.  Meski begitu masih terdengar jelas suara Lo-Tok-Ong:…

“”Mengingat wajah gurumu Khi-Hiat Sian-Li, kami  sudahi sampai di sini saja, tapi ingat…kami pasti akan mencari orang tua bau tanah itu untuk melampiaskan dendam kami…”

Rasul Hukum Kerudung Hitam yang sempat memandang pada rekannya si Rasul Hukum Kerudung Putih yang tertawan oleh Ciu-Sian Sin-Ci.  Tatapannya penuh keraguan  untuk mencoba merebut tawanan itu, apalagi ketika di lihatnya enam bayangan orang telah muncul tiba-tiba di tempat tersebut.  Akhirnya dengan tatapan berkilat, tubuhnya melesat meninggalkan tempat itu dengan membawa Tabuli Chin pergi.

Enam bayangan bayangan yang muncul tiba-tiba itu empat diantaranya muncul dari ruang belakang kuil adalah Sam-Sin-Hud yang tampak terluka di damping oleh Hoat-Wan-Sian-To (Golok Dewa Pelaksana Hukuman) In Hoat, salah satu dari Duta langit Thian-Tee Tok-Pay.

Semantara yang dua lagi yang muncul dari mengikuti Ciu-Sian Sin-Ci adalah Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis) Jin Hui dan Kwi-Beng Hek-Kong-Kiam (Pedang bersinar Hitam Pengejar Iblis) Kwie Chun.

“Aich…harap para ho-han  memaafkan kelancangan Siauli, namun siauli harus segera mengejar penjahat yang membawa lari Enci Hong…”  Berkata demikian, gadis itu segera membalikkan tubuh untuk mengejar.

“Tahan….!”  Tiba-tiba terdengar suara Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis) Jin Hui menahan kepergian gadis itu.

“Maafkan kami nona Goat Hui-Hwa, kadi kami sudah coba mengejar tapi ada suara yang memperingatkan kami untuk tidak mengejar karena nona Seng Lin-Hong di tangan yang aman.”

“Omitohud, nona Seng Lin-Hong terluka amat parah, siapakah si penyampai pesan misterius itu…?”  kali ini Bu-Beng Kim-Hud yang bertanya.

“Hmm….Kami tidak melihat orangnya, namun kami sangat mengenal suaranya dan kami yakin itu adalah ketua kami.  Beliau juga mengatakan bahwa nona Goat ini akan mendapat penjelasan dari nona Kang Hong-Ing…”
“Siapa itu nona Kang Hong-Ing?”  Tanya Goat Hui-Hwa dengan wajah penasaran…namun yang di pandang juga hanya saling menatap beberapa saat tanpa jawaban yang pasti.

“Aku…!”  Tiba-tiba sebuah suara yang merdu terdengar memecah keheningan dan menggelitik di telinga setiap orang.  Otomatis semua mata di hadapkan pada sesosok tubuh yang berdiri di luar lingkaran mereka. 

Semua orang terbeliak dengan mata tak berkedip melihat sesosok wajah ayu yang amat cantik.  Sosok berjubah putih yang tadinya tergeletak akibat terkena pukulan Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang dan totokan dari Ciu-Sian Sin-Ci.  Namun sosok itu tampak berdiri dengan anggunnya tanpa ada tanda-tanda terluka sama sekali.

“Kauuu?  Eh…Bagaimana kau bisa sembuh dari pukulan Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang dan membebaskan diri dari totokan Ciu-Sian Sin-Ci Lo-cianpwe?”  Semua orang mengarahkan pandangan ke tempat dimana tadi tubuh Duta Hukum Kerudung Putih tergeletak kaku.  Tampak wajah-wajah kaget dan tertegun menatap sosok gadis yang berdiri dengan santai sambil tersenyum memandangi mereka.

Sosok yang berdiri di tengah ruangan itu adalah seorang gadis muda berusia delapan belas tahun.  Kerudung yang biasa di pakainya sudah di lepas sehingga semua orang bias melihat wajah aslinya.  Diam-diam semua orang berseru kagum dalam hati.  Gadis itu memang cantik sekali.  Kecantikannya yang alami itu tidak di bawah Goat Hui-Hwa maupun Seng Lin-Hong. 

“Namaku Kang Hong-ing.  Anak angkat Pangeran Kwan-Jit.  Memang secara umum siauli adalah Duta Hukum Kerudung Putih sekaligus sebagai Ji Hu-Pangcu Mo-Kiong-Bun, namun aku juga adalah murid resmi dari Sin-Hiat Sian-Li (Dewi Darah Gaib)…”  Tanpa di minta dua kali gadis itu memberikan penjelasan dengan suaranya yang merdu.

“Hohoho…pantas saja kau bisa sembuh secepat ini, karena pada dasarnya kau tidak terluka.  Kau juga pasti sudah menguasai Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib), bukan…?”  timpal Ciu-Sian Sin-Ci sambil terkekeh.

Gadis berbaju putih itu hanya tersenyum saja tanpa menjawab.  Namun itu sudah cukup memberi penjelasan bagi semua orang yang telah kembali berkumpul di tempat itu.

Sekilas Goat Hui-Hwa  tertegun mendapati kenyataan ini.  Apalagi mengingat sejak bentrokan mereka pertama tadi gadis she Kang di depannya tadi tidak sungguh-sungguh menempurnya.  Bahkan dalam bisikan tadi yang menyebuh nama Sin-Koko dengan mesra, dia merasakan kalau gadis berjubah putih itu mengenal baik “suami”nya itu…

Setelah menguasai dirinya sejenak.  Goat Hui-Hwa melangkah maju ke hadapan gadis ayu itu dan langsung menyambar jari-jari kedua tangan Kang Hong-ing dan berkata dengan suara lembut yang menggetarkan hati semua orang yang ada di ruangan itu:

“Baiklah adikku yang manis, kita ini dua gadis dewasa yang tidak banyak terikat peradaban yang kaku, kau seorang gadis yang amat elok dan menawan ini menyebut Sin-koko dengan nada yang mesra, itu saja sudah cukup membuatku percaya bahwa kau memang di utus olehnya dan pastinya ada banyak rahasia yang hendak kau sampaikan, bukan?  Namun sebelum kau menyampaikannya, encimu ini ingin sekali mengetahui di manakah Sin-koko berada saat ini...kau tentu tahu bukan?”

Mata Kang Hong-Ing yang berbinar tiba-tiba jadi sendu menatap bola mata gadis cantik di hadapannya: “Hwa-cici yang baik, engkau sungguh seorang wanita pilihan yang tidak ada duanya.  Tadinya siauli telah meminta sin-koko memberikan sesuatu agar cici percaya namun dia bilang bahwa Hwa-cici adalah seorang yang berwawasan luas dan matang dan akan percaya padaku, ternyata aku benar telah membuktikan hal ini.  Sebelum siauli menjawab, mohon terimalah baktiku sebagai seorang adik.”  Tanpa dapat di cegah gadis itu mencium kedua tangan Goat Hui-Hwa dengan mesra.  

Goat Hui-hwa meraih bahu Kang Hong-Ing dan merangkulnya dengan erat.  Setelah itu mendorongnya sehingga kembali mereka saling tatap dengan mesra.  Entah apa yang di pahami hati mereka berdua, hanya mereka sendiri yang tahu.  Walaupun hanya melalui tatapan mata, namun itu sudah melebihi seribu ungkapan sekalipun.

Perbuatan kedua bidadari cantik ini sungguh membuat orang-orang yang ada di dalam ruangan itu melongo beberapa saat lamanya.  Bagaimana tidak mereka yang tadinya musuh bebuyutan, dalam beberapa detik saja sudah berubah sebutan bahkan berlaku mesra bagaikan kakak beradik sehidup semati.

Tak lama kemudia terdengar suara Kang Hong-Ing  yang merdu menjawab pertanyaan tadi:

“Bu-Beng lo-cianpwe, dapatkah kita perkecil ruang lingkup pembicaraan ini?...maaf bukan apa-apa, siauli hanya tak ingin bila terlalu banyak telinga akan sangat membahayakan nyawa ratusan rekan-rekan seperjuangan.   Gadis itu bertanya pada Bu-Beng Kim-Hud.

Tokoh Bulim Su-Sian ini maklum bahwa sesuatu yang akan di sampaikan ini pastilah sesuatu yang sangat penting.  Segera dia memandang semua orang yang hadir dan berkata:

“Cuwi yang terhormat, malam ini kita baru saja menghadapi pertempuran besar.  Yang jika menilik perkataan Lo-Tok_ong tadi, ini adalah upaya mereka untuk mengukur kekuatan dan memukul mundur mental kita.  Kekuatan kita agak sedikit goncang, tapi bukan berarti kita telah hancur.  Kita tetap akan terus melaksanakan pertemuan besok dengan kepala tegak…mohon cuwi sekalian bisa beristirahat untuk mempersiapkan diri sementara yang lainakan  membantu merawat yang terluka…kami berjanji, setelah mala mini cuwi akan mendapat penjelasan yang memuaskan tentang keberadaan nona Hong ini.”

Semua orang mengangguk-angguk, tak lama kemudian mereka telah bubar ke tempat  beristirahat masing-masing yang sudah di sediakan.  Yang masing tinggal hanya para ciangbunjin 9 partai besar dan Chit-Pai Chit-Cu.   Bu-Beng Kim-Hud kemudian menatap gadis yang menyebut dirinya Kang Hong-Ing tersebut.  Yang di tatap hanya tersenyum manis saja kemudian mengalihkan pandangannya pada Goan Hui-Hwa.

“Hwa-cici, sosok Pemuda yang melarikan Hong-Cici tadi adalah Pesolek Cabul Racun Mayat  yang amat terkenal keganasannya terhadap para wanita….”

“Aiihhh, apa maksudmu  Ing-Moi? …”  Tanya  Goat Hui-Hwa dengan tatapan menyelidik.  “ bukankah itu berarti musibah bagi Hong-cici…?”

“Malah sebaliknya Hwa-cici, rasanya tidak ada orang lain yang dapat menyembuhkan dan merawat Hong-cici yang sedang terluka sebaik pemuda itu…karena sosok Pesolek Cabul Muka Mayat yang asli sudah mati tiga bulan lalu sedangkan yang kalian lihat tadi itu sesungguhnya ADALAH SAMARAN SIN-KOKO…?”

“HAAAAAHHHH……???”   Serentak terdengar seruan kaget di sana-sini….
Bersambung…

17. Kunjungan Malam



Dalam goa di balik air terjun itu dua wajah yang hampir sama saling memandang tak berkedip.  Sesaat kemudian kedua orang yang masih sama-sama muda, yang satu gagah dan yang satu cantik itu berseru hampr berbarengan:

“Sin-Te…!”  Sahut gadis cantik itu dengan suara bergetar sambil memandang pemuda tampan di depannya yang bukasn lain adalah Hong-Sin.

“Giok-cici…!” Hong Sin-pun terharu kemudian maju merangkul cicinya itu.  Keduanya terdiam sampai lama.  Semua yang terjadi di masa lalu saat kehancuran tempat tinggal mereka dan kematian seluruh anggota keluarga mereka, bahkan sampai akhirnya mereka berdua terpisah kembali terbayang dengan jelas.

Keadaan membisu itu berlangsung hingga beberapa saat.  Tanpa mereka sadari, bayangan gadis cantik yang lain yang berdiri di dekat mereka  sudah lenyap dari tempat itu.

“Sin-te, baik-baikkah kau selama ini? Apakah kau sudah menemukan jejak penghianat yang telah menghancurkan keluarga kita?...”  Akhirnya terdengar suara lembut gadis berjubah putih yang tangan kirinya memegang sebuah topeng kemala.

“Giok-cici, aku baik-baik saja, namun maafkan adikmu yang begitu bebal hingga saat ini belum berhasil menemukan pengkhianat tersebut…”  Kata Hong Sin sambil menundukkan wajahnya.

“Tidak apa-apa Sin-te, bukan salahmu.  Cicimu-pun sampai saat ini masih meraba-raba.  Pengkhianat itu sangat licin dan licik.  Namun cici sudah menemukan sedikit titik terang, hanya saja masih sangat sulit untuk memastikannya…”

“Apa maksud cici?” Tanya Hong Sin dengan kening berkerut.

“Cici tak dapat memberi penjelasan panjang lebar saat ini.  Tapi yang cici ingat satu dari para pengkhianat itu membokong ibu kita dari belakang dengan “Hawa pukulan penghancur jantung”…”

“Hmmm…Hawa Racun Penghancur Jantung”.  Cici, bukankah ilmu pukulan ini adalah ilmu aliran Tok-Sia-Pay yang telah musnah limapuluh tahun lalu?”

“Benar adikku, dahulu satu-satunya orang yang masih mewarisi ilmu ini adalah paman Siao Kan.”  Sahut gadis itu dengan suara perlahan.

 “Paman Siao Kan?...” Hong Sin terkejut mendengar perkataan cicinya.  Dia tahu paman Siao Kan adalah salah satu penjaga Utara Lembah Tiga Dewa.   Memang sebelum menjadi pembantu ayahnya,  paman Siao Kan adalah seorang tokoh sesat yang berjuluk Tok-Ciang-Mo.  Namun setelah di taklukkan ayahnya, beliau menjadi orang yang sangat di percayai ayahnya dahulu. “Apa maksud cici?...apa cici mempunyai kecurigaan terhadap paman Siao Kan?”

“Cicimu tidak mencurigainya, Sin-te.  Sampai akhir hayat paman Siao Kan, beliau masih berjuang di sisi ayah walaupun mereka akhirnya terbunuh karena kehabisan tenaga akibat Racun Pelemah Syaraf yang keji.  Hanya saja yang cici temukan dari penyelidikan cici selama ini cici tahu di Mo-Kiong-Bun ini ada dua orang yang juga menguasai ilmu keji itu dengan sangat sempurna...dan mereka adalah Toa-Huhoat dan Majikan Topeng Emas sendiri”

“…???” Hong sin menatap kedua bola mata cicinya untuk sesaat.  “Aku mengerti

Gadis itu tersenyum manis kemudian menarik adiknya dalam pelukannya: “Sin-Te, Ing-Moi sudah menceritakan semuanya padaku.  Dengan adanya kamu cici yakin tabir gelap ini akan terkuak.  Akh…Lembah Tiga Dewa memiliki bintang Cemerlang sepertimu sungguh suatu berkah yang sangat membanggakan.  Semoga ayah-ibu di alam sana bangga melihatmu…”

****

Tiga Bulan berlalu dengan cepat…

Gunung Siong San Nampak penuh kesibukan beberapa hari belakangan ini.  Beberapa hari di depan nanti adalah pertemuan tertutup dari para jago-jago golongan putih yang di pelopori oleh Chit-Pai Chit-Cu.  Tujuannya adalah untuk menghimpun kekuatan untuk mengatasi kemelut dunia persilatan saat ini.

Kuil Siauw-Lim-Si benar-benar mengadakan persiapan penjagaan yang ketat sekali.  Semua kekuatan di kerahkan dengan membantuk tiga lapis barisan 18 Lo-Han di tiap sudut di delapan penjuru sehingga sangat sulit bagi orang-orang yang tidak di undang untuk menyusup tanpa di ketahui.  Apalagi selain tokoh-tokoh Chit-Pai Chit Cu, ada juga 14 Duta Langit Bumi dari Thian Te Tok Pay yang tidak menampakkan diri.

Satu hari menjelang di adakannya pertemuan, sudah ada hampir 50-an tokoh golongan putih yang telah hadir di tempat tersebut.  Mereka rata-rata merupakan tokoh-tokoh penting yang pilih tanding.  Diantaranya ada para ketua dari Sembilan partai besar  Dua Istana dan perkumpulan-perkumpulan kecil.
***

Tidak ada gangguan apa-apa sepanjang siang hari.  Namun menjelang malam hari, suasana puncak gunung Siong-San nampak sepi dan hening.  Sementara Thai-Su Lojin dan Pek-Sim-Sian  sementara terlibat pembicaraan yang serius dengan para tokoh-tokoh persilatan mengenai hal-hal yang akan di lakukan pada pertemuan besok, tiba-tiba di tengah ruangan itu  muncul bayangan keemasan yang entah datang dari mana.

“Omitohud…!”  Suatu suara yang agung dan perlahan menggema di telinga masing-masing orang yang ada dalam ruangan tersebut.  Meskipun hanya perlahan namun sanggup menggetarkan hati tiap orang yang ada.  Saat semua memperhatikan dengan jelas, tampaklah Bu-Beng Kim-Hud telah berdiri di tengah ruangan tersebut.  Sebelum Kim-Goan Taysu mengatakan sesuatu, sudah di dahului orang…

“Bersiaplah para sicu (orang-orang gagah) sekalian kita kedatangan tamu.  Barisan lo han lapis pertama dan kedua sudah dilumpuhkan. Kim-Goan Ciangbunjin, harap undang Sam-Hud menjaga bagian belakang kuil, musuh terlalu banyak.  Thai-Su Sicu, harap bagi dua seluruh ho-han yang ada untuk membantu barisan lo han untuk menghadang para pasukan Topeng Emas dan Perak di Jalan Utama dan Pek-Sim Sicu harap pimpin kawan-kawan yang lain untuk menyambut orang-orang Giam-Bong-Kok di pintu Timur…”  sesaat kemudian tubuh manusia sakti itu sudah duduk bersila di tengah ruangan tersebut.  Namun masih terngiang suaranya yang menyusul: “jangan khawatirkan pintu timur, itu sudah di tangani Ciu-Sian Sin-Ci dan 2 Duta Langit Thian-Te Tok-Pay.  Pinceng sendiri bersama nona Seng akan menjaga di tempat ini…”

Waktu yang hanya sekejap itu membiaskan ketegangan yang serius di wajah masing-masing yang ada dalam ruangan tersebut.  Namun mereka adalah tokoh-tokoh penting di jamannya.  Mengingat para tokoh puncak dunia persilatan seperti Bu-Beng Kim-Hud yang turun tangan langsung menandakan bahwa apa yang mereka akan hadapi bukan perkara sepele.  Sekilas saja mereka langsung mengerti tugas mereka dan berkelebat keluar ruangan.
***

Thai-Su Login  dan kawan-kawan berkelebat cepat  menuju ke jalan masuk utama.  Dari jauh mereka mendengar bentakan-bentakan menggelegar di selingi suara tawa-tawa yang bernuansa sihir yang di keluarkan dengan tenaga yang kuat sabung menyabung .   Tampak barisan Lo-Han yang bergerak dengan teratur di bawah tekanan dari tigapuluh Sembilan barisan gabungan Para Duta Topeng Emas dan Topeng Perak yang memang sangat kuat.  Meskipun tekanan tersebut sangat kuat namun barisan Lo-Han yang terlatih ini masih sanggup bertahan meski sangat jarang membalas.

Thai-Su Lojin maklum  akan kondisi kritis ini.  Namun para pendekar yang menyertainya walaupun rata-rata memiliki ilmu kepandaian yang tidak di bawah para Duta Topeng Emas, namun mereka tidak memiliki barisan kerja sama yang terlatih seperti lawan.  Takutnya mereka hanya akan terjebak oleh barisan lawan dan terkurung denga barisan Lo-Han di dalam. 

Memikirkan hal ini cepat dia berseru  pada kawan-kawannya: “ Jangan menyerang berpencar. Sembilan belas orang saling memegang bahu dengan tangan kiri membentuk lingkaran besar di bagian luar yang bertugas menahan serangan-serangan lawan  sedangkan delapan orang lingkaran kecil  yang memiliki jurus-jurus penyerang paling ampuh di barisan dalam utk mencari celah menyerang musuh.  Kita akan mendobrak kepungan dari bagian barat, kemudian setelah beberapa gebrakan kita akan mundur dan memutar untuk membobol bagian utara.”

Mendangar akan instruksi ini beberapa pendekar yang telah siap untuk terjun ke gelanggang mengurungkan niat mereka dan segera membentuk barisan tersebut dan mulai menyerbu di arah barat.  Barisan Duta Topeng Emas dan Topeng Perak terkejut melihat bantuan lawan ini.  Walaupun bantuan yang datang ini bukanlah barisan terlatih seperti meraka, namun karena semua adalah orang-orang pilih tanding dari 5 partai besar dan beberapa perkumpulan maka mereka akhirnya dapat menemukan bentuk pertahanan dan penyerangan serta dapat bekerja sama menggoyahkan barisan lawan yang sedang mendesak para Lo-han dari Siauw-Lim-Si tersebut.  Sedikit banyak ini memberi sedikit kelonggaran pada para Lo-Han tersebut untuk kembali menata pertahanan mereka.

Pertarungan kembali di gelar dengan lebih seru.  Masing-masing pimpinan barisan berusaha dengan secepatnya untuk menemukan menemukan kelemahan lawan dan memperbaiki barisan mereka.  Sehingga tak terasa pertarungan telah berjalan dua jam lebih saling serang dan bertahan dengan ketatnya. 

Tak lama kemudian terdengar siutan nyaring dari luar barisan.  Entah dari mana datangnya dalam gelanggang tersebut telah bertambah dua orang yang memiliki sepak terjang yang mengerikan.  Yang pertama seorang pemuda tampan berpakaian mewah layaknya seorang pangeran.  Di tangannya tampak sepasang Siang-Pit bergagang Tulang.  Dia adalah Sia Tek Hun, yaitu Sam-Hu Hoat dari Mo-Kiong-Bun.  Dan yang seorang lagi  Seorang pemuda berpakaian Hitam yang mengandalkan tangan beracun yang bukan lain adalah Su-Hu Hoat, Gan Kongcu.

Kedua orang ini muncul bagaikan iblis saja dari arah belakang dan berkelebat menyambar-nyambar bagaikan malaikat El-Maut.  Thai-Su Lojin dan beberapa ciangbunjin terkejut setengah melihat lawan tangguh ini yang kemampuannya tidak di bawah mereka sehingga untuk sesaat barisan para pendekar hamper kebobolan dengan matinya empat orang di bagian belakang.

Setelah memberi kode pada Kim-Goan Taysu, kedua orang ini mengeluarkan bentakan menggelegar dan melesat keluar dari barisan sambil melancarkan pukulan andalan masing-masing untuk menyambut  jurus Cui-Beng Kut-Pit-ciang dari Sia Tek Hun, dan Ngo-Kwi-Tok Sin-Khi (Hawa Sakti Lima Racun Iblis) dari Gan Kong-cu.

“Dhuaaaarrrrr….Dhuaaaaarrrr…….Treaaaaaannnng…….Traaaaaaaaaanng”  empat bayangan terpisah.  Thai-Su Lojin dan Kim-Goan Taysu terlempar kembali ke dalam barisan.  Dada mereka sesak akibat hawa racun ganas yang semakin cepat menjalar.  Segera keduanya duduk bersila menahan bekerjanya racun yang menyusup melalui lengan mereka.

Sementara Sia Tek Hun dan Gan Kong-cu juga tergentak mundur lima langkah dengan dada sesak, namun cepat mereka menelan obat-obat pulung yang mereka bawa untuk menyembuhkan luka dalam mereka.

“Hahahaaa…Hwesio hidung kerbau busuk, walaupun kau dapat menahan pukulanku, namun kau takkan lolos dari racun Ngo-Kwi-Tok Sin-Khi milikku.   Relakanlah hatimu bertemu dengan Dewa Kematian di alam baka sana…”

Thai-Su Lojin dan Kim-Goan Taysu tidak menjawab.  Butiran keringat sebesat jagung mengalir deras dari dahi mereka.  Keempat Ciangbunjin yang ada di dalam barisan itu masing-masing segera bersila di belakang kedua orang tersebut untuk membantu mengusir racun. 

Namun belum sempat mereka berbuat apa-apa tiba-tiba entah dari mana di dalam barisan tersebut telah bertambah tiga bayangan.  Salah satu di antaranya seorang pengemis setengah baya yang langsung mengangsurkan dua Pil Kim-Kak-Tan pada Thai-Su Lojin dan Kim-Goan Taysu yang langsung meminumnya sehingga tak lama kemudian racun ganas yang menyerang mereka hilang sama sekali.
Wajah Sam Hu-Hoat dan Su Hu-Hoat tampak mengkerut melihat tiga pendatang baru ini.  Dari gerakan ketiganya jelas bahwa mereka termasuk lawan yang tangguh apalagi dari tubuh ketiganya dia mencium hawa yang aneh yang dia tahu merupakan tandingan dari ilmu beracunnya, yaitu Hawa Thian-Te Tok=Khi. Pengemis setengah baya yang bukan lain adalah Hiat-Ih-Sin-Kay (Pengemis Sakti Berjubah Darah) Lam Ciong itu tersenyum pada para ciangbunjin:

“Silahkan teruskan menggempur barisan lawan.  Dua orang ini bagian kami…” Baru selesai perkataannya tiba-tiba tubuh pengemis itu sudah melesat cepat menyerang dengan pukulan Hiat-Ih Sin-Ciang (Telapak sakti Jubah Darah kearah Gan Kongcu. 

Sebenarnya dengan ilmu ini sekalipun sebenarnya masih sulit untuk menandingi sama kuat dengan ilmu racun milik Gan Kong-cu, namun beberapa waktu yang lalu, Hong-Sin telah mewariskan Thian-Tee Tok-Khi pada keempat Duta langitnya sehingga saat mereka melebur ilmu itu dengan ilmu-ilmu mereka maka mereka tak usah takut lagi dengan segala ilmu-ilmu racun manapun.

Sementara itu dua pria berjubah hitam di belakang pengemis sakti itu yang ternyata adalah dua orang di antara Tee-Kiam Hu-Hoatnya lembah Sam Sian Kok dengan dua pedang yang berbeda sudah melasat menyerang Sam Hu-Hoat Sia Tek Hun dengan barisan ilmu “Sepuluh Pedang Sakti” yang dahsyat.

Secara terpisah, ilmu para duta sakti ini setingkat lebih rendah dari Hiat-Ih-Sin-Kay, namun jika mereka bermain pasangan, maka mereka akan jauh lebih kuat.  Hiat-Ih-Sin-Kay tahu akan hal ini makanya dia memilih Gan Kong-cu yang kepandaiannya setingkat lebih rendah dari Sam Hu-Hoat serta menyerahkan Sam Hu-Hoat untuk di hadapi oleh Tee-Kiam Hu-Hoat.  Sementara Thai-Su Lojin dan kawan-kawan kembali ke barisan mereka untuk menggempur barisan para Duta Topeng Emas & Perak tersebut.  Pertempuran kembali berlanjut namun kemenangan sudah tampak bagi para pendekar.
***
Di tempat lain Para ho-han yang di pimpin oleh Pek-Sim-Sian di temani oleh empat orang ciangbunjin partai besar dan tiga orang Chit-Pay Chit Cu lainnya serta sepuluh ketua-ketua kecil lainnya harus menghadapi lawan yang tak kalah hebatnya, yaitu manusia-manusia ganas yang berilmu mujizat dari Giam-Bong-Kok.  Pasukan lawan ini walau hanya sebelas orang saja, lebih sedikit dari para ho-han namun mereka adalah para iblis-iblis pilihan yang merupakan “Pasukan Mayat Beracun” andalan Giam-Bong-Kok dan yang tak kalah hebatnya mereka di pimpin langsung oleh kedua murid pilihan lembah itu yang sakti, seperti Bong Kong-cu, murid terkasih dari Lo-Kwi-Ong, dan Galamo Sing yang merupakan murid terkasih dari Lo-Hoat-Ong.

Guru kedua orang ini adalah momok-momok yang menakutkan yang setingkat di atas Bu-Lim Su-Sian pada masa lampau.  Tidak heran bila kedua orang ini memiliki ilmu yang bukan oleh-olah hebatnya. Sebagai murid tertua, Bong-Kong-cu menguasai ilmu “Mayat Beracun Tak Mati” yang sudah mencapai tingkat ke Sembilan.  Kekuatannya sudah boleh di sejajarkan setingkat di atas Chit-Pai Chit-Cu.  Sedangkan sute nomor tiganya ini jugas telah menguasai ilmu “Jerat Sihir Iblis Berkabung” warisan Lo-Hoat-Ong dan penguasaannya sudah boleh di sejajarkan dengan chit-Pai Chit-Cu sendiri.

Barisan Lohan di pintu Timur ini walaupun masih dapat bertahan namun kondisinya bagaikan pelita yang mulai redup.  Apalagi sambil bertarung mereka juga di jejali dengan berbagai racun-racun mematikan sehingga mereka harus bekerja keras untuk melawan pengaruh racun-racun tersebut.

Pek-Sim-Sian memimpin kawan-kawannya untuk menyerbu pasukan Mayat Beracun tersebut namun mereka di cegat langsung oleh Bong Kong-cu dan Galamo Sing yang tertawa-tawa.  Suasana malam yang dingin di penuhi dengan aura beracun dan sihir tingkat tinggi membuat suasana jadi mengerikan.  Namun Chit-Pai Chit-Cu serta para ciangbunjin dari keempat partai besar yang membantu bukanlah orang-orang kemarin sore yang gampang di atasi.

Segera mereka mengerahkan ilmu-ilmu sakti dan ilmu-ilmu batin mereka sampai pada tataran yang paling tinggi untuk bertempur dengan hebat.
***

Goat Hui-Hwa tiba di sebelah utara kaki gunung Siong San ketika hari masih siang.  Dia sengaja memilih tempat ini karena ingin menjauhi keramaian.  Walaupun di sebelah barat ini tidak ada jalan masuk hanya tebing-tebing curam yang berbahaya, namun tidak masalah baginya.  Sejenak dia memilih untuk beristirahat di atas sebatang pohon yang lebat sambil bermeditasi menunggu malam tiba.  Menjelang malam, saat sedang khusuk dalam meditasinya, tiba-tiba dia merasakan ada desakan dua desiran halus yang berbeda dari arah tenggara dan barat daya.  Cepat dia menindas hawa keberadaannya agar tidak terdeteksi lima bayangan yang beberapa saat kemudian lewat dengan cepat di bawah tempat persembunyiannya. 

“Hmmm… Rasul Hukum Kerudung Putih…apa yang mereka lakukan di sini?”. Sahut gadis itu ketika mengenal satu di antara lima orang tersebut.  Dia tidak tahu siapa yang empat lagi, namun yang pasti dia melihat satu di antara mereka seorang kakek tua berwajah mengerikan dan sarat dengan hawa racun serta satu lagi seorang kakek pucat berjubah putih yang sarat dengan hawa sihir.

Lima bayangan itu tanpa henti terus melesat kearah tebing –tebing terjal dan melesat ke atas.  Dari gerakan  mereka Hui-Hwa terkejut sekali.  Sepertinya tingkat mereka tidak selisih jauh dengannya.  Dengan hati-hati di kerahkannya ilmu “Melayang Bagaikan Kapas” dan di lain saat tubuhnya melesat menguntit kedua penyusup tersebut.

Tubuh kelima bayangan hitam putih ini melesat bagaikan kilat sehingga sebentar saja sudah tiba di puncak di belakang gunung Siong San.  Tanpa menghentikan lari mereka, kedua penyusup ini terus melesat ke daerah terlarang dari Kuil Siauw-Lim-Si tersebut.  Namun langkah mereka tiba-tiba saja terhenti di tengah jalan.  Di hadapan mereka tampak tiga orang hwesio tua yang sedang duduk bersila dengan mengambang dua jengkal dari atas tanah.

“Hahaha…tiga hidung kerbau Sam-Sin-Hud?...bagus mari kita bermain-main sebentar…”  Terdengar suara tawa yang berat dari kakek tua berwajah mengerikan tersebut.  Sekilas dia menoleh pada rekan-rekannya yang lain: “aku akan menghadapi tiga hidung kerbau ini, kalian berempat pergilah…”

Keempat bayangan hitam lain termasuk Si Rasul Hukum Kerudung Putih segera melesat ke kanan dan kiri meninggalkan tempat tersebut.

“Omitohud…kalian tetap di tempat!”  Tiba-tiba terdengar suara Hwesio yang di samping kiri.  Tangannya mengibas dengan perlahan kearah keempat orang tersebut.  Walau hanya perlahan, namun dua di antara keempat orang tersebut mengeluarkan suara tertahan.  Tubuh mereka yang berada di udara terpental balik ke belakang dan jatuh terduduk.  Meski demikian Hwesio tersebut terkejut karena pukulannya tidak banyak berpengaruh pada bayangan gadis berjubah dan berkerudung  putih yang mampu menangkisnya bahkan menggunakan tenaga dorongan akibat tangkisan itu untuk kembali melenting ke atas dan melesat masuk lebih dalam kearah kuil.  Sedangkan yang satu lagi yang ternyata seorang kakek muka pucat bagaikan mayat yang juga berjubah putih hanya mengelak sedikit dan terus melesat masuk dengan santainya.

Hwesio itu kembali hendak bergerak melancarkan pukulan ketika tiba-tiba terdengar bisikan perlahan di telinganya: “Sute, biarkan dia pergi…sudah ada yang akan menanganinya”.



Selasa, 16 April 2013

16. Pesolek Cabul Racun Mayat

Hong Sin terkejut.  Ini adalah suatu kekuatan yang mengerikan, jauh lebih kuat dari penggabungan ketujuh partai besar sekalipun. 
“Secara diam-diam Subo dan aku telah mengumpulkan bekas pengikut subo yang masih taat padanya.  Mereka inilah yang bergerak dari dalam yang hingga saat ini sudah menguasai sepertiga kekuatan yang ada.  Akhir-akhir ini murid murtad itu rupanya telah mencium adanya gerakan kami.   Kami tahu sampai saat ini dia belum berani bertindak apa-apa.  Namun ada dua jagoan khusus yang bekerja khusus untuk mencari dan mengeksekusi orang-orang yang di curigai…”  Gadis itu berhenti sejenak sambil menatap Hong Sin…kemudian melanjutkan…
“Mereka berdua memiliki kekuatan yang hebat dan mereka memiliki hak untuk masuk ke mana saja di Mo-Kiong-Bun dengan leluasa… Kau akan membantu kami secara diam-diam untuk menghadapi salah satu dari kedua jagoan ini, yaitu si Rasul Hukum Kerudung Hitam …”
Belum sempat gadis itu membuka melanjutkan, tiba-tiba terdengar melesat bayangan hitam dan bentakan mengguntur?...”
“Perempuan jalang, murid murtad, kiranya kau adalah seorang perempuan murahan dan seorang pengkhianat...!  Hehehe, sekarang tertangkap olehku kau takkan lolos lagi dengan seenaknya…”
Serentak kedua orang muda itu membalikkan tubuh.  Hong Sin mendengus dingin, sedangkan si gadis terkejut.  Mereka sadar, kewaspadaan mereka berkurang.   Di hadapan mereka terlihat seorang pemuda berusia tigapuluh tahun.  Wajahnya tampan namun pucat dengan mata bersinar-sinar jalang.  Sepasang tangannya berwarna Hitam dan hijau yang menyiratkan dua macam bau, yaitu bau kembang mayat dan bau amis kuburan tanda memiliki kadar racun yang ganas.
 “Siapa cacing pita jelek ini?...”  tanya Hong Sin sambil berbisik.
“Dia adalah murid dari Lo-Tok-Ong yang baru di angkat sebagai Ngo Hu-Hoat, julukannya adalah Pesolek Cabul Racun Mayat, Kao Cin…”
Hong Sin melangkah maju menyambut lawan namun baru hendak melangkah, lengan kanannya telah di pegang oleh Kang Hong Ing, yang segera berbisik....
“Sin-Koko, biar ku tangani yang satu ini, kau lihatlah di sekeliling kalau-kalau ada mata dan telinga yang bersembunyi…!”
Hong Sin memandangnya dengan khawatir: “Kau yakin dapat mengatasinya…?”
“Hih, kau terlalu meremehkanku, walau aku ada hubungan seperguruan dengannya namun bukankah aku Ji Hu-Hoat sedangkan dia hanya Ngo-Hu Hoat saja?...”  Berkata demikian gadis itu maju ke depan lawannya.
“Suheng, kau berani memata-mataiku…apa maksudmu…?”  Wajah Kang Hong Ing berubah jadi sedingin es.  Matanya bersinar mencorong tajam membuat lawan ragu-ragu sejenak.
Sambil tertawa mengejek Kao Cin menyahut: “Hmmm…sumoi, sebentar lagi kau akan menikah dengan Bong-suheng, tapi kau berani pat-gulipat dengan orang lain di tempat sepi seperti ini…sekarang aku memiliki alasan untuk menghukummu.  Lihat saja, kau akan ku tangkap dan ku perkosa kemudian akan ku serahkan pada suhu untuk di hukum…hahahaha”
Wajah gadis itu menjadi kelam menahan kemarahan.  Namun demikian bibirnya masih tersenyum dingin: “Hih, aku tau kau sudah lama menginginkanku bukan? Tapi sayang, kau terlalu pengecut sehingga tidak berani dan hanya menggigit jari saja saat melihat perjodohanku dengan suheng-mu, tapi kau salah…aku sama sekali tak tertarik pada kalian berdua...”  Gadis itu mengerahkan dua per tiga tenaganya keseluruh tubuh.
“Hohoho, kau kira aku takut dengan ‘Ilmu  Cakar Tulang Putih Beracun’mu?...Baik, mari kita coba dengan ‘Racun Bunya Mayat Hijau’ dan ‘Racun Kabut Iblis Hitam” milikku…”  Kao Cin lalu menyerang dengan sengit.  Dari kedua lengannya mengeluarkan tenaga-tenaga mujijat beracun mematikan berwarna hijau dari ilmu ‘Racun Bunya Mayat Hijau’.  Sementara Kedua lengan Hong Ing mengeluarkan sinar putih keperakkan membentuk cakar dengan kuku-kuku yang tajam menyengat menyambut pukulan-pukulan suhengnya.
Lewat duapuluh jurus keadaan mereka masih seimbang, ini membuat Kao Cin semakin marah.  Apalagi saat di lihatnya pemuda yang di anggap memelet sumoinya itu berlalu dari situ tidak tahu kemana.  Dia lalu menambah tenaganya sambil membentak: “Hah, ‘Cakar TulangPutih Beracun’mu memang hebat sumoi, namun bagiku bukanlah apa-apa…Heeaaaaahh…” 
Kali ini dia menyerang lebih sungguh-sungguh dengan pengerahan sepenuh tenaga.  Tubuhnya berkelebat dengan kedua lengan menghantam bertubi-tubi ke seluruh bagian tubuhnya dengan pengerahan dua ilmu beracun yang berbeda sekaligus.
“Hehehe…lihatlah, tak lama lagi kau akan takluk…”
“Huh, aku memang baru di angkat sebagai murid oleh Lo-Kwi-Ong dan belum banyak belajar darinya, namun kau bukanlah lawanku…jagalah …”  Gadis itu memekik tinggi.  Tubuhnya seketika melesat ke atas setinggi tiga tombak dan menukik dengan deras.  Seketika dari tubuhnya keluar sinar pekat kemerahan yang mengelilingi seluruh tubuh.  Dan saat masih di udara itu bayangan tubuhnya terpecah menyerang dari empat penjuru dengan pukulan dan tendangan yang mematikan yang di lambari sengatan-sengatan hawa pekat yang membuat darah lawan bergolak kental tak tentu dan serasa mengering.
“Iiiikhhhh… Sin-Hiat Im-Tok-Khi-kang (Hawa Racun Dingin Darah Gaib)…Kau…kauuu…?” Pemuda tampan berwajah pucat tersebut kaget setengah mati menyaksikan pukulan sakti yang legendaris itu di kuasai oleh gadis itu ini dan sekarang dikerahkan untuk menyerangnya.  Namun tak dapat dia berpikir banyak…dengan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membuat pertahanan.  Pengerahan ilmu ‘Racun Hijau Bunya Mayat’ dan ‘Racun Hitam Kabut Iblis” sampai titik puncak membuat tubuhnya di tutup oleh hawa pekat hijau-hitam yang melindungi diri. 
Namun sekuat apapun dia coba bertahan, tetap kalah tenaga dan kalah mutu ilmunya hingga suatu saat… “Dheesssshh….Huaaaak…?” Tubuhnya terlempar ke belakang menabrak pohon.  Tubuhnya terduduk dengan luka dalam yang parah.  Sementara dari bibirnya mengalis darah segar. 
Kao Cin bangkit berdiri dengan wajah menahan kesakitan.  Matanya yang jalang melirik kesana-kemari sesaat kemudian tiba-tiba dia membanting lima buah granat asap hitam ke sekelilingnya, sehingga daerah seluas sepuluh tombak itu tertutup asap hitam.  Menggunakan kesempatan ini tubuh Pemuda Pesolek pucat itu menyelinap untuk melarikan diri.  Namun baru saja tubuhnya keluar dari kepulan asap, tiba-tiba…
“Maaf sobat, urusan kita belum selesai…”  Serangkum hawa padat seperti tembok menghadang di depannya sehingga dia tidak dapaat maju.  Segera di kerahkan tenaga namun dia malah terpental balik.
“Apa maumu? Kita tak berurusan apapun…jangan campuri urusanku?”  Cepat pemuda pesolek ini memaki pemuda yang di lihatnya bersama-sama dengan sumoinya tersebut.
Hong Sin menatap tajam pemuda pesolek muka pucat tersebut: “Aku tidak suka membunuh, tapi kali ini kau telah menimbulkan urusan yang membahayakan, maka ku beri kau empat puluh jurus untuk mengalahkanku.  Jika kau dapat menjatuhkanku, kau boleh pergi tapi jika tidak aku akan mengambil kedua lenganmu, bagaimana…?”
“Sin-Koko, orang ini sangat berbahaya bila di biarkan, biar ku selesaikan…!”  Kang Hong Ing berkata cepat mencegah kekasihnya, namun Hong Sin mengangkat tangan memberi isyarat gadis itu untuk diam di tempat.
Melihat ini Kao Cin tersenyum mengejek:  “Kau yang mengatakannya, jangan salahkan aku bila kau mampus percuma…Heeeeaaaatt…”  Pemuda itu menyerang dengan sepenuh tenaga. Sambil mengerahkan semua ilmu-ilmunya. 
Hong Sin bertindak sebat. Dengan mengerahkan Ilmu Ajaib Hun-Khai Kian-Kun-Tin (Ilmu Barisan Membuka & Menutup) dia berkelebatan menghindar kesana-kemari tanpa dapat di sentuh oleh Kao Cin, sementara bertarung dia mengerahkan Sim-Khe (Cermin Hati)nya. 
Kang Hong Ing tadinya mengerutkan kening melihat tingkah pemuda pujaan hatinya, namun setelah di perhatikan, ternyata mata pemuda itu bersinar-sinar aneh mengamati setiap gerakan si Pesolek Cabul Racun Mayat tersebut, diam-diam dia berpikir:
“Ahh, apakah Sin-Koko sedang mempelajari  jurus-jurus manusia busuk ini?...tapi untuk apa? Bukankah kepandaiannya jauh lebih tinggi?...aneh…”
Sampai lewat empatpuluh dua jurus Kao Cin menyerang tanpa henti dengan jurus-jurus terhebat yang dia kuasai akhirnya dia berhenti dengan nafas ngos-ngosan, maka sahutnya dengan gusar:
“Bangsat, apakah kau hanya pandai menghindar saja? Majulah dan sambut seranganku kalau berani?...” 
Hong Sin tertawa: “Hehehe, baiklah, masih ada tiga jurus lagi, aku pasti akan memuaskan hatimu, silahkan…” 
Sambil menggembor marah, Kao Cin menyerang dengan sepenuh tenaga dengan kedua pukulan saktinya yang di pukulkan dengan sepenuh tenaga kearah lawan .  Sebentar saja tempat itu penuh dengan bau busuk dan bau mayat yang memuakkan.  Hong Sin mengulurkan tangan menyambut kedua pukulan itu. 
“Heh…kau….Kau?”  Terlihat ekspresi kaget dan ketakutan dari mulut Pesolek Cabum Muka Mayat tersebut.  Tubuhnya bergetar hebat tanpa mampu melepaskan diri dari telapak lawan yang menempel bersilangan di pada kedua telapak tangannya dan tak lama kemudian pemuda itu terlempar dengan lengan sebatas sikut yang sudah mengering tinggal tulang, mati!
Hong sin menggerakkan kedua lengannya yang tiba-tiba telah menjadi hijau dan hitam, setelah mengatur posisi sebentar dia kemudian memainkan ilmu-ilmu yang di kerahkan Kao Cin tadi, makin lama-makin cepat dan lebih dahsyat dari yang di miliki Kao Cin sendiri.  Saat dia berhenti, Hong Ing mendekatinya.
“Sin-Koko, apakah kau yakin dengan apa yang akan kau lakukan ini?...”
Hong Sin tersenyum memandang gadis cantik itu: “ing-moi, walau mengandung resiko namun lebih baik daripada bersembunyi bukan?...lagi pula orang ini mempunyai akses bukan hanya Mo-Kiong-Bun, tapi juga Giam-Bong-Kok…aku hanya perlu mempelajari kebiasaannya saja…”
Gadis itu tak membantah.  Bibirnya yang mungil bersiut panjang pendek dengan getaran yang rendah.  Beberapa saat kemudian muncul seorang wanita paruh baya berusia empat puluh tahun dari balik air terjun.  Hong Ing memberi tanda pada mayat Kao Cin, kemudian menunjuk pada Hong Sin.  Wanita itu mengangguk kemudian mengangkat tubuh Kao Cin dan membawanya pergi. 
“Ing-moi, tadi kau baru mengatakan tentang si Rasul Hukum Kerudung Hitam, bagaimana dengan yang satu lagi…siapakah dia?” Hong Sin berkata dengan suara lembut.
Gadis itu terdiam mulutnya terkunci.  Kedua matanya yang bening menatap sang pemuda dengan tatapan sejuta rasa…sejenak kemudian dia tertunduk menatap tanah di depannya sambil tangannya memainkan ujung rambutnya.  Akhirnya dengan suara berat dia berkata perlahan:
“Dia…ada di depanmu, Sin-koko…!”
“Apa???...”
“Benar, Akulah si Rasul Hukum Kerudung Putih…!”  Kata gadis itu sambil menatap Hong Sin dengan tajam.
Tak lama kemudian Wanita setengah baya tadi sudah keluar lagi dari balik air terjun.  Di tangannya ada seperangkat pakaian baru yang sama seperti milik Pesolek Cabul Muka Mayat dan di atasnya ada topeng dari kulit tipis yang di ambil dari wajah si pesolek tersebut.  Tak lama kemudian mereka mendandani Hong Sin.
Kang Hong Ing terus memandangi pemuda itu sampai dia berubah sama sekali.  Setelah selesai Hong Sin bergerak-gerak menirukan gaya bicara, suara, tatapan dan lagak si pesolek cabul dengan sempurna sekali sampai Hong Ing terbengong-bengong. 
“Apakah kau akan tetap melakukan peran ini?” Katanya perlahan
“Dengan cara yang licik, Giam Bong-Kok berusaha menanamkan pengaruhnya di Mo-Kiong-bun, tak nyana akhirnya membuka jalan baik bagi kita…ini adalah senjata yang paling baik untuk saat ini”  Seru Hong Sin dengan gembira.
“Benar Sin-Koko, tapi mengapa harus orang ini? Mengapa bukan yang lain saja…?”  desak gadis itu.
“Eh, apa maksudmu Ing-moi? Memangnya ada apa dengan dia?...” Hong Sin balik bertanya dengan alis berkerut.
Hong Ing melirik dengan tersenyum aneh memandang wajah pemuda itu yang terbengong itu, kemudian membalikkan tubuh dengan gemulai sambil berjalan kearah goa air terjun di iringi dengan tatapan tak mengerti oleh Hong Sin.  Setelah lima langkah terdengar suara gadis itu yang perlahan namun pasti, menghentak kesadaran pemuda itu kea lam nyata…
“Karena dia adalah pria cabul, tukang perkosa wanita, sedangkan kau tak ingin mengecewakan enci Goat, bukan?… nah jika kau gagal meniru kesukaan utama bangsat ini, mereka tentu akan mudah mengetahui jejakmu…” 
“Ehhh…???” Hong sin terdiam seribu bahasa sambil menatap bengong kearah gadis cantik itu.
***