Laman

Senin, 15 April 2013

4. Berlatih Ilmu-Ilmu Dahsyat

Pemuda bernama Dama Kalla tersebut tertawa terbahak-bahak, kemudian memandang kepada kelelawar iblis tersebut:
“Marilah Donggo, kita akan memulaikan perburuan berdarah kita…..hahahahahaaha…..” Diiringi mencicit tajam, tiba-tiba kelelawar iblis tersebut melesat ke dada Dama Kalla dan dengan cara yang gaib lenyap masuk ke dalam tattoo di dada pemuda tersebut.
***
Waktu berlalu dengan sangat cepatnya, lima belas tahun lewat tanpa terasa. Suatu sore yang sepi di suatu tempat yang cukup luas di Tanjung Kematian tersebut, tampak seorang pemuda berusia delapan belas tahun sedang melakukan gerakan-gerakan silat yang luar biasa aneh dan dahsyat.
Pemuda itu memakai jubah biru dengan rambut riap-riapan. Bila ada orang yang melihat ini tentu mereka akan terkejut sekali, karena dari tangan dan kaki pemuda yang tampan itu keluar hawa mujijat bagai lidah-lidah api dan butiran-butiran es diikuti pancaran hawa petir yang amat kuat dan luar biasa dahsyatnya.
Sementara tak jauh dari padanya tampak seorang biksu dan seorang kakek bungkuk yang enak-enakan duduk di atas dua buah batu besar.
Ilmu silat aneh dan dahsyat yang di mainkan oleh pemuda itu adalah “Jurus Tarian Mabuk 18 Naga Petir” yang di lambari “Tenaga Sakti Sembilan Naga” tingkat ke sembilan yang dahsyat. kakinya oleng kesana-kemari seperti orang mabuk, namun kedua telapak tangannya bergerak dengan jurus-jurus pukulan yang aneh luar biasa yang mengeluarkan ledakan-ledakan kecil namun mematikan. Lingkaran seluas lima kaki di kurung oleh hawa mujijat panas dingin yang pekat sehingga membentuk bayangan naga yang dahsyat.
Setelah pemuda tersebut yang tak lain adalah Mahesa Geni memainkan delapan belas jurusnya sampai habis, tiba-tiba terdengar pekikan nyaring sambung menyambung dari mulutnya yang di lakukan dengan pengerahan ilmu “Pekikan Naga Pemisah Roh”.
Pekikan itu luar biasa karena mampu mengeluarkan getaran mengerikan yang dapat membuat urat-urat hancur dan alunan nada membetot sukma yang melumpuhkan. Sementara itu tubuhnya melesat keatas dan menukik naik turun memainkan Jurus “Kuku Pedang Duabelas Naga Langit” yang tak kalah dahsyatnya dari ilmu yang pertama tadi.
Dari kesepuluh ujung jarinya keluar hawa pedang berpusingan yang amat padat dan tajam, mampu menembus baja sekalipun. Sementara tubuhnya meliuk-liuk membentuk bayangan-bayangan naga menari di udara dengan jurus-jurus aneh yang kesemuanya hampir tidak pernah menyentuh tanah namun daya rusaknya ternyata sangat mengerikan.
“Awasss……..Ghroaaaaaaaaakkkhhhrrrrrr…….ciaaaaaaatt……..” Tiba-tiba terdengar bentakan di ikuti pekikan dari ilmu yang sama dari kakek bungkuk yang tadi hanya menonton saja.
Tubuh kakek bungkuk yang tak lain adalah Ki Sapta Langit itu melesat menyerang Mahesa Geni dengan ilmu hampir mirip dengan yang di mainkan si pemuda namun berlainan dan hampir tidak di kenal oleh si pemuda yaitu jurus ‘Cakar Naga Terbang”.
Ini adalah salah satu dari ilmu-ilmu andalan si Naga Bungkuk Bertangan Dewa tersebut yang telah mengangkat namanya sebagai jago tanpa tanding di tanah jawa puluhan tahun lamanya.
Terjadilah pertarungan di udara yang aneh, seru dan di ikuti dengan bentakan-bentakan maupun erengan yang dahsyat dan menggetarkan.
Sampai lewat limapuluh jurus pertempuran itu masih berlangsung hampir seimbang, tiba-tiba terdengar bentakan yang lain lagi, di lain saat si biksu See thian Lama yang tadi hanya menonton saja telah ikut menerjunkan diri dalam pertempuran tersebut. Dari jari-jari tangannya yang di rapatkan keluar hawa padat setajam pedang yang berdesing memekakkan telinga menyerang mahesa Geni. Jadinya pemuda itu sekarang di keroyok dua.
Mahesa Geni terkejut mendapat serangan ini, dan dia berusaha untuk bertahan namun duapuluh jurus kemudian di rasakan tekanan-tekanan dari dua gurunya makin bertambah hebat. Ruang lingkup pertarungan itu kian bertambah luas, apalagi saat pemuda itu berganti gerakan dengan “Jurus Tarian Mabuk 18 Naga Petir” di ikuti oleh “Jurus Langkah Siluman Naga Gila” dan “Jurus Telapak Duabelas Kibasan Ekor Naga” serta jurus tendangan “Sengatan Tujuh Naga Neraka”.
Namun demikian kedua orang kakek itupun segera berganti gerakan pula dengan jurus-jurus yang hampir mirip namun dahsyat sehingga pertarungan itu semakin ramai.
Lewat jurus ke tigapuluh Mahesa Geni makin kurang dapat mengembangkan permainannya sehingga mulai terdesak di bawah angin.
“Anak bodoh...jangan biarkan pikiranmu terpengaruh perbawa ilmu lawan, lepaskan Tenaga Sakti Sembilan Naga ke ketujuh pintu naga dan biarkan sang naga menuntun gerakmu tanpa penghalang…” Tiba-tiba terdengar suara Ki Sapta Langit memberi petunjuk pada muridnya.