Laman

Selasa, 16 April 2013

16. Pesolek Cabul Racun Mayat

Hong Sin terkejut.  Ini adalah suatu kekuatan yang mengerikan, jauh lebih kuat dari penggabungan ketujuh partai besar sekalipun. 
“Secara diam-diam Subo dan aku telah mengumpulkan bekas pengikut subo yang masih taat padanya.  Mereka inilah yang bergerak dari dalam yang hingga saat ini sudah menguasai sepertiga kekuatan yang ada.  Akhir-akhir ini murid murtad itu rupanya telah mencium adanya gerakan kami.   Kami tahu sampai saat ini dia belum berani bertindak apa-apa.  Namun ada dua jagoan khusus yang bekerja khusus untuk mencari dan mengeksekusi orang-orang yang di curigai…”  Gadis itu berhenti sejenak sambil menatap Hong Sin…kemudian melanjutkan…
“Mereka berdua memiliki kekuatan yang hebat dan mereka memiliki hak untuk masuk ke mana saja di Mo-Kiong-Bun dengan leluasa… Kau akan membantu kami secara diam-diam untuk menghadapi salah satu dari kedua jagoan ini, yaitu si Rasul Hukum Kerudung Hitam …”
Belum sempat gadis itu membuka melanjutkan, tiba-tiba terdengar melesat bayangan hitam dan bentakan mengguntur?...”
“Perempuan jalang, murid murtad, kiranya kau adalah seorang perempuan murahan dan seorang pengkhianat...!  Hehehe, sekarang tertangkap olehku kau takkan lolos lagi dengan seenaknya…”
Serentak kedua orang muda itu membalikkan tubuh.  Hong Sin mendengus dingin, sedangkan si gadis terkejut.  Mereka sadar, kewaspadaan mereka berkurang.   Di hadapan mereka terlihat seorang pemuda berusia tigapuluh tahun.  Wajahnya tampan namun pucat dengan mata bersinar-sinar jalang.  Sepasang tangannya berwarna Hitam dan hijau yang menyiratkan dua macam bau, yaitu bau kembang mayat dan bau amis kuburan tanda memiliki kadar racun yang ganas.
 “Siapa cacing pita jelek ini?...”  tanya Hong Sin sambil berbisik.
“Dia adalah murid dari Lo-Tok-Ong yang baru di angkat sebagai Ngo Hu-Hoat, julukannya adalah Pesolek Cabul Racun Mayat, Kao Cin…”
Hong Sin melangkah maju menyambut lawan namun baru hendak melangkah, lengan kanannya telah di pegang oleh Kang Hong Ing, yang segera berbisik....
“Sin-Koko, biar ku tangani yang satu ini, kau lihatlah di sekeliling kalau-kalau ada mata dan telinga yang bersembunyi…!”
Hong Sin memandangnya dengan khawatir: “Kau yakin dapat mengatasinya…?”
“Hih, kau terlalu meremehkanku, walau aku ada hubungan seperguruan dengannya namun bukankah aku Ji Hu-Hoat sedangkan dia hanya Ngo-Hu Hoat saja?...”  Berkata demikian gadis itu maju ke depan lawannya.
“Suheng, kau berani memata-mataiku…apa maksudmu…?”  Wajah Kang Hong Ing berubah jadi sedingin es.  Matanya bersinar mencorong tajam membuat lawan ragu-ragu sejenak.
Sambil tertawa mengejek Kao Cin menyahut: “Hmmm…sumoi, sebentar lagi kau akan menikah dengan Bong-suheng, tapi kau berani pat-gulipat dengan orang lain di tempat sepi seperti ini…sekarang aku memiliki alasan untuk menghukummu.  Lihat saja, kau akan ku tangkap dan ku perkosa kemudian akan ku serahkan pada suhu untuk di hukum…hahahaha”
Wajah gadis itu menjadi kelam menahan kemarahan.  Namun demikian bibirnya masih tersenyum dingin: “Hih, aku tau kau sudah lama menginginkanku bukan? Tapi sayang, kau terlalu pengecut sehingga tidak berani dan hanya menggigit jari saja saat melihat perjodohanku dengan suheng-mu, tapi kau salah…aku sama sekali tak tertarik pada kalian berdua...”  Gadis itu mengerahkan dua per tiga tenaganya keseluruh tubuh.
“Hohoho, kau kira aku takut dengan ‘Ilmu  Cakar Tulang Putih Beracun’mu?...Baik, mari kita coba dengan ‘Racun Bunya Mayat Hijau’ dan ‘Racun Kabut Iblis Hitam” milikku…”  Kao Cin lalu menyerang dengan sengit.  Dari kedua lengannya mengeluarkan tenaga-tenaga mujijat beracun mematikan berwarna hijau dari ilmu ‘Racun Bunya Mayat Hijau’.  Sementara Kedua lengan Hong Ing mengeluarkan sinar putih keperakkan membentuk cakar dengan kuku-kuku yang tajam menyengat menyambut pukulan-pukulan suhengnya.
Lewat duapuluh jurus keadaan mereka masih seimbang, ini membuat Kao Cin semakin marah.  Apalagi saat di lihatnya pemuda yang di anggap memelet sumoinya itu berlalu dari situ tidak tahu kemana.  Dia lalu menambah tenaganya sambil membentak: “Hah, ‘Cakar TulangPutih Beracun’mu memang hebat sumoi, namun bagiku bukanlah apa-apa…Heeaaaaahh…” 
Kali ini dia menyerang lebih sungguh-sungguh dengan pengerahan sepenuh tenaga.  Tubuhnya berkelebat dengan kedua lengan menghantam bertubi-tubi ke seluruh bagian tubuhnya dengan pengerahan dua ilmu beracun yang berbeda sekaligus.
“Hehehe…lihatlah, tak lama lagi kau akan takluk…”
“Huh, aku memang baru di angkat sebagai murid oleh Lo-Kwi-Ong dan belum banyak belajar darinya, namun kau bukanlah lawanku…jagalah …”  Gadis itu memekik tinggi.  Tubuhnya seketika melesat ke atas setinggi tiga tombak dan menukik dengan deras.  Seketika dari tubuhnya keluar sinar pekat kemerahan yang mengelilingi seluruh tubuh.  Dan saat masih di udara itu bayangan tubuhnya terpecah menyerang dari empat penjuru dengan pukulan dan tendangan yang mematikan yang di lambari sengatan-sengatan hawa pekat yang membuat darah lawan bergolak kental tak tentu dan serasa mengering.
“Iiiikhhhh… Sin-Hiat Im-Tok-Khi-kang (Hawa Racun Dingin Darah Gaib)…Kau…kauuu…?” Pemuda tampan berwajah pucat tersebut kaget setengah mati menyaksikan pukulan sakti yang legendaris itu di kuasai oleh gadis itu ini dan sekarang dikerahkan untuk menyerangnya.  Namun tak dapat dia berpikir banyak…dengan mengerahkan seluruh kekuatannya untuk membuat pertahanan.  Pengerahan ilmu ‘Racun Hijau Bunya Mayat’ dan ‘Racun Hitam Kabut Iblis” sampai titik puncak membuat tubuhnya di tutup oleh hawa pekat hijau-hitam yang melindungi diri. 
Namun sekuat apapun dia coba bertahan, tetap kalah tenaga dan kalah mutu ilmunya hingga suatu saat… “Dheesssshh….Huaaaak…?” Tubuhnya terlempar ke belakang menabrak pohon.  Tubuhnya terduduk dengan luka dalam yang parah.  Sementara dari bibirnya mengalis darah segar. 
Kao Cin bangkit berdiri dengan wajah menahan kesakitan.  Matanya yang jalang melirik kesana-kemari sesaat kemudian tiba-tiba dia membanting lima buah granat asap hitam ke sekelilingnya, sehingga daerah seluas sepuluh tombak itu tertutup asap hitam.  Menggunakan kesempatan ini tubuh Pemuda Pesolek pucat itu menyelinap untuk melarikan diri.  Namun baru saja tubuhnya keluar dari kepulan asap, tiba-tiba…
“Maaf sobat, urusan kita belum selesai…”  Serangkum hawa padat seperti tembok menghadang di depannya sehingga dia tidak dapaat maju.  Segera di kerahkan tenaga namun dia malah terpental balik.
“Apa maumu? Kita tak berurusan apapun…jangan campuri urusanku?”  Cepat pemuda pesolek ini memaki pemuda yang di lihatnya bersama-sama dengan sumoinya tersebut.
Hong Sin menatap tajam pemuda pesolek muka pucat tersebut: “Aku tidak suka membunuh, tapi kali ini kau telah menimbulkan urusan yang membahayakan, maka ku beri kau empat puluh jurus untuk mengalahkanku.  Jika kau dapat menjatuhkanku, kau boleh pergi tapi jika tidak aku akan mengambil kedua lenganmu, bagaimana…?”
“Sin-Koko, orang ini sangat berbahaya bila di biarkan, biar ku selesaikan…!”  Kang Hong Ing berkata cepat mencegah kekasihnya, namun Hong Sin mengangkat tangan memberi isyarat gadis itu untuk diam di tempat.
Melihat ini Kao Cin tersenyum mengejek:  “Kau yang mengatakannya, jangan salahkan aku bila kau mampus percuma…Heeeeaaaatt…”  Pemuda itu menyerang dengan sepenuh tenaga. Sambil mengerahkan semua ilmu-ilmunya. 
Hong Sin bertindak sebat. Dengan mengerahkan Ilmu Ajaib Hun-Khai Kian-Kun-Tin (Ilmu Barisan Membuka & Menutup) dia berkelebatan menghindar kesana-kemari tanpa dapat di sentuh oleh Kao Cin, sementara bertarung dia mengerahkan Sim-Khe (Cermin Hati)nya. 
Kang Hong Ing tadinya mengerutkan kening melihat tingkah pemuda pujaan hatinya, namun setelah di perhatikan, ternyata mata pemuda itu bersinar-sinar aneh mengamati setiap gerakan si Pesolek Cabul Racun Mayat tersebut, diam-diam dia berpikir:
“Ahh, apakah Sin-Koko sedang mempelajari  jurus-jurus manusia busuk ini?...tapi untuk apa? Bukankah kepandaiannya jauh lebih tinggi?...aneh…”
Sampai lewat empatpuluh dua jurus Kao Cin menyerang tanpa henti dengan jurus-jurus terhebat yang dia kuasai akhirnya dia berhenti dengan nafas ngos-ngosan, maka sahutnya dengan gusar:
“Bangsat, apakah kau hanya pandai menghindar saja? Majulah dan sambut seranganku kalau berani?...” 
Hong Sin tertawa: “Hehehe, baiklah, masih ada tiga jurus lagi, aku pasti akan memuaskan hatimu, silahkan…” 
Sambil menggembor marah, Kao Cin menyerang dengan sepenuh tenaga dengan kedua pukulan saktinya yang di pukulkan dengan sepenuh tenaga kearah lawan .  Sebentar saja tempat itu penuh dengan bau busuk dan bau mayat yang memuakkan.  Hong Sin mengulurkan tangan menyambut kedua pukulan itu. 
“Heh…kau….Kau?”  Terlihat ekspresi kaget dan ketakutan dari mulut Pesolek Cabum Muka Mayat tersebut.  Tubuhnya bergetar hebat tanpa mampu melepaskan diri dari telapak lawan yang menempel bersilangan di pada kedua telapak tangannya dan tak lama kemudian pemuda itu terlempar dengan lengan sebatas sikut yang sudah mengering tinggal tulang, mati!
Hong sin menggerakkan kedua lengannya yang tiba-tiba telah menjadi hijau dan hitam, setelah mengatur posisi sebentar dia kemudian memainkan ilmu-ilmu yang di kerahkan Kao Cin tadi, makin lama-makin cepat dan lebih dahsyat dari yang di miliki Kao Cin sendiri.  Saat dia berhenti, Hong Ing mendekatinya.
“Sin-Koko, apakah kau yakin dengan apa yang akan kau lakukan ini?...”
Hong Sin tersenyum memandang gadis cantik itu: “ing-moi, walau mengandung resiko namun lebih baik daripada bersembunyi bukan?...lagi pula orang ini mempunyai akses bukan hanya Mo-Kiong-Bun, tapi juga Giam-Bong-Kok…aku hanya perlu mempelajari kebiasaannya saja…”
Gadis itu tak membantah.  Bibirnya yang mungil bersiut panjang pendek dengan getaran yang rendah.  Beberapa saat kemudian muncul seorang wanita paruh baya berusia empat puluh tahun dari balik air terjun.  Hong Ing memberi tanda pada mayat Kao Cin, kemudian menunjuk pada Hong Sin.  Wanita itu mengangguk kemudian mengangkat tubuh Kao Cin dan membawanya pergi. 
“Ing-moi, tadi kau baru mengatakan tentang si Rasul Hukum Kerudung Hitam, bagaimana dengan yang satu lagi…siapakah dia?” Hong Sin berkata dengan suara lembut.
Gadis itu terdiam mulutnya terkunci.  Kedua matanya yang bening menatap sang pemuda dengan tatapan sejuta rasa…sejenak kemudian dia tertunduk menatap tanah di depannya sambil tangannya memainkan ujung rambutnya.  Akhirnya dengan suara berat dia berkata perlahan:
“Dia…ada di depanmu, Sin-koko…!”
“Apa???...”
“Benar, Akulah si Rasul Hukum Kerudung Putih…!”  Kata gadis itu sambil menatap Hong Sin dengan tajam.
Tak lama kemudian Wanita setengah baya tadi sudah keluar lagi dari balik air terjun.  Di tangannya ada seperangkat pakaian baru yang sama seperti milik Pesolek Cabul Muka Mayat dan di atasnya ada topeng dari kulit tipis yang di ambil dari wajah si pesolek tersebut.  Tak lama kemudian mereka mendandani Hong Sin.
Kang Hong Ing terus memandangi pemuda itu sampai dia berubah sama sekali.  Setelah selesai Hong Sin bergerak-gerak menirukan gaya bicara, suara, tatapan dan lagak si pesolek cabul dengan sempurna sekali sampai Hong Ing terbengong-bengong. 
“Apakah kau akan tetap melakukan peran ini?” Katanya perlahan
“Dengan cara yang licik, Giam Bong-Kok berusaha menanamkan pengaruhnya di Mo-Kiong-bun, tak nyana akhirnya membuka jalan baik bagi kita…ini adalah senjata yang paling baik untuk saat ini”  Seru Hong Sin dengan gembira.
“Benar Sin-Koko, tapi mengapa harus orang ini? Mengapa bukan yang lain saja…?”  desak gadis itu.
“Eh, apa maksudmu Ing-moi? Memangnya ada apa dengan dia?...” Hong Sin balik bertanya dengan alis berkerut.
Hong Ing melirik dengan tersenyum aneh memandang wajah pemuda itu yang terbengong itu, kemudian membalikkan tubuh dengan gemulai sambil berjalan kearah goa air terjun di iringi dengan tatapan tak mengerti oleh Hong Sin.  Setelah lima langkah terdengar suara gadis itu yang perlahan namun pasti, menghentak kesadaran pemuda itu kea lam nyata…
“Karena dia adalah pria cabul, tukang perkosa wanita, sedangkan kau tak ingin mengecewakan enci Goat, bukan?… nah jika kau gagal meniru kesukaan utama bangsat ini, mereka tentu akan mudah mengetahui jejakmu…” 
“Ehhh…???” Hong sin terdiam seribu bahasa sambil menatap bengong kearah gadis cantik itu.
***

15. Pewaris Sin-Hiat Sian-Li

“Tidak sulit untuk bertemu dengan kakakmu, jika kau ikut, mungkin beberapa masalah akan terjawab dengan sendirinya...”
“Hemm, ini tampak terlalu mudah bukan?!” Kembali Hong Sin mengguman perlahan sambil menatap tajam penuh selidik ke arah gadis itu.
“Maaf, aku tidak dapat memberitahu lebih!...kecuali jika kau ikut aku menemui seseorang…”
“Baik, sudah sejauh ini, silahkan nona tunjukkan jalan…”
Gadis itu tersenyum senang dengan mata yang berbinar, semua keangkuhannya tadi seketika sirna. Setelah menatap pemuda tersebut tengan tatapan yang dalam penuh arti, dia bertepuk tangan. Saat itu juga lantai di sebelah kanannya terbuka dan muncullah dua raut wajah dengan dandanan yang mengejutkan Hong Sin. Pemuda itu melihat seolah-olah dirinya dan diri gadis itu seperti menghadap cermin saja.
“Apa maksud semuanya ini?” Tanya pemuda tersebut.
Gadis itu tidak menjawab, melainkan membungkuk pada kedua orang yang ternyata adalah kembaran Hong Sin dan kembarannya sendiri tersebut: “Paman Kuo dan bibi An, maaf harus merepotkan kalian untuk waktu yang lama…?”
Hong Sin Tetiron itu hanya mengulapkan tangan saja sambil berkata: “Pergilah kalian, urusan di sini biar kami tangani…!”
Gadis itu memberi tanda pada Hong Sin untuk mengikutinya, maka berkelebatlah tubuh mereka berdua memasuki jalan rahasia yang terbuka tadi.
***
Ruang rahasia itu menjorok ke dalam bumi dengan dalam sekali. Mereka berjalan hamper tiga jam melewati berbagai lorong sempit yang berliku-liku yang hamper sama semua. Beberapa saat kemudian tibalah mereka di depan sebuah pintu batu pualam putih, gadis yang cantik menggiurkan itu berhenti dan menjura. Sementara Hong Sin hanya memperhatikan dari belakang tanpa bersuara.
“Ing-Ji bersama Hong-Siauhiap menghadap Subo yang mulia, mohon bertemu…!”
Setelah beberapa saat gadis itu menunggu, tak lama kemudian terdengar derak halus ketika pintu batu itu bergeser tiga inchi ke samping. Tidak besar, mungkin hanya cukup di masuki tubuh gadis itu jika dia berjalan miring. Tiba-tiba terdengar suara serak yang nyaring menjawab: “Masuklah kalian…”
Sambil tersenyum Gadis itu memberi tanda pada Hong Sin untuk masuk sementara tubuhnya sendiri sudah menyelinap menghilang di balik pintu. Hong Sin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal melihat lakon ini. Pintu yang sempit itu memang dapat di masuki oleh si gadis tapi tidak cukup lebar untuknya yang tubuhnya yang lebih besar dari si nona Ing tersebut. Tahulah dia bahwa tuan rumah hendak mengujinya. Maka sambil tertawa dalam hati pemuda itu menyelinap masuk. Dia mengerahkan ilmu Sia-Kut-Kang (Ilmu melemaskan Tulang) dan menelusup masuk melalui pintu sempit tersebut.
Hong Sin menemukan sebuah kamar batu yang cukup luas. Di ruangan itu hanya terdapat sebuah dipan batu yang sudah berlumut dan sebuah meja batu. Pemuda itu melihat si nona berlutut di depan pembaringan sedang di atasnya terlihat seorang nenek tua yang keriput, bisa di perkirakan berumur di atas seratus tahun.
Yang luar biasa adalah keadaan nenek ini. Kedua kaki dan tangannya sudah putus sampai sebatas siku. Tubuhnya kurus kering, namun memiliki sinar mata yang tajam, Hong Sin menundukkan wajahnya dan memberi hormat:
“Wanpwe, Hong Sin memberi hormat pada cianpwe yang mulia…”
“Hikhikhik, Ing-Ji inikah pemuda yang katamu menjadi murid dari dua siluman di Pulau Awan Putih?” Mata nenek itu dengan sinar tajam menatap Hong Sin penuh selidik.
Mendengar kedua gurunya di maki sebagai “Dua Siluman”, pemuda itu jadi tidak enak hati dan mendongkol. Mulutnya memang membungkam namun sinar matanya tiba-tiba memancarkan sinar mencorong tajam yang tak kalah anehnya dari milik si nenek, walau hanya sekejap saja.
“Aiiihhhh…bagus-bagus! Tampaknya kedua bangkotan itu memang telah mempersiapkanmu dengan cara yang luar biasa sekali…” Nenek itu terkejut melihat sinar mata yang di tunjukkan oleh Hong Sin walau hanya sekejap saja, tajam namun bagaikan samudra luas yang tak bertepi. Sekejap saja nenek ini sudah dapat meraba ketinggian tenaga dalam si pemuda.
“Dengar orang muda, tahukah kau siapa aku?...”
“Jika wanpwe tidak keliru, locianpwe yang mulia adalah Sin-Hiat Sian-Li yang mengangkat nama jauh sebelum Bu-Lim Su-Sian…” Kata Hong Sin singkat.
“Bagus, kau ternya ta tidak bebal. Nah sekarang dengarkanlah baik-baik cerita singkat yang akan ku ceritakan ini. Aku dan Hiat-Khi Sian-Li adalah cikal bakal pendiri dari Mo-Kiong-Bun ini. Selama puluhan tahun Mo-Kiong-Bun tidak pernah kami ijinkan keluar karena sedang kami persiapkan untuk suatu maksud tertentu. Sampai pada suatu hari kami menemukan seorang anak perempuan berusia empat belas tahun yang terluka parah oleh racun yang dahsyat. Kami berdua lalu membawa pulang anak itu dan mengambilnya sebagai murid. Sehari-harinya anak itu menunjukkan perangai yang baik sehingga kami makin menyayanginya dan tidak curiga, namun begitu meski semua ilmu kami kami telah ajarkan padanya,namun kami tetap tidak dapat mengajarkan ilmu andalan kami yang paling hebat, yaitu Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib) milikku dan Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Pembetot Hawa & Darah) milik Hiat-Khi Sian-Li, hal ini di sebabkan sumpah kepada leluhur kami bahwa saat kami menurunkan ilmu ini pada seorang murid maka saat itulah hari kematian kami…”
Nenek itu berhenti sejenak kemudian melanjutkan: “Mungkin karena sakit hati, maka murid kami itu merencanakan makar dengan bantuan seorang iblis yang di sebut Manusia Topeng Emas. Sayangnya kami terlambat mengetahui akan rencana busuknya tersebut karena tanpa kami sadari dia telah mencampurkan makanan kami dengan racun yang tidak berbau dan berwarna yaitu Racun Pembeku Darah, yang merupakan satu-satunya racun warisan guru kami sang dapat menandingi kami. Sebenarnya racun itu dapat kami hindari kalau saja kami menyadarinya lebih cepat, tapi sayang kami terlambat dan kami kehilangan setengah bagian tenaga kami. Waktu itulah murid murtad ini menyerang sehingga kami terpaksa melarikan diri dan bersembunyi..,” Setelah bercerita demikian nenek itu tersegal-segal dengan muka merah menahan kemarahannya.
“Subo, tahanlah amarahmu, ini tidak baik untuk kesehatanmu…” Suara Nona Ing memperingatkan gurunya dengan nada khawatir. Saat menatap wajah muridnya yang penuh kasih sayang tersebut, akhirnya luluhlah amarah nenek itu.
Hong Sin menyimak dengan penuh selidik. Dalam hatinya mengutuk kekejian murid murtad itu.
“Maaf locianpwe, kalau boleh tahu siapakah murid murtad yang anda maksudkan itu? Dan di mana aku dapat menemukan dia?”
“Untuk yang satu itu nanti kau tanyakan saja pada Ing-Ji, hanya aku mempunyai dua permohonan besar padamu dan ku harap kau dapat mengabulkannya….”
“Ini adalah suatu kehormatan yang besar dan teccu akan berusaha melakukannya asalkan tidak melanggar norma-norma kebenaran…Cuma teccu tidak terlalu yakin karena musuh tampaknya terlalu kuat dan teccu belum pernah bertarung secara langsung dengan mereka?” Sahut Hong Sin dengan gagah sambil membahasakan diri ‘teccu=murid’”
“Hihihik, kedua kakek bangkotan di Pulau Awan Api pasti tidak salah memilih murid, kalau tidak pastilah mereka itu terlalu ceroboh dan goblok berani mewariskan semua ilmu mereka hanya pada satu orang saja. Jika orang itu bukan orang yang bersih bukankah akan menjadi bencana bagi dunia persilatan?...hehehe kau jangan cemas muridku pasti akan membantumu sekuat tenaga…”
“Baiklah locianpwe, teccu akan berusaha sekuat tenaga, katakanlah apa yang harus ku kerjakan?”
“Hikhikhik…Bagus…bagus, dengarkanlah permintaanku yang pertama adalah kau harus membantu membersihkan Mo-Kiong-Bun dan menyeret murid murtad itu kehadapanku, dan jika aku sudah mati kelak maka kau harus mencuci bong-paiku dengan darah manusia keparat itu, sanggupkah kau?...”
“Hong Sin menganggukkan kepala: “Teccu sanggup dan teccu akan berusaha sekuat mungkin…”
“Bagus, dan yang kedua adalah mengenai muridku ini…” Sejenak nenek itu melirik muridnya dengan senyum aneh sehingga nona itu tersipu malu menundukkan kepala.
“Hihii Ing-Ji muridku…kau jangan malu-malu, meskipun kau tidak mengatakannya namun gurumu ini tahu maksud hatimu…” kata nenek itu sambil tertawa.
“Akhh…subo sungguh terlalu…” Wajah gadis ini bersemu merah sehingga makan menambah kecantikannya yang alamiah dan menggairahkan. Tentu saja Hong Sin mengerutkan kening karena tak mengerti dengan pembicaraan yang di anggapnya aneh itu.
Nenek itu kembali menatap Hong Sin dan berkata dengan suara kereng: “Anak muda, muridku ini adalah anak ke Sembilan dari pangeran Kwan Jit. Untuk menciptakan hubungan yang baik dengan pangeran Kwan Jit, di ambil murid oleh Lo-Hoat-Ong, hingga suatu hari dia bertemu denganku dan menjadi muridku. walaupun begitu dia memiliki hati yang baik dan menentang semua kejahatan, itulah sebabnya aku mengambilnya sebagai murid secara diam-diam. Kalau selama ini dia terlibat di dalam Mo-Kiong-Bun dan terlihat kejam sebagai Ji Hu-Hoat adalah karena aku yang menyuruhnya untuk menyusup ke Mo-Kiong-Bun…”
“Ahh, bukankah ini akan sangat berbahaya sekali jika jejaknya di ketahui?’…’ Sahut pemuda ini dengan nada khawatir dan hal ini menyejukkan hati si gadis.
“Hmm, Jangan khawatir, Mo-Kiong-Bun juga mempunyai hubungan kerjasama dngan Pangeran Kwan Jit sehingga Manusia Bertopeng Emas juga melatih Ing-Ji. Dan gadis ini sangat cerdik sekali hingga dapat menyembunyikan jejak ilmu-ilmu yang di pelajarinya dari Lo-Hoat-Ong dar dariku. Nah permintaan ku kedua adalah agar supaya kau menyayanginya dan tidak menyia-nyiakannya selamanya, sanggupkah engkau?...”
Hong Sin terkejut, wajahnya menjadi merah. Diam-diam dia menyalahkan kebodohannya sendiri yang tidah hati-hati berjanji pada orang. Sambil melirik sekejap pada nona yang tertunduk malu dia berkata dengan perlahan: “Ba..baik locianpwe, teccu berjanji akan manyayanginya dan menganggapnya sebagai…sebagai…adik!”
“Aiiihhhh…” Gadis itu mendesah kecil dengan sinar mata kecewa.
“Goblok, bukan maksudku supaya kau menganggapnya sebagai adik, lagi pula hatinya takkan kesudian untuk kau anggap sebagai adik…kau harus mengambilnya sebagai istri, itu baru benar…!”
Wajah Hong Sin jadi pucat dan tergagap: “Ta..tapi…ini? Aaahhh…bagaimana bisa begini?...”
Paras wajah nenek itu berubah merah, suaranya mulai membesar; “Kau mau menolak muridku? Kurang apa dia? soal cantik? Dia melebihi bidadari…soal tubuh? Dia perawan ting-ting tulen, punya dua kelapa yang kencang, pinggang padat dan temontok yang pernah ada, kau pasti akan mabuk kepayang di buatnya…soal kepandaian? Jangan khawatir, aku akan membekalinya dengan lebih baik lagi …nah berani sekali saja kau meremehkannya, aku akan mengadu nyawa denganmu..jawablah?” Nenek itu berteriak-teriak tak karuan sehingga membuat sang gadis tambah malu.
Wajah pucat pemuda itu memerah seperti kepiting di bakar, tingkahnya gelagapan . Akhirnya setelah menarik nafas panjang dia berkata perlahah: “Locianpwe, mohon maafkan…! Bukan maksud teccu memandang rendah hal ini. Nona Ing adalah seorang wanita yang amat cantik, sungguh beruntunglah seorang pria yang dapat mempersuntingnya, tapi…”
“Subo, Hong-Siauhiap sudah mempunyai dua kekasih yang lebih cantik dan menarik…” Tiba-tiba nona Ing menyela dengan suara angkuh untuk menghilangkan rasa malunya.
“Huh, mana ada orang lain yang lebih cantik dari muridku! Ing-Ji, ku perintahkan sekarang juga pergi untuk mencari kedua gadis itu dan menyeret mayat mereka kesini…kalau mereka mati, tidak ada halangan lagi bagi mu bukan?”
“Maaf, tidak tepat apa yang di katakan oleh nona Ing, sesungguhnya nona Ing mengetahui bahwa teccu sudah memiliki seorang istri …itulah sebabnya teccu tidak dapat menyetujui permintaan locianpwe, teccu takut takkan bisa membahagiakan nona Ing…” Setelah berkata begitu, wajah Hong Sin tertunduk, tak berani menatap si gadis. Dia takut melihat sinar kekecewaan gadis itu.
Setelah termenung lama, nekek itu kemudian bertanya: “Hai…ternyata hanya masalah yang sepele itu saja. Kau sudah membuka hatimu pada dua orang wanita, di tambah satu lagi tidak mengapa asal saja kau bersikap adil pada mereka dan tidak membeda-bedakan…hal ini sudah di tetapkan dan harus kau terima.” Nenek itu berkata sambil tersenyum-senyum aneh.
“Eh locianpwe, ini tentunya akan tidak baik bagi nona Ing…masa depanya…?”
“Hihihi, Ing-Ji katakanlah, apa pendapatmu tentang keberatan yang di ajukan oleh pemuda ini? Tampaknya kau memiliki saingan yang cukup berat?...” Nenek itu bertanya dengan suara tegas pada sang murid. Nona itu tertunduk malu, namun dia adalah seorang wanita yang tegar dan tidak terikat oleh norma-norma umum yang kaku.
Setelah melirik sejenak pada Hong Sin kemudian terdengar suaranya perlahan.
“Murid menyerahkan keputusan subo dan Hong-Siauhiap saja. Soal enci Goat dan enci Seng, jika kami di beri waktu yang cukup pasti kami bisa akrab satu sama lain…” Kepalanya tertunduk.
Hong Sin terbelalak dengan mulut ternganga. Tak salahkah pendengarannya kali ini…? Dia menatap gadis itu dengan seksama tanpa berkata apapun.
Kesunyian ini berlangsung setengah peminuman teh.
“Hikhikhik, orang muda, entah apa yang telah di lakukan oleh leluhurmu sehingga engkau ketiban berkat seperti ini!…cukuplah diskusi kita hari ini, Ing-Ji, bawalah Hong Siauhiap pergi dan persiapkan segala sesuatu. Kemudian kau harus kembali ke mari. Gadis itu mengangguk dan mengajak Hong Sin berlalu.
Mereka berjalan menyusuri lorong yang sempit sambil membisu sehingga suasana jadi kikuk. Tak lama tibalah mereka diluar goa. Ternyata mereka ada di balik sebuah air terjun yang dalam sekali. Gadis itu membawa Hong Sin melewati sebuah tangga tali yang membawa mereka menembus air terjun sampai ke jurang yang lain. Sementara asik merek berjalan tanpa di ketahui sepesang mata yang buas menatap dari atas sebuah pohon yang tersembunyi. Tidak tahu siapa pemilik sepasang mata tersebut.
“Nona Ing, di manakah kita berada ini…” Hong Sin membuka suara dengan gugup…gadis itu terbeliak memandangnya lalu tertawa manis…
“Eh…apa yang salah…mengapa nona tidak menjawab pertanyaanku?” Hong Sin menyusuri seluruh tubuhnya dengan tatapan bingung.
“Tidak ada yang salah, hanya aneh saja…!” sahut gadis itu pendek.
“Apanya yang aneh nona Ing?…” jawab pemuda itu dengan penuh tanda Tanya dan semakin tidak mengerti.
“Setelah semua yang telah kau bicarakan dengan subo tadi, kau terus memanggilku nona, apakah kau tidak berani menanyakan namaku?...” Seru gadis itu dengan suara lembut dan kepala tertunduk, semua ke angkuhannya hilang sama sekali.
Hong Sin tertegun sejenak menyadari kebodohannya. Akhirnya dia memberanikan diri memegang kedua jari-jari tangan gadis itu.
“Ing-Moi yang baik, bolehkah aku mengetahui namamu?...” tanyanya lembut. Wajah gadis itu tengadah membalas tatapan sang pemuda kemudian menjawab singkat…
“Hong Ing,,,Kang Hong Ing…!”
“Nama yang indah, seindah orangnya…” Hong Sin meremas tangan gadis itu sejenak kemudian berkata:
“Ing-Moi, aku sudah tidak punya alasan untuk tidak menjalankan permintaan gurumu. Sungguh! Sebagai seorang muda, apalagi saat aku melihatmu tempo hari, ingin rasanya memelukmu dengan mesra, tapi aku masih memiliki kendala di hati, mengertikah kau?...”
Kang Hong Ing menatap wajah pemuda di depannya penuh selidik; “Apa yang ingin kau katakan Sin-koko, katakanlah…”
Pemuda itu menarik nafas panjang: “Aku belum bertemu dengan Hwa-Moi, dan sampai saat ini aku tak tahu di mana dia. Aku pertama bertemu dengannya, dan kami punya ikatan hati, tentu saja aku tidak ingin menyakiti hatinya. Itulah sebabnya walau ku ketahui bahwa Hong-Moi dan juga kau sama-sama memiliki kasih terhadapku, tapi aku tak ingin lancang mendahuluinya sebelum bertemu dengannya dan dia mengijinkan…apakah kau mengerti?”
Gadis itu tersenyum: “Sin-Koko yang baik, Ing-ji tahu kau adalah pria gagah yang sesungguhnya memiliki hati yang romantis. Kau tidak dapat tahan pada enci Hwa yang anggun dan gagah, dan ku yakin kau juga takkan tahan pada enci Hong yang agung itu, dan soal dirikupun aku yakin takkan kalah menarik di banding mereka tapi kau masih dapat menahan dirimu seperti ini…sungguh Ing-ji sangat menghormatimu sepenuh hati. Kau tenanglah, kerjakan saja tugasmu, Ing-Ji yang akan mengatur urusan hati ini dengan kedua enci…”
Hong Sin tersenyum. Sambil memeluk tangan di dada dia bertanya:
“Sekarang, jelaskan apa sebenarnya yang sedang terjadi di dalam Mo-Kiong-Bun ini…?”
“Mo-Kiong-Bun adalah sebuah organisasi yang amat rapi dan bertingkat-tingkat. Mereka memiliki empat cabang partai yang besar yang tiap-tiap partai di pimpin oleh Empat Hu-Pangcu, dan masing-masing membawahi tigaratus delapan belas cabang yang tersebar dalam segala tingkat dengan keahliannya masing-masing. Jadi total ada 1272 tingkat yang merupakan senjata pembunuh terselubung…"
"Selain itu mereka memiliki empat Hu-Hoat di tambah satu yang baru di angkat yaitu Ngo Hu-Hoat yang masing-masing membawahi delapan belas Topeng Emas, empat puluh enam pasukan Topeng Perak dan Sembilan puluh Sembilan Topeng perunggu. Sementara di bawah Pangcu Topeng Emas ada dua Topeng Kemala. Selain Kelima Hu-Hoat, maka yang lainya harus selalu menggunakan topeng sesuai dengan tingkatnya masing-masing…”

14. Harga Kepala Im-Jiu Tok-Sian

Setelah berpisah dari rombongan Bulim Su-Sian dan Seng Lin Hong, Hong Sin mengerahkan sepertiga tenaganya berkelebat dengan cepat.  Tujuannya ke arah yang sama yang di tempuh oleh rombongan Topeng Emas dan Topeng Kemala.  Hatinya penasaran terhadap Duta Topeng Kemala yang mampu memainkan Thian-Tee Tok-Khi itu.

Dengan sangat hati-hati dia menyusuri jejak-jejak yang di tinggalkan telik sandinya.  Setelah melakukan perjalanan selama delapan hari, maka pada hari ke Sembilan dia memasuki dsusun Kee Liong yang terletak lima puluh li sebelah barat kota Pakhia yang terletak di perbatasan.  Menurut telik sandinya, dusun ini adalah dusun terakhir di mana rombongan Duta Topeng Emas terakhir memunculkan diri kemudian menghilang.

Dengan teliti Hong Sin memperhatikan keadaan dusun ini.  Sebuah dusun yang tampak hanya sedikit ramai dengan jumlah penduduk yang berjumlah tidak kurang dari delapan ratus keluarga.  Di sana-sini tampak orang-orang berjualan, pengemis di pinggir jalan, dll.

Kakinya di ayunkan melangkah memasuki sebuah rumah makan yang cukup mewah.  Bagaimanapun setelah melakukan perjalanan berhari-hari, tak ada hal yang lebih penting selain dari pada makan enak dan mandi air panas, dan itulah yang ada di benak Hong Sin saat ini.

Dia memilih duduk di sudut ruangan yang menghadap ke jendela luar sehingga dia bisa menyaksikan keadaan di luar.  Tak lama kemudian pelayan membawa pesanannya.  Lima macam masakan yang lezat.  Tanpa menunggu lebih lama lagi langsung saja pemuda kita itu makan dengan lahapnya tanpa memperhatikan sekeliling lagi.

Tak berapa lama perhatiannya tertarik dengan keadaan di luar.  Sebuah kereta mewah dengan di tarik dua ekor kuda berhenti di depan rumah makan mewah tersebut dan ini menarik perhatian para tamu yang sedang makan di dalam rumah makan.  Yang lebih menarik lagi, sais kereta tersebut ternyata adalah seorang gadis yang cantik berpakaian ringkas berwarna kuning gading.

Sesaat kemudian pintu kereta terbuka dan keluarlah dua orang gadis cantik yang berpakaian ringkas berwarna biru dan ungu.  Kedua gadis itu berhenti di depan pintu kereta di kanan kiri.

“Silahkan nona keluar dan singgah untuk beristirahat…” Suasana hening sejenak, semua mata memandang ke dalam kereta sampai akhirnya sesosok tubuh yang menawan keluar dari dalam kereta.  Ternyata seorang gadis berusia tujuh belas tahun yang luar biasa cantiknya. 

Wajah gadis itu sangat ayu bagaikan bidadari, tak kalah dari semua gadis yang pernah di temuinya.  Hal ini mengingatkan pemuda itu akan Goat Hui Hwa dan Seng Lin Hong.

Tauke rumah makan itu yang melihat munculnya kereta mewah tersebut cepat-cepat keluar dan mempersilahkan tamunya untuk masuk menuju ke tingkat atas.  Saat menaiki tangga itulah si gadis ayu tersebut melihat Hong Sin duduk di sudut ruangan.  Pemuda itu duduk sambil memandang ke luar tanpa memperhatikannya seperti para tamu yang lain.

Sejenak berkilat sinar matanya, namun sambil terus tersenyum manis dia melangkahkan kakinya ke atas di ikuti oleh tiga pelayannya.

Selanjutnya tidak terjadi apa-apa sama sekali.   Namun dari sudut ruangan dekat pintu agak ke utara, tiba-tiba telinganya menangkap suara bisik-bisik yang sangat halus.  Matanya melirik sejenak.  Di situ dia melihat dua orang berpakaian pelajar sedang duduk sambil berbisik. 

Sebenarnya tidak ada niat pemuda itu untuk mendengar pembicaraan orang lain,  namun walau sesaat dia sempat menangkap sepasang sinar mata yang mencorong ke arahnya walau hanya sekelebatan saja.  Hatinya jadi curiga.

“…Apakah kita akan bergerak sekarang atau nanti?...”  Terdengar suara yang satu berbisik.
“Sin-Tongcu hanya menyuruh kita berjaga-jaga dan bersabar sambil menanti kedatangan orang yang akan membereskan pemuda itu…” Terdengar suara yang lain lagi.

“Hemm…pemuda itu memiliki ilmu silat yang sukar di cari tandingannya, siapa kira-kira yang akan di utus oleh Yang Mulia?...’  Kembali suara yang pertama menyahut

“Kalau tidak salah ia adalah Ji Hu-Pangcu (Pangcu ke-2), ilmu kesaktiannya hanya setingkat di bawah Yang Mulia…”  Suara yang kedua menjawab.

“Eh, tahukah kau siapa dia…?”

“hemm, Aku kurang yakin karena sampai saat ini tidak ada orang lain yang pernah bertemu langsung dengannya, namun dengar –dengar dia adalah…..”  Sambil berkata demikian, orang ke dua itu mendekatkan bibirnya ke telinga orang yang pertama tadi.

Hong Sin menyapu sekelilingnya.  Dari pembicaraan yang dia tangkap, mudah di duga bahwa orang yang di awasi itu adalah dirinya.  Tak sangka baru saja dia tiba jejaknya sudah konangan.  Baru saja dia hendak berdiri, tiba-tiba seorang pelayan sambil membawa baki terlihat menuju ke arahnya.  Pelayan itu mengambil tempat di antara Hong Sin dan dua orang yang duduk di pintu utara tadi sehingga pandangan mereka terhalang.

“Maaf kongcu, apakah kongcu masih membutuhkan sesuatu?...”  Sambil berkata demikian dari jari kelingkingnya melesat sesuatu benda kecil seperti jarum.

“Hemm, aku membutuhkan sebuah kamar yang luas dan nyaman…” Hong Sin menyambar benda itu dan menjepitnya di antara kedua jarinya.

“Mari kongcu, saya antarkan, mohon ikuti saya…”  Kata pelayan itu sambil berjalan menuju pintu samping rumah makan di ikuti oleh Hong Sin. 

Pelayan itu membawa Hong Sin melewati delapan buah kamar mewah.  Begitu sampai di kamar yang ke Sembilan pelayan itu membukakan pintu dan mempersilahkan pemuda itu masuk kemudian meninggalkannya. 

Pemuda itu menutup pintu kemudian membuka gulungan kertas kecil yang terselip di jarinya.  Tidak ada nama dan alamat pengirimnya, tidak ada tanda-tanda rahasia, jelas bukan dari telik sandinya, namun isinya sederhana:  “Lewat tengah malam, kuil Thian-Kong-Bio, 10 li sebelah selatan”. 

Membaca ini Hong Sin menarik nafas panjang: “Tampaknya situasi semakin parah.  Siapa pengirim surat ini?  Kawan atau lawan? Siapa yang menginginkan kepalanya?  Apakah orang misterius dari Mo-Kiong-Bun yang di temuinya beberapa waktu lalu?...dan siapa Ji Hu-Hoat yang di kirim untuk membunuhnya itu?”

Menjelang tengah malam, tiba-tiba pemuda itu mengibaskan tangannya ke arah lampu hingga padam, sejenak kemudia dia berkata perlahan: “Hemm, kalian sudah tiba? Masuklah…”

Tak terdengar suara pintu ataupun jendela di buka, tiba-tiba dalam ruangan itu telah bertambah empat orang yang taka sing lagi, karena meraka adalah empat Duta Langit adanya, Yaitu Hiat-Ih-Sin-Kay (Pengemis Sakti Berjubah Darah) Lam Ciong, sebagai Duta Langit Pintu Barat, Hoat-Wan-Sian-To (Golok Dewa Pelaksana Hukuman) In Hoat, sebagai Duta Langit Pintu Selatan, Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis) Jin Hui, sebagai Duta Langit Pintu Utara dan Kwi-Beng Hek-Kong-Kiam (Pedang bersinar Hitam Pengejar Iblis) Kwie Chun, Duta Langit Pintu Timur.

Setelah memberi hormat sekadarnya, mereka memandang pemuda itu dengan tatapan penuh selidik.
“Para paman dan bibi sekalian, bagaimana dengan perkembangan yang terjadi selama ini?...”

Sambil tersenyum, Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis) Jin Hui berkata perlahan: “Hemm, Sin-Ji…tampaknya kekuatan Mo-Kiong-Bun makin kuat dan ini sangat berbahaya di kemudian hari, apa lagi mereka telah mengetahui kedatanganmu dan menghargai kepalamu sebanyak 100.000.000 tahil emas…mungkin tidak lama lagi akan ada yang bergerak, tapi kami bersama Tee-Kiam-Hu-Hoat sudah menyisir bersih…” 

“Apakah hingga saat ini sudah dapat di ketahui siapa sebenarnya orang misterius yang di sebut ‘Yang Mulia’ tersebut?....”

“Orang itu sangat rahasia dan tertutup, dan tampaknya hanya Toa Hu-Hoat yang mengenalnya dengan baik, lainnya tidak…sedangkan Toa Hu-Hoat sekalipun belum ada yang mengetahui siapa dia sebenarnya…”  Terdengar suara Hiat-Ih-Sin-Kay (Pengemis Sakti Berjubah Darah) Lam Ciong.

Hong Sin terdiam sejenak lalu berkata pada Jin Hui: “Bibi Hui, Bagaimana dengan gadis yang tiba tadi sore, apakah ada yang tahu siapa dia?...”

“Dia adalah seorang anak manja, putri kesembilan dari Pangeran Kwan Jit, yaitu raja muda yang menguasai wilayah Pakkhia ini.  Sedangkan Pangeran Kwan Jit sendiri adalah anak dari selir dari Kaisar yang sekarang…Sampai saat ini dia bersih!”

“Ada satu lagi yang mungkin menarik perhatian kongcu…”  Yang bersuara ini adalah Hoat-Wan-Sian-To (Golok Dewa Pelaksana Hukuman) In Hoat.  Sejenak kemudian dia melanjutkan: “Pertama: Ada organisasi rahasia lain yang mergerak di balik Mo-Kiong-Bun, namun belum di ketahui siapa mereka.”

Kedua: Baru sepuluh hari lalu Mo-Kiong-Bun mengadakan kerja sama secara rahasia dengan Giam-Bong-Kok.  Dan sebagai tanda kerja sama mereka, Mo-Kiong-Bun mengangkat Murid dari Lo-Tok-Ong sebagai Ngo Hu-Pangcu, dan Mo-Kiong-Bun menjodohkan Ji Hu-Pangcu kepada Bong-Kongcu, yaitu murid kepala dari Lo-Kwi-Ong...dan mas kawin yang harus di persembahkan oleh Bong-Kongcu itu adalah Kepala Im-Jiu Tok-Sian (Dewa Racun Bertangan Dingin) yang seharga 100juta tail emas…”

 “Hemm, benarkah ada urusan seperti itu?  Berarti bukan hanya Mo-Kiong-Bun yang memburu diriku, tapi juga Giam-Bong-Kok? Hahaha…luar biasa…”

Setelah berpikir sejenak, mata pemuda itu mencorong tajam dan kemudian berkata: “Keadaan di sini masih dapat di atasi, para paman dan bibi, harap masing-masing bawa dua orang dari Tee-Kiam-Hu-Hoat untuk membantu Chit-Pai Chit-cu.  Ini lebih penting daripada keadaan di sini karena dalam tiga bulan ini kita harus dapat membangkitkaan kekuatan para pendekar untuk membendung dua kekuatan rahasia ini, sementara yang dua lagi di sini saja, aku mempunyai tugas .…!”  Belum selesai perkataannya, pemuda itu mengulapkan tangannya maka di lain saat tempat itu telah sepi kembali.

Namun sambil mengerahkan Coan-im-jib-bit, dia berkata: “Ya-heng-jin (orang pejalan malam) ini baru datang…para paman dan bibi pergilah, akan ku tangani di sini”

Segera keempat Duta itu berkelebat lenyap tanpa suara dari tempat itu.  Tampaknya ya-heng-jin ini tahu gelagat yang tidak bagus, baru saja dia datang tiba-tiba sudah berbalik dan melesat pergi dengan cepat sekali.

“Hemm, kau piker bisa lolos semudah itu, kau terlalu meremehkanku…”  Hong Sin membatin, di lain saat tubuhnya telah berada di atas membayangi tamu tak di undang itu.   Dari bentuk tubuhnya, Hong Sin menyimpulkan orang itu adalah seorang gadis.  Yang menarik adalah gadis itu memakai baju biru dan sebuah topeng kemala menutupi wajahnya.   Hanya sekejab saja, tiba-tiba gadis itu berbalik kembali ke penginapan tadi dengan mengambil jalan lain dan lenyap di balik sebuah kamar di tingkat atas.

Hong Sin tertegun, namun tubuhnya tak berani memasuki pintu tersebut. Di lihatnya tak jauh ada sebuah jendela yang setengah terbuka.  Dia berputar ke sebelah dan hinggap di atas sebuah pohon yang tinggi sambil memandang ke dalam kamar tersebut.

***
Sepasang mata memandang tajam tak berkedip pemandangan yang luar biasa di dalam kamar tersebut.  Seorang gadis yang ayu, tinggi semampai tampak sedang bersemedi di dalam kamar tersebut.  Itulah gadis yang di lihatnya tadi sore, putri ke Sembilan dari pangeran Kwan Jit. 

Yang membuat darah mudanya berdesir adalah karena gadis itu dalam keadaan tanpa pakaian sama sekali alias telanjang bulat.  Tubuhnya yang di timpa cahaya remang-remang itu putih berkilat dan Nampak indah dengan lekuk lengkung yang membangkitkan berahi.  Payudaranya yang montok dan menjulang ke atas, perutnya yang rata dan pinggul yang bulat padat. 

Posisinya yang bersila dengan kepala menghadap ke bawah. Kaki kiri di lipat di depan, sedangkan kaki kanan terangkat ke atas bahu di belakang leher bertemu dengan telapak tangan kirinya sehingga memperlihatkan bagian terlarangnya yang bersih dan licin bagai sebuah garis lurus tanda masih seorang perawan tulen.  Sementara tangan kirinya di tempelkan pada pusarnya. 

Hong Sin berkerut sambil mengerahkan tenaga menindas nafsunya.  Matanya melihat bahwa dari tubuh gadis itu memancarkan sinar kemerahan yang padat seluas lima inchi.  Diam-diam dia terkejut karena teringat bahwa ilmu itu adalah ilmu yang di katakana oleh suhunya sebagai salah satu dari tiga pukulan beracun  yang memiliki kekuatan racun yang seimbang dengan Tenaga sakti Thian-Tee Tok-Khi, yaitu Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib). 

Dahulu di jaman gurunya masih muda, di dunia persilatan terkenal dengan sebutan Dua Dewa, Bidadari Kembar dan Tiga Raja.  Dua Dewa adalah Lo Sian dan Lo Hud, Ratu kembar adalah Hiat-Khi Sian-Li (Bidadari Hawa Darah)  yang terkenal dengan Hiat-Khi Cui-Beng-Tok-Ciang (Telapak Arwah Pembetot Hawa dan Darah) dan Sin-Hiat Sian-Li (Bidadari Darah Gaib) yang terkenal dengan Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib).   Sedangkan Tiga Raja adalah, Lo-Kwi-Ong, Lo-Tok-Ong dan Lo-Hoat-Ong.
Hong Sin terkejut. Kini di sadarinya bahwa pertikaian yang sedang terjadi bukanlah masalah yang kecil saja, karena telah melibatkan tokoh-tokoh yang lebih tinggi dari Bulim Su-Sian sekalipun.
Untung saja keadaan gadis itu sedang dalam puncak pengerahan ilmunya sehingga tidak begitu memperdulikan keadaan sekitar.  Dengan hati-hati, Hong Sin menahan detak jantungnya, dan menutup hawa saktinya agar tidak di ketahui lawan, setelah itu tubuhnya berkelebat kembali ke kamarnya.

Lewat tengah malam, pada kentongan ke tiga, tubuh Hong Sin berkelebat ke arah selatan dengan amat cepat melebihi sambaran kilat, dan yang luar biasa lagi ialah tubuhnya melesat tanpa suara maupun bunyi tekanan udara yang membelah angin.  Sepuluh li kemudian tibalah dia di Thian-Kong-Bio.

Tubuhnya mendarat di atas sebuah pohon yang tinggi dengan ringan dan tanpa suara. 
“Hemm…’Langkah Angin Menembus Langit’ yang luar biasa…”  Terdengar suara yang lembut namun lirih bagaikan dengungan ribuan nyamuk di telinganya. 

Hong Sin terkejut, kalau sampai ada orang yang mengetahui kedatangannya, maka ada dua kemungkinan: yang pertama orang itu memiliki kepandaian berlipat kali di atasnya, atau orang itu memang sudah menunggu dan mengawasinya sejak lama dan sudah tau dia akan datang.  Namun setelah berpikir sebentar, akhirnya dia setuju dengan kemungkinan ke dua.  Karena sehebat apapun orang itu, dengan tingkatan yang di milikinya sekarang, meski kedua gurunya sekalipun tidak bisa mendeteksinya secepat itu.

Suara itu datang dari dalam kuil bagian tengah.  Tampak sebuah lilin menyala di tengah ruangan dan seseorang sedang berdiri menghalangi lampu membelakanginya.   Orang itu berjubah putih panjang sampai ke kaki dan ada kerudung yang menutupi wajahnya. 

Hong Sin melangkah masuk dengan tenang: “Tidak tahu ada keperluan apakah nona mengundangku ke mari?...” 

“Kau tahu aku seorang nona?...”  Jawab orang itu dengan suara dingin sambil membalikkan badan.
“Bau badanmu yang memberitahuku…”

Orang itu membuka kerudung mukanya perlahan.  Tampak seraut wajah yang cantik dan amat ayu tersenyum di depannya.  Suaranyapun tiba-tiba berubah, tidak dingin lagi seperti yang pertama:
“Hah, kau mengetahui bau badanku, itu artinya kau yang mengintipku tadi?...” 

Wajah Hong Sin menjadi merah jengah: “Maaf aku tidak sengaja, Seorang gadis berjubah biru bertopeng kemala yang memancingku ke tempatmu…”

Alis mata gadis itu berkerut: “Duta Topeng Kemala?…huh, berani sekali dia”.  Sejenak kemudian dia melanjutkan dengan suara tegas: “Lupakan dia, tapi ingatlah satu hal yang ingin ku tegaskan…” 

“Silahkan nona mengatakan…”

“Tidak ada dalam kamus hidupku ada laki-laki yang telah melihat tubuhku tetap ku ijinkan hidup, mengertikah kau?...”

Gadis itu menatap tajam ke bola mata pemuda tersebut.  Hal ini membuat Hong Sin jadi gugup dan tercekat, namun cepat dia menindas perasaannya.

“Jika nona merasa keberatan, aku sangat memaklumi dan sekali lagi memohon maaf…sekarang silahkan katakan apa maksud nona mengundangku kemari?”

“Sederhana saja, menawarkan kerja sama…”  Jawab  gadis berkerudung itu singkat. 
“Hmm, kau tidak mengenalku akupun tidak mengenalmu, kerja sama apa yang akan kau tawarkan?”

“Hihihik…, kita memiliki musuh yang sama, lagipula aku sangat mengenalmu seperti aku mengenal seluruh tubuhku dengan baik…apakah itu belum cukup?”

“Hmm, aku tidak percaya…selama ini aku cukup baik menjaga diriku…”

“Baiklah, aku akan buktikan…Namamu Hong Sin, julukanmu Im-Jiu Tok-Sian,  murid terkasih dua penghuni Pulau Awan Api.  Kau baru saja mendirikan sebuah partai, dengan anggota empat belas Duta sakti…nah katakan, bukankah aku tidak bohong bahwa aku mengenalmu dengan baik?...”  Dengan mata menantang gadis itu menatap penuh kemenangan pada pemuda yang terbengong di hadapannya.

“Oh ya, apa perlu ku ceritakan juga mengenai kemesraan yang kau nikmati bersama gadis cantik she goat itu selama tiga hari dan main matamu dengan sucinya she seng itu?...hihihik…”

“Bagus, kau membahayakan para sahabatku suatu saat nanti, maaf aku berlaku lancang…”

Kali ini Hong Sin tak dapat menahan dirinya lagi, tubuhnya berkelebat seperti sambaran kilat dengan ratusan bayangan jari yang menotok ke arah gadis itu dengan pesat.

“Hingga saat ini hanya aku yang mengetahui rahasia ini, namun jika kau menolak tawaranku, Mo-Kiong-Bun akan sangat mudah menghancurkan kalian…”  Sambil berkata demikian, tubuh gadis itu melesat mundur sambil berpusingan.  Dari tubuhnya keluar hawa kemerahan  yang menimbulkan pengaruh bergejolak pada darah lawan sejauh lima tombak di ikuti bayangan banyak telapak tangan yang berkelebatan menangkis totokan Hong Sin.

Kedua orang itu terpisah.  Hong Sin tetap di tempatnya, sedangkan gadis itu terdorong tiga langkah kemudian berbalik melakukan serangan dengan tiga jurus pertama dari ilmu Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib)nya.

“Benarkah hanya nona yang mengetahui rahasia ini,…aku punya penawaran lain, entah nona bersedia ataukah tidak?” Sambil berkata demikian Hong Sin berkelin dan mengerahkan tenaga Thian-Tee Tok-Khi dan memainkan jurus ke tiga melakukan babatan dari atas dengan kedua tangan terbuka mengarah pada kedua pundak lawan.

Gagal dengan tiga serangan pertamanya, gadis itu tak mau kalah, dia balas menangkis sambil berkata: “Tidak ada tawar menawar ataupun kemungkinan ke dua, jika kau tidak mau akibatnya mati…!”

“Hmmm, jika aku tak salah duga, nona tentulah Ji Hu-Hoat yang di utus untuk membunuhku, bukan? Bagaimana aku dapat mempercayai nona?...”  Saat itu tubuh Hong Sin telah melayang lima tombak di atas kepala dan siap melepaskan jurus ke tujuh dari Thian-Tee Tok-Khi.

“Kau takkan percaya, namun aku bisa menjamin sesuatu hal bagimu...yaitu kau bisa bertemu kakakmu!” Kata gadis itu dengan tiba-tiba menarik serangannya dan berdiri dengan tangan di belakang sambil menatap sang pemuda yang sementara menyerangnya.

Padahal Hong Sin sedang dalam posisi menyerang saat itu.  Bagi orang lain mungkin adalah mustahil untuk menghentikan serangannya yang sangat cepat itu, namun tidak bagi pemuda tersebut.   Serangannya tiba-tiba terhenti dan tubuhnya melayang di hadapan gadis itu sambil matanya memandang tajam:
“Benarkah? Kau tahu tentang kakakku?...”

Bersambung

13. Guru Untuk Sepasang Putri

“Hemm, menurut yang kuketahui dari guruku, saat ini ada dua kekuatan sesat yang sedang bergerak secara rahasia,  masing-masing memiliki pengaruh yang tidak kecil…satu sudah menunjukkan taringnya sedangkan yang satu lagi  masih rahasia…”  Semua orang mengarahkan pandangannya pada gadis cantik tersebut dengan tatapan penuh tanda Tanya, namun tidak seorangpun mengeluarkan suara. 
Alis Cui-Sian Sin-Ci (Dewa Arak Berjari Sakti) berkerut sejenak, kemudian berkata: “Hemmm, selama ini kami terlalu sibuk bertapa dan tidak mencampuri dunia persilatan, tak nyana ada kejadian hebat yang sedang terjadi!  Eh, nona kecil, tadi pemuda gagah ini sudah menceritakan tentang keberadaan Mo-Kiong-Bun dan keempat partai pendukungnya, lalu apa yang kau maksudkan ada dua kekuatan?...”
Gadis itu tertunduk, dengan wajah yang membayangkan kekhawatiran dia melanjutkan: “Tiga tahun lalu, guruku pernah meninggalkanku selama empat bulan, namun pada suatu hari beliau pulang dengan tubuh luka dalam.  Dia tidak mau menjelaskan siapa yang melukainya, hanya saja setelah memerintahkanku untuk kembali ke Istana Bulan-Bintang, beliau menutup diri di Ruang Penyesalan Dosa.  Hanya pesan ini saja yang di berikan padaku…”  Seng Lin Hong kemudian mengambil sesuatu gulungan surat dari balik jubahnya dan mengangsurkan kepada Cui-Sian-Sin-Ci yang menerimanya kemudian membacanya dengan seksama. 
Sejenak kemudian wajahnya berobah.  Sambil memberikan gulungan surat itu pada Bu-Beng Kim-Hud dia berkata dengan wajah serius pada Chit-Pai Chit-cu: “Rupanya dunia persilatan bukan hanya di terror oleh Mo-Kiong-Bun saja.  Menurut keterangan Ang-I-Giam-Sian (Dewa Neraka Berjubah Merah) Tek Kun, dia telah bertemu dengan segolongan orang-orang aneh yang berbahaya.  Mereka menyebut dirinya para penghuni Giam-Bong-Kok (Lembah Kuburan Neraka)  dari luar perbatasan yang berambisi untuk menguasai dunia persilatan.  Golongan itu tidak terlalu banyak, namun Giam-Bong-Kok ini memiliki tiga pemimpin tertinggi yang salah satunya adalah Lo-Kwi-Ong (Raja Iblis Tua)…”
“Aahhhh…..Ihhh…”  Terdengar seruan kaget dari ketujuh tokoh dari Chit-Pai Chit-cu tersebut serta Ciangbunjin Siauw-Lim-Sie Kim Goan Taysu.  Wajah mereka pucat pias dan gemetar.  Thai Su Lojin kemudian berkata dengan suara parau: “Jika benar Lo-Kwi-Ong masih hidup, sungguh berat bencana yang akan di hadapi dunia persilatan…lalu bagaimana kita akan menghadapi mereka?...”
“Omitohud…! Ang-I-Giam-Sian memiliki kepandaian yang seimbang dengan kami berdua, di dunia ini jika ada yang dapat membuatnya terluka, maka Lo-Kwi-Onglah yang dapat melakukannya.  Hemm, jika dia sudah muncul, itu berarti Lo-Tok-Ong (Raja Racun Tua) dan Lo-Hoat-Ong (Raja Penyihir Tua) juga sudah muncul?...”  Kembali terdengar suara yang halus dari Bu-Beng Kim-Hud.
Hong Sin yang dari tadi hanya mendengarkan saja dengan penuh tanda Tanya segera bertanya pada Bu-Beng Kim-Hud dan Cui-Sian-Sin-Ci: “Maaf jiwi-Locianpwe yang mulia, jika cahye boleh tahu, siapakah Lo-Kwi-Ong, Lo-Tok-Ong dan Lo-Hoat-Ong itu?...”
“Mereka adalah angkatan sesat yang lebih dahulu ada dari kami…”  Cui-Sian-Sin-Ci menjawab dengan pelan sambil termenung memandang di kejauhan.  Bu-Beng Kim-Hud memandang kearah Chit-Pai Chit-cu dan berkata menggunakan ilmu Coan-im-jit-bit: “Dunia persilatan membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki ilmu yang tinggi dan kami berdua mencalonkan anak muda ini untuk memikul tanggung jawab tersebut.  Dari segi kepandaian kiranya kalian sudah menyaksikan sendiri, dan kalau tidak salah dugaanku anak muda ini adalah murid salah satu dari dua tokoh gaib dari Pulau Awan Api, bagaimana pendapat kalian…?”
Pek Sim Sian Thai Su Lojin hanya mengangguk-angguk mengiakan setelah saling berpandangan sejenak.   Bu-Beng Kim-Hud kembali melanjutkan:  “Bagus, dukungan kalian sangat di butuhkan, kalau begitu bergeraklah secepatnya untuk mengundang orang2 gagah yang bisa di kumpulkan, dalam jangka waktu tiga bulan ke depan kita akan bertemu lagi di kuil Siauw-Lim-Si di gunung Siong San, waktu itulah kita akan mengumumkan rencana ini dan menentukan gerakan selanjutnya…”
Tanpa banyak bicara empat pentolan dari Chit-Pai Chit-cu lalu mengajak orang-orang gagah yang hadir untuk berlalu.  Mereka segera berkelebat lenyap membubarkan diri di ikuti oleh Ciangbunjin Siauw-Lim-Sie Kim Goan Taysu.  
“Omitohud, Kim-Goan, bawalah lencana Kim-Hud ini dan setelah tiga bulan undanglah ketiga sute yang sedang bertapa di Ruang Penyesalan Diri untuk keluar melindungi Siauw-Lim-Sie.”  Kembali suara
Bu-Beng Kim-Hud terdengar mencegah kepergian Kim Goan Taysu tersebut.
Cui-Sian-Sin-Ci memandang sepasang muda-mudi di hadapan mereka kemudian berkata: “Anak muda kita perlu mengetahui informasi kekuatan Mo-Kiong-Bun (Istana Iblis) dan Giam-Bong-Kok (Lembah Kuburan Neraka) sebanyak mungkin sebelum pertemuan orang-orang gagah tiga bulan yang akan datang nanti, dan kami rasa hanya engkaulah satu-satunya orang yang patut memikul tanggung jawab ini, bersediakah engkau?...”
“Baiklah locianpwe, cahye akan melakukannya…” Hong Sin menganggukkan kepala menyanggupi kemudian menoleh memandang Seng Lin Hong yang juga sedang memandang padanya sambil tersenyum manis.
“Dan kau gadis kecil, maukah kau ikut dengan kami berdua selama tiga bulan ke depan ini?..”
Seng Lin Hong mengerutkan keningnya, otomatis wajahnya menoleh pada Hong Sin dengan penuh tanda tanya: “Maaf Locianpwe, Siauli tidak mengerti untuk apa harus ikut dengan locianpwe berdua, mohon penjelasannya…”
Cui-Sian-Sin-Ci tersenyum dan menjawab: “Hemm dunia persilatan dewasa ini sangat membutuhkan orang-orang muda yang dapat di andalkan, kami tahu bahwa kawanmu itu adalah murid salah satu atau mungkin juga kedua penghuni dari Pulau Awan Api, maka kami tidak berani lancang melangkahi mereka.  Kami menyadari bahwa kami berdua sudah terlambat untuk menerima murid, namun bila kau tidak keberatan kami hanya ingin menyempurnakan semua ilmu yang kau miliki dalam tiga bulan kedepan ini, bagaimana…?”
Tak terbayangkan gembiranya nona itu mendengar akan hal ini, tanpa pikir panjang lagi segera dia menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua dedengkot Bulim Su-Sian tersebut.
***
Sore itu seorang gadis berpakaian putih dan berjubah putih berdiri sambil menitikkan air mata di depan beberapa buah makam di pinggir jurang di bagian belakang pada bekas reruntuhan Istana Bulan-Bintang yang legendaris. 
Gadis tersebut memiliki tubuh yang langsing dan padat berisi, wajah yang bulat telur.  Bibirnya kecil, mungil berwarna kemerahan dengan sepasang lesung pipit di kanan-kiri. Hidung yang mancung dan mata sayu yang bulat dengan alis mata lentik, sungguh menawan hati orang yang melihatnya.
Tak salah lagi, gadis yang sedang menangis itu adalah Goat Hui Hwa adanya.  Setelah berpisah dari Hong Sin, gadis itu kembali ke bekas reruntuhan Istana Bulan-Bintang tersebut.  Di tempat inilah tiga tahun yang lalu dia bertemu dengan sucinya, Seng Lin Hong.  Di tempat inilah mereka berdua memulai persiapan untuk membalas dendam kehancuran keluarga Istana Bulan Bintang.
Tanpa di sadari gadis itu, ada lima pasang mata bersinar tajam sedang mengawasinya.  Entah karena tangisnya yang membuat kewaspadaan gadis cantik yang sakti ini berkurang atau memang pemilik ketiga pasang mata tersebut bukanlah orang sembarangan namun hal ini sangat membahayakan posisi sang gadis. 
Setelah saling memberi kode sesaat, keempat di antara bereka itu melesat ke empat jurusan sambil mengurung gadis tersebut, dan tanpa mengeluarkan suara langsung mengeluarkan serangan-serangan yang mematikan dengan senjata aneh berbentuk jala, itulah barisan “Jala Neraka Pembekuk Iblis” yang dahsyat.
Goat Hui Hwa Nampak kaget sejenak, walau begitu dalam sepersekian detik ketika keempat jala itu hamper tiba pada sasarannya, tubuh dara ayu berjubah putih ini telah melesat bagai ular yang licin di antara jala-jala tersebut.  Sekejap saja tubuhnya telah berada di luar barisan, namun tanpa di sangka sama sekali sesosok bayangan lain telah menempel di belakangnya tanpa suara.
Goat Hui Hwa merasakan hawa jahat lawan yang amat pekat, segera membalikkan tubuh dengan cepat namun demikian tetap saja dia terlambat mengerahkan tenaga menangkis ketika kedua telapak tangan lawan bersarang di kedua pundaknya dengan telak.  Tak ayal lagi gadis itu terlempar ke belakang dan jatuh di pinggir jurang sambil memuntahkan darah segar.
“Hahahaha…nona manis cepat atau lambat pada akhirnya kaupun akan jatuh ke tanganku…. menyerahlah dengan baik-baik agar kau tidak akan menderita…”  Terdengar suara tertawa yang tak lain adalah suara dari Tabuli Cin, murid dari Tiga Koksu dari kerajaan Mancuria yang sakti.  Pemuda itu memberi tanda pada keempat dayangnya untuk maju menawan gadis yang sudah terluka dalam tersebut.
Goat Hui Hwa menggigit bibirnya, sambil menahan sakit pada kedua pundaknya ia berusaha mengerahkan tenaga dan jurus keempat dari Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Tanding)nya untuk melindungi diri sambil menyerang dahsyat ke arah keempat dayang Tabuli Chin tersebut, namun ternyata tenaga yang keluar hanya tiga bagian saja.  
Keempat dayang itu begitu melihat serangan yang di arahkan kepada mereka serentak berputaran membentuk satu garis lurus sambil menempelkan tangan di punggung orang di depannya, diikuti bentakan nyaring orang yang paling depan memukulkan tangannya.
“Jangaaannn…”  Terdengar bentakan dari Tabuli Chin yang berusaha mencegah, bayangan tubuhnya melesat pesat ke pinggir jurang berusaha menggapai tubuh gadis berjubah putih yang meluncur deras terlempar ke jurang tersebut.  Sayangnya usahanya terlambat.  Tubuh gadis itu meluncur deras kebawah jurang yang dalam terdorong oleh tenaga gabungan keempat dayang tersebut.
Tabuli Chin membanting-banting kakinya dengan marah: “Dasar bodoh! Aku suruh tangkap, bukan memukulnya dengan sepenuh tenaga kalian. Tidakkah kalian lihat dia sudah terluka dalam.  Dayang-dayang dungu!  Mampuslah kalian…!”   Pemuda itu mengibaskan kedua tangannya empat kali sehingga keempat dayang tersebut terlempar dengan luka dalam yang cukup parah.
Pemuda itu dongkol setengah mati.  Bagaimana tidak, daging kelinci yang sudah ada dalam genggamannya lolos begitu saja.  Dia berdiri di pinggir jurang sambil memandang ke bawah jurang yang di tutupi kabut putih tersebut sehingga tidak di ketahui seberapa dalamnya jurang tersebut.  Sementara keempat dayang tersebut merintih kesakitan sambil memohon-mohon ampun.
Bagaimana dengan Goat Hui Hwa? Matikah dia saat terjatuh ke jurang tersebut? Ah ternyata betapapun manusia berusaha, ternyata tetap tak dapat melawan kehendak Thian yang telah mengatur segala sesuatunya.
Tubuh gadis cantik itu melayang cukup lama di ketinggian dengan cepat mengikuti tarikan gravitasi bumi yang kuat.  Ini menimbulkan kengerian di hatinya, namun Goat ZHui Hwa adalah seorang gadis yang amat tabah dan tahan bantingan.  Saat tubuhnya meluncur turun, dia berusaha membalikkan tubuhnya menghadap ke bawah kemudian meloloskan sabuknya dan memegang dengan tangan kanan.  Matanya yang tajam mengeluarkan sinar di kegelapan mengincar cabang pohon yang menjorok keluar dari jurang yang searah dengan luncuran tubuhnya kemudian dia menggerakkan tangannya melilit cabang pohon tersebut.
Dia berhasil! Tubuhnya tertahan dan menghantam dinding cukup keras namun coba di kerahkannya tenaganya untuk menahan rasa sakit tersebut.  Sesaat kemudian dia terdiam sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya.  Walaupun dalam suasana yang gelap gulita namun dia masih dapat melihat bahwa jaraknya dengan tanah masih tak terlihat.  Walau begitu matanya menangkap sebuah lobang sebesar kerbau di dekat cabang tempat dia bergelantungan.  Segera di kerahkan tenaga untuk memaksa naik ke lobang yang ternyata adalah sebuah gua itu.
Setelah beristirahat sejenak gadis itu merayap masuk menyelidiki gua tersebut.  Ternyata gua itu sangat panjang dan makin lama-makin besar.  Tanpa mengenal takut gadis itu terus merayap masuk hingga suatu saat:
“Hikhikhik…tikus dari mana berani mengantar nyawa memasuki gua Dewi Binal Langit Bumi…?”  Tiba-tiba terdengar suara parau yang keras, dingin dan mengandung hawa kematian yang berat.  Goat Hui Hwa terkejut karena saat itu serangkum tenaga yang kuat menerpa tubuhnya tanpa dapat di tahan.
“Ikhh…kau terluka?...”  Sesaat sebelum kekuatan dahsyat itu menghantam tubuhnya, kembali terdengar suara parau tersebut.  Tiba-tiba saja tenaga yang dahsyat yang tinggal satu inchi tari tubuhnya itu lenyap bagai hembusan angin.  Cepat-cepat gadis ini menjatuhkan diri bertelut sambil berkata:
“Oh, Locianpwe penghuni gua, maafkan siauli yang telah lancang memasuki gua ini, namun siauli tidak sengaja.  Siauli bertarung dengan musuh yang kuat dan terlempar ke jurang ini hingga sampai di sini…”
“Hemmm…mendekatlah kemari…”  Kembali terdengar suara serak itu memerintah.   Dengan ragu-ragu Goat Hui Hwa melangkah perlahan..
“Huh, kau terkena hawa pukulan Ang-Jit Sin-Kang, apakah kau bertarung dengan koksu dari kerajaan Mancuria…?”
Goat Hui Hwa terkejut karena hanya sekali lihat saja, nenek di depannya ini segera mengetahui penyebab sakitnya.
“Tidak Locianpwe, aku bertarung dengan murid dari ketiga koksu tersebut…?”
“Heemmm, kau telah masuk ke tempat ini dan bertemu denganku, berarti ini sudah jodohmu, tinggallah di sini selama tiga bulan dan aku akan memberikan beberapa petunjuk untuk menyempurnakan semua ilmumu, namun aku bukan gurumu dan kau ku larang bertanya macam-macam selain mengenai ilmu silat.  Setelah itu kau harus mengerjakan satu tugas dariku, bersediakah engkau?”
“Baik Locianpwe, siauli mengerti…”  Demikianlah selama tiga bulan penuh Goat Hui Hwa di sempurnakan dan di latih dua macam ilmu yang aneh.  Yang pertama Ilmu ganas “Telapak Arwah Pembetot Hawa & Darah”, dan kedua “Ilmu Cermin Sakti Rembulan Petir” yang bila di mainkan dengan ilmu Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Tanding)nya, dapat menimbulkan kekuatan penghancur yang dahsyat.