Ternyata itu adalah suara dari It-Gan Taysu, orang tertua
dari Sam-Sin-Hud. Sesaat sebelum gadis
berkerudung putih itu melenting dan melesat meninggalkan tempat itu, telinga
It-Gan Taysu mendengan bisikan halus dan lembut di telinganya: “Sam-wi losuhu,
biarkan aku menangani wanita itu…”
Dia tidak kenal dengan orang yang mengirim suara di
telinganya. Namun menilik kualitas suara di telinganya dia tahu bahwa “kawan”
ini tidak berada di sebelah bawah tingkat mereka. Itulah sebabnya dia mencegah sutenya untuk
bertindak lebih lanjut.
“Hohoho…pukulan Kim-Kong-Ciang yang hebat! Tidak perlu mengurus anak muda, sambutlah
ini…” Kakek tua berwajah mengerikan itu
berkata dengan suara yang menggelegar dengan kekuatan sihir yang menekan kuat.
“Omitohud, ada urusan apakah gerangan hingga Lo-Tok-Ong
menyibukkan diri untuk berkunjung ke tempat ini?...” Tanya It-Gan Taysu dengan suara datar penuh
dengan hawa sakti.
“Hmmm…aku mau datang atau pergi dari sini masakan harus
melapor pada kalian lebih dahulu apakah kalian tidak terlalu kurang ajar dengan
pertanyaan kalian. Lo-Tok-Ong menjawab
dengan wajah sinis.
“Baiklah, sicu memang angkatan yang lebih tua dari kami,
namun sicu datang melalui jalan belakang
dan tidak pada tempatnya untuk di hormati.
Maafkan kami yang berlaku kurang ajar.”
“Tidak usah banyak cakap, setelah malam ini, kita akan lihat
kaum golongan lurus kalian apakah masih ada muka untuk berpikir menghalangi
jalan kami…hahahahha” kata Lo-Hoat-Ong dengan dingin.
Di lain saat, Lo-Tok-Ong telah melesat tinggi keatas sambil
mengerahkan ilmu andalannya: “‘Racun Bunya Mayat Hijau’ dan ‘Racun Kabut Iblis
Hitam””. Ilmu ini mengeluarkan bau yang busuk minta ampun serta sarat dengan
hawa racun yang amat kuat. Hebatnya
bukan olah-olah.
Melihat ini, ketiga Hwesio Sam-Sin-Hud ini segera bergerak
saling menempelkan tangan di punggung membentuk segi tiga. Dari tubuh mereka telah terpancar
lingkaran-lingkaran emas dari ilmu pusaka Ilmu Pengubah Raga tingkat kedua yang
dahsyat.
“Dhuaaaaarrrrrr……..!”
Blaaaaammmmm……!” Terjadi benturan susul menyusul yang sangat
dahsyat. Nyatanya walaupun dengan susah
payah, namun gabungan kekuatan Sam-Sin-Hud ternyata masih mampu menahan sama
kuat serangan tokoh sesat dari masa lalu tersebut.
***
Sementara itu Bu-Beng Kim-Hud yang sedang bersemedi ruang
tengah di temani Seng Lin-Hong juga merasakan kedatangan tamu tak di undang
dari arah utara. Ini di rasakan ketika
ada hawa pekat yang amat kuat di sertai hawa sihir yang amat kuat di iringi
suara tawa yang menyerang jantung bagaikan gugur gunung yang amat kuat terdengar
di sekitar mereka.
Meski demikian Bu-Beng Kim-Hud tetap tidak bergeming dari
tempatnya. Lain halnya dengan Seng
Lin-Hong. Gadis ini segera berdiri dan
memandang tajam kearah suara tersebut kemudian terdengar suaranya yang merdu:
“Ya-hengjin kurang ajar…jangan bertingkah di sini…” Gadis inipun sudah mengerahkan
Ang-In-Hoat-sut-I-Kang (Tenaga Jubah Sihir Awan Merah)nya untuk melawan
pengaruh ilmu sihir lawan yang belum terlihat itu. Hebat sekali gadis ini, sejak di sempurnakan
oleh Bu-Beng Kim-Hud dan Ciu-Sian Sin-Ci selama tiga bulan bahkan mendapat
pengoperan tenaga sinkang dari kedua tokoh itu telah mendongkrak kemampuan
gadis itu melewati kemampuan kedua Bulim Su-sian itu sendiri. Dan saat itu sang gadis menunjukkan kelasnya.
“Ihh…mustahil…!” suatu suara terdengar di iringi kemunculan
sosok tubuh seorang kakek berwajah pucat dengan jubbah berkabung. Kakek ini terkejut mendapati seorang gadis
muda yang halus, ternyata tidak berselisih jauh dengannya. Paling tidak satu tingkat di bawahnya.
“Omitohud!...malam-malam begini Lo-Hoat-Ong ada petunjuk
apakah berkunjung ke kuil ini?”
Terdengar gaung suara Bu-Beng Kim-Hud yang sudah berdiri memandang
kearah kakek berkabung ini.
“Hehehe…hidung kerbau busuk, kalian merencanakan untuk
menjadi penghalang rencana dan ambisi kami, dan sekarang masih berani bertanya
padaku? Bagero busuk…”
Tanpa menanti jawaban lawan, tiba-tiba Lo-Hoat-Ong
mengembangkan kedua tangannya. Seketika
tempat itu di penuhi oleh kilatan-kilatan hawa pukulan yang di lambari dengan
hawa sihir yang luar biasa kuatnya bagaikan jarring laba-laba yang mengurung dari
delapan penjuru. Itulah ilmu “Jerat
Sihir Iblis Berkabung” tingkat sebelas yang dahsyat.
Hawa pukulan yang di kerahkan Lo-Hoat-Ong menyerang Bu-Beng
Kim-Hud dan Seng Lin-Hong dengan dahsyat bagai air bah. Namun kedua orang inipun bukan jago-jago
kacangan. Meski Bu-Beng Kim-Hud
menyadari bahwa lawan kali ini masih merupakan tokoh sakti seangkatan di
atasnya yang setara dengan Dua Dewa Pulau Awan api, namun tidak menyurutkan
langkahnya. Sementara Seng Lin-Hong pun,
semenjak di sempurnakan oleh kedua tokoh Bulim Su-Sian ini mengalami peningkatan
yang amat luar biasa dengan ilmu-ilmunya.
Saat menghadapi serangan Lo-Hoat-Ong dengan tenaga
perlindungan dari ilmu Ang-In-Hoat-sut-I-Kang (Tenaga Jubah Sihir Awan Merah) yang di padukan dengan Ilmu Pengubah Raga
tahap dua yang di pelajari dari Bu-Beng Kim-Hud. sedangkan untuk menyerang gadis ini memilih
menyerang dari jarak jauh dengan Cui-Beng Chit-Seng-Khi (Hawa Tujuh Bintang
Pengejar Nyawa) dan ilmu Jari Pedang Pemotong Nadi yang di pelajarinya dari
Ciu-Sian Sin-Ci. .Demikianlah tiga tokoh
dari tiga zaman ini terlibat dalam pertarungan yang seru.
Sementara pertempuran berlangsung dengan seru. Tampak beberapa sosok bayangan telah hadir di
tempat itu. Yang pertama bukan lain
adalah Rasul Hukum Kerudung Hitam, bersama empat Hu-Hoat Mo-Kiong-Bun. Sedangkan yang muncul belakangan adalah dua
pemuda tampan yang sama-sama pesolek, yaitu Tabuli Chin serta Kao Cin Si
Pesolek Cabul Racun Mayat.
Sementara dari arah
tenggara berkelebat bayangan putih yang di ikuti oleh bayangan biru yang bukan
lain adalah Rasul Hukum Kerudung Putih dan Goat Hui-Hwa.
Kedua gadis ini berhadapan muka. Yang satu Nampak cantik dan agung yang satu
walaupun wajahnya tertutup kerudung, namun tidak menyembunyikan keindahan
bentuk tubuh yang menandakan bahwa dia juga seoprang gadis yang ayu.
Tanpa bicara kedua tangan Rasul Hukum Kerudung Putih segera
di putar cepat membantuk cakar dengan ilmu “Cakar Tulang Putih Beracun” yang di
lapisi tenaga sakti yang amat dahsyat.
Di lain saat dia telah menyerang Goat Hui Hwa dengan cepat.
Goat Hui Hwa segera menyambut serangan tersebut tak kalah
hebatnya, namun matanya yang tajam menangkap sesuatu yang ganjil dari kondisi
lawan. Serangan-serangannya amat ganas
namun tenaganya selalu lenyap tatkala berbenturan dengan tangannya. Hal ini membuatnya curiga.
“Hahahaha, agaknya
hari ini ada rejeki besar buatku dapat bertemu dengan perawan-perawan yang
elok..…” Terdengar suara Kao Cin
yang lantang dengan mata yang
berbinar-binar.
“Hehe, bukan hanya engkau sobat, akupun sudah lama mengejar
bidadari berbaju biru itu, bahkan hampir
dapat membekuknya tiga bulan lalu. Tapi
kali ini dia tidak akan lolos lagi.”
Suara Tabuli Chin menimpali dengan senang.
“Akh…apa kau berani dengan gadis itu, tampaknya dia bukan
ikan sembarangan…” kembali Kao Cin
menimpali untuk memanaskan hati rekannya.
“Huh, hebat apanya…sebentar lagi dia akan takluk di bawah
kakiku…lihat saja” setelah berkata
demikian Tabuli Chin melesat kearah pertarungan Goat Hui-Hwa dan Rasul Hukum
Kerudung Putih.
Dengan masuknya Tabuli Chin maka pertarungan jadi
berimbang. Seperti yang kita ketahui,
Goat Hui-Hwa secara kebetulan bertemu dengan nenek sakti yang ternyata adalah
Hiat-Khi Sian-Li. Selama tiga bulan
nenek sakti itu bukan hanya menyempurnakan ilmu-ilmu sakti yang sudah di miliki
oleh gadis ini sebelumnya, namun nenek itu juga mewariskan kedua ilmu
mujijatnya yaitu Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Pembetot Hawa &
Darah) dan “Ilmu Cermin Sakti Rembulan Petir” yang dahsyat. Bahkan terakhir nenek itu menyalurkan semua
hawa murninya ke tubuh gadis itu. Hingga
walaupun hanya tiga bulan saja, namun tingkat yang di miliki gadis itu tidak
kalah dengan sucinya Seng Lin-Hong.
Goat Hui-Hwa masih menggunakan ilmu Bu-Beng Goat-Kui-Ciang
(Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Bayangan) Ilmu It-Ci-Tok-Ciang (Pukulan Beracun
Satu Jari). Kedua ilmu yang telah di
sempurnakan ini sangat hebat sekali.
Seolah-olah Ang-I-Giam-Sian sendiri yang memainkannya. Ini adalah hal yang tidak di sangka oleh
Tabuli Chin sama sekali.
Sementara sambil bertarung Goat Hui-Hwa yang curiga atas
penyimpangan yang di lakukan Rasul Hukum Kerudung Putih segera menyalurkan ilmu
mengirim suara jarak jauh pada lawan. “Nona, apa maksud tindakanmu? Mengapa kau
mengalah?...”
“Haiiiiit…..!” Sambil
menyerang dengan lebih gencar dengan jurus pamungkas Cakar Tulang Putih
Beracunnya, Rasul Hukum Kerudung Putih menimpali dengan bisikan ilmu mengirim
suara pula: “Aku mengemban amanat
Sin-koko…kau harus berusaha melumpuhkan dan menawan aku…”
Kening Goat Hui-Hwa berkerut mencari kepastian. Suatu hal yang aneh dalam pikirannya, suatu
momok yang sangat getol selalu menyerang para pendekar mengaku sebagai
kawan. Sejenak ada keragu-raguan, namun
mendengar nama “Sin-Koko” di sebutkan dengan mesra oleh gadis itu memupus
keraguannya. Dia segera menambah
tenaganya memainkan kedua ilmunya dengan lebih hebat lagi.
Di sisi lain Rasul Hukum Kerudung Hitam bersama ke empat
Hu-Hoat telah terlibat pertarungan yang seru dengan seorang kakek yang
tertawa-tawa yang baru muncul yang bukan
lain adalah Ciu-Sian Sin-Ci.
Di tengah-tengah pertarungan yang seru ini tiba-tiba
terdengar suara tawa nyaring seperti burung hantu di tengah malam.
“Hoat-Ong segera selesaikan mereka, cukuplah uji coba malam
ini …”
“Hehehe…kita pergi tapi paling tidak harus ada
kenang-kenangan yang di tinggalkan…”
Sahut Hoat Ong sambil tertawa.
Saat itulah dia segera mengerahkan ilmu Jalur Sihir Iblis Berkabungnya
sampai tingkat ke duabelas. Kakek ini
memukul dengan pengerahan tenaga sepenuhnya kearah dua orang pengeroyoknya.
Bu-Beng Kim-Hud menancapkan kakinya dan mengerahkan seluruh
tenaganya untuk menyambut serangan tersebut.
Namun sebelum maksudnya dilaksanakan, sosok tubuh yang gemulai dengan
pengerahan jurus pamungkas dari Ang-In-Hoat-sut-I-Kang (Tenaga Jubah Sihir
Awan Merah) yang di padukan dengan Ilmu
Pengubah Raga tahap dua telah menyambut serangan tersebut.
“Omitohud, Jangaaaaan……..!”, “Jangan di sambut…!” Terdengar dua teriakan keras menggelegar yang
mencegah tindakan gadis itu. SAtu berasal
dari Bu-Beng Kim-Hud sedangkan yang satu lagi dari Ciu-Sian Sin-Ci yang baru
muncul dari arah barat. Namun,
Terlambat……
“Dhuaaaaarrrrrrrrr……………!”
Tubuh Seng Lin-Hong terlempar menubruk dinding ruangan dan
jatuh terkulai ke lantai.
“Hong-Cici…Aiiiihhhh!...” terdengar pekik nyaring dari
Goat-Hui-Hwa yang segera akan memburu ke sana.
Namun tubuh Tabuli Chin telah menghadangnya. Pemuda ini ingin memanfaatkan situasi guncangan
bati sang gadis untuk membekuknya.
Segera mengerahkan seluruh tenaganya dengan melancarkan Totokan Tiga
Jari-nya kea rah si gadis.
Namun biarpun harinya cukup kalut, tapi Goat Hui-Hwa tidak
kehilangan ketenangannya. Dengan
mengerahkan sepuluh bagian tenaganya, Tubuhnya tiba-tiba berputar seperti gasing
dan dengan suara melengking penuh kemarahan, kedua tapaknya menghantam
bersamaan kearah Rasul Hukum Kerudung Putih dan Tabuli Chin.
Rasul Hukum Kerudung Putih menghindar dengan melompat ke
belakang namun kalah cepat sehingga bahunya terpukul tapak itu yang membuatnya terlempar
tepat kea rah Ciu-sian Sin-Ci yang langsung menotoknya tanpa dapat di cegah
lagi. Sedangkan Tabuli Chin yang
berhadapan langsung, tidak sempat menghindar dengan sangat terpaksa dan wajah
pucat mengangkat kedua tangan menangkis
pukulan tersebut sehingga tubuhnya terlempar dengan luka dalam yang
cukup parah.
“Aiyaaaaa……. Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang (Pukulan Beracun
Pembetot Hawa & Darah)…!” Nona muda,
apa hubunganmu dengan Hiat-Khi Sian-Li?
Tiba-tiba terdengan bentakan Lo-Tok-ong yang tiba-tiba sudah berada di
ruangan tersebut. Melihat penampilan
kakak berwajah mengerikan ini yang tidak sempurna dapat di duga bahwa kakek ini
telah melewati pertarungan yang cukup berat dengan Sam-Sin-Hud. Meskipun akhirnya kakek ini dapat memukul
mundur mereka namun akhirnya dia juga tidaklah keluar dengan seratus persen
sehat.
“Beliau pernah memberi petunjuk padaku….Heiiiii apa yang kau
lakukan bangsat?...” Gadis yang sedang
menjawab pertanyaan Lo-Tok-Ong itu
tiba-tiba membentak kaget saat di lihatnya pemuda pesolek bermuka mayat sudah
menyambar cicinya dan berkelebat lenyap dari tempat tersebut. Hanya terdengar gema suaranya saja:
“Suhu aku bawa gadis ini, walau hidupnya hanya sebentar,
tapi tubuhnya terlalu saying untuk tidak di nikmati….hahaha….”
Goat Hui-Hong mengenjotkan tubuhnya untuk mengejar bayangan
pemuda itu. Saat itu pula dia merasakan
desakan hawa beracun mencicit tajam mengarah kepadanya. Pukulan itu dating dari Lo-Tok-ong. Cepat dia membuang tubuh kesamping sehingga
terhindar dari bokongan keji tersebut.
“Huh…sungguh memalukan seorang tokoh sesat melakukan
bokongan terhadap angkatan muda…!” Suara
hinaan ketus ini keluar dari mulut Ciu-Sian Sin-Ci yang merasa jengkel melihat
perbuatan Lo-Tok-ong tersebut.
Merah padam wajah Lo-Tok-Ong mendengar hal ini, namun begitu
orang tua ini tetap tertawa sinis kemudian bersiut nyaring. Sekejap tubuhnya berkelebat lenyap dari
tempat itu di ikuti oleh Lo-Hoat-Ong.
Meski begitu masih terdengar jelas suara Lo-Tok-Ong:…
“”Mengingat wajah gurumu Khi-Hiat Sian-Li, kami sudahi sampai di sini saja, tapi ingat…kami
pasti akan mencari orang tua bau tanah itu untuk melampiaskan dendam kami…”
Rasul Hukum Kerudung Hitam yang sempat memandang pada
rekannya si Rasul Hukum Kerudung Putih yang tertawan oleh Ciu-Sian Sin-Ci. Tatapannya penuh keraguan untuk mencoba merebut tawanan itu, apalagi
ketika di lihatnya enam bayangan orang telah muncul tiba-tiba di tempat tersebut. Akhirnya dengan tatapan berkilat, tubuhnya
melesat meninggalkan tempat itu dengan membawa Tabuli Chin pergi.
Enam bayangan bayangan yang muncul tiba-tiba itu empat
diantaranya muncul dari ruang belakang kuil adalah Sam-Sin-Hud yang tampak
terluka di damping oleh Hoat-Wan-Sian-To (Golok Dewa Pelaksana Hukuman) In
Hoat, salah satu dari Duta langit Thian-Tee Tok-Pay.
Semantara yang dua lagi yang muncul dari mengikuti Ciu-Sian
Sin-Ci adalah Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis) Jin Hui
dan Kwi-Beng Hek-Kong-Kiam (Pedang bersinar Hitam Pengejar Iblis) Kwie Chun.
“Aich…harap para ho-han
memaafkan kelancangan Siauli, namun siauli harus segera mengejar
penjahat yang membawa lari Enci Hong…”
Berkata demikian, gadis itu segera membalikkan tubuh untuk mengejar.
“Tahan….!” Tiba-tiba
terdengar suara Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis) Jin
Hui menahan kepergian gadis itu.
“Maafkan kami nona Goat Hui-Hwa, kadi kami sudah coba
mengejar tapi ada suara yang memperingatkan kami untuk tidak mengejar karena
nona Seng Lin-Hong di tangan yang aman.”
“Omitohud, nona Seng Lin-Hong terluka amat parah, siapakah
si penyampai pesan misterius itu…?” kali
ini Bu-Beng Kim-Hud yang bertanya.
“Hmm….Kami tidak melihat orangnya, namun kami sangat
mengenal suaranya dan kami yakin itu adalah ketua kami. Beliau juga mengatakan bahwa nona Goat ini
akan mendapat penjelasan dari nona Kang Hong-Ing…”
“Siapa itu nona Kang Hong-Ing?” Tanya Goat Hui-Hwa dengan wajah
penasaran…namun yang di pandang juga hanya saling menatap beberapa saat tanpa
jawaban yang pasti.
“Aku…!” Tiba-tiba
sebuah suara yang merdu terdengar memecah keheningan dan menggelitik di telinga
setiap orang. Otomatis semua mata di
hadapkan pada sesosok tubuh yang berdiri di luar lingkaran mereka.
Semua orang terbeliak dengan mata tak berkedip melihat sesosok
wajah ayu yang amat cantik. Sosok berjubah
putih yang tadinya tergeletak akibat terkena pukulan Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang
dan totokan dari Ciu-Sian Sin-Ci. Namun sosok
itu tampak berdiri dengan anggunnya tanpa ada tanda-tanda terluka sama sekali.
“Kauuu? Eh…Bagaimana
kau bisa sembuh dari pukulan Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang dan membebaskan diri dari
totokan Ciu-Sian Sin-Ci Lo-cianpwe?”
Semua orang mengarahkan pandangan ke tempat dimana tadi tubuh Duta Hukum
Kerudung Putih tergeletak kaku. Tampak
wajah-wajah kaget dan tertegun menatap sosok gadis yang berdiri dengan santai
sambil tersenyum memandangi mereka.
Sosok yang berdiri di tengah ruangan itu adalah seorang
gadis muda berusia delapan belas tahun.
Kerudung yang biasa di pakainya sudah di lepas sehingga semua orang bias
melihat wajah aslinya. Diam-diam semua
orang berseru kagum dalam hati. Gadis
itu memang cantik sekali. Kecantikannya
yang alami itu tidak di bawah Goat Hui-Hwa maupun Seng Lin-Hong.
“Namaku Kang Hong-ing.
Anak angkat Pangeran Kwan-Jit.
Memang secara umum siauli adalah Duta Hukum Kerudung Putih sekaligus
sebagai Ji Hu-Pangcu Mo-Kiong-Bun, namun aku juga adalah murid resmi dari
Sin-Hiat Sian-Li (Dewi Darah Gaib)…”
Tanpa di minta dua kali gadis itu memberikan penjelasan dengan suaranya
yang merdu.
“Hohoho…pantas saja kau bisa sembuh secepat ini, karena pada
dasarnya kau tidak terluka. Kau juga
pasti sudah menguasai Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib),
bukan…?” timpal Ciu-Sian Sin-Ci sambil
terkekeh.
Gadis berbaju putih itu hanya tersenyum saja tanpa
menjawab. Namun itu sudah cukup memberi
penjelasan bagi semua orang yang telah kembali berkumpul di tempat itu.
Sekilas Goat Hui-Hwa
tertegun mendapati kenyataan ini.
Apalagi mengingat sejak bentrokan mereka pertama tadi gadis she Kang di
depannya tadi tidak sungguh-sungguh menempurnya. Bahkan dalam bisikan tadi yang menyebuh nama
Sin-Koko dengan mesra, dia merasakan kalau gadis berjubah putih itu mengenal
baik “suami”nya itu…
Setelah menguasai dirinya sejenak. Goat Hui-Hwa melangkah maju ke hadapan gadis
ayu itu dan langsung menyambar jari-jari kedua tangan Kang Hong-ing dan berkata
dengan suara lembut yang menggetarkan hati semua orang yang ada di ruangan itu:
“Baiklah adikku yang manis, kita ini dua gadis dewasa yang
tidak banyak terikat peradaban yang kaku, kau seorang gadis yang amat elok dan
menawan ini menyebut Sin-koko dengan nada yang mesra, itu saja sudah cukup
membuatku percaya bahwa kau memang di utus olehnya dan pastinya ada banyak
rahasia yang hendak kau sampaikan, bukan?
Namun sebelum kau menyampaikannya, encimu ini ingin sekali mengetahui di
manakah Sin-koko berada saat ini...kau tentu tahu bukan?”
Mata Kang Hong-Ing yang berbinar tiba-tiba jadi sendu
menatap bola mata gadis cantik di hadapannya: “Hwa-cici yang baik, engkau
sungguh seorang wanita pilihan yang tidak ada duanya. Tadinya siauli telah meminta sin-koko
memberikan sesuatu agar cici percaya namun dia bilang bahwa Hwa-cici adalah
seorang yang berwawasan luas dan matang dan akan percaya padaku, ternyata aku
benar telah membuktikan hal ini. Sebelum
siauli menjawab, mohon terimalah baktiku sebagai seorang adik.” Tanpa dapat di cegah gadis itu mencium kedua
tangan Goat Hui-Hwa dengan mesra.
Goat Hui-hwa meraih bahu Kang Hong-Ing dan merangkulnya
dengan erat. Setelah itu mendorongnya
sehingga kembali mereka saling tatap dengan mesra. Entah apa yang di pahami hati mereka berdua,
hanya mereka sendiri yang tahu. Walaupun
hanya melalui tatapan mata, namun itu sudah melebihi seribu ungkapan sekalipun.
Perbuatan kedua bidadari cantik ini sungguh membuat
orang-orang yang ada di dalam ruangan itu melongo beberapa saat lamanya. Bagaimana tidak mereka yang tadinya musuh
bebuyutan, dalam beberapa detik saja sudah berubah sebutan bahkan berlaku mesra
bagaikan kakak beradik sehidup semati.
Tak lama kemudia terdengar suara Kang Hong-Ing yang merdu menjawab pertanyaan tadi:
“Bu-Beng lo-cianpwe, dapatkah kita perkecil ruang lingkup
pembicaraan ini?...maaf bukan apa-apa, siauli hanya tak ingin bila terlalu
banyak telinga akan sangat membahayakan nyawa ratusan rekan-rekan
seperjuangan. Gadis itu bertanya pada
Bu-Beng Kim-Hud.
Tokoh Bulim Su-Sian ini maklum bahwa sesuatu yang akan di
sampaikan ini pastilah sesuatu yang sangat penting. Segera dia memandang semua orang yang hadir
dan berkata:
“Cuwi yang terhormat, malam ini kita baru saja menghadapi
pertempuran besar. Yang jika menilik
perkataan Lo-Tok_ong tadi, ini adalah upaya mereka untuk mengukur kekuatan dan
memukul mundur mental kita. Kekuatan
kita agak sedikit goncang, tapi bukan berarti kita telah hancur. Kita tetap akan terus melaksanakan pertemuan
besok dengan kepala tegak…mohon cuwi sekalian bisa beristirahat untuk
mempersiapkan diri sementara yang lainakan membantu merawat yang terluka…kami berjanji,
setelah mala mini cuwi akan mendapat penjelasan yang memuaskan tentang
keberadaan nona Hong ini.”
Semua orang mengangguk-angguk, tak lama kemudian mereka
telah bubar ke tempat beristirahat masing-masing
yang sudah di sediakan. Yang masing
tinggal hanya para ciangbunjin 9 partai besar dan Chit-Pai Chit-Cu. Bu-Beng Kim-Hud kemudian menatap gadis yang
menyebut dirinya Kang Hong-Ing tersebut.
Yang di tatap hanya tersenyum manis saja kemudian mengalihkan
pandangannya pada Goan Hui-Hwa.
“Hwa-cici, sosok Pemuda yang melarikan Hong-Cici tadi adalah
Pesolek Cabul Racun Mayat yang amat
terkenal keganasannya terhadap para wanita….”
“Aiihhh, apa maksudmu
Ing-Moi? …” Tanya Goat Hui-Hwa dengan tatapan menyelidik. “ bukankah itu berarti musibah bagi
Hong-cici…?”
“Malah sebaliknya Hwa-cici, rasanya tidak ada orang lain
yang dapat menyembuhkan dan merawat Hong-cici yang sedang terluka sebaik pemuda
itu…karena sosok Pesolek Cabul Muka Mayat yang asli sudah mati tiga bulan lalu
sedangkan yang kalian lihat tadi itu sesungguhnya ADALAH SAMARAN SIN-KOKO…?”
“HAAAAAHHHH……???”
Serentak terdengar seruan kaget di sana-sini….
Bersambung…