Laman

Senin, 15 April 2013

8. Mulai Mengembara

Mahesa Geni bersimpuh di depan kedua gurunya dengan hati terharu. Keesokan harinya ketika pemuda itu bangun ternyata dia tidak menemukan lagi kedua gurunya. Hatinya gundah namun tak dapat berbuat apa-apa.
Sekilas dia teringat akan buntelan yang di berikan oleh gurunya. Menurut gurunya, buntelan ini adalah satu-satunya warisan dari ibunya sebelum menghembuskan nafas terakhir.
Ketika buntelan itu di buka, di dalamnya terdapat sebuah kitab kulit yang sudah kusam, sebuah Jamur Merah dan secarik kertas yang lusuh. Hatinya lebih tertarik dengan kertas tersebut maka segera di bacanya. Terlihat beberapa kalimat yang di tulis cepat-cepat, berbunyi:
“Anakku , Namamu adalah Sian Hay atau Mahesa Geni, ayahmu adalah Pendekar Pedang Terbang Sian Bun, murid ke-tujuh dari partai Mi Tiong Bun di tionggoan, kami terjebak dalam perburuan Pusaka-pusaka di Pulau Daun Putih…ibu tidak tahu siapa musuh-musuh yang mengeroyok kami…makanlah Jamur Inti Api ini dan pelajarilah Kitab yang berisi Ilmu Serat Emas Inti Matahari dan Ilmu Jari Penembus Tulang Inti Matahari ini… soal pembunuh ayahmu, mungkin orang yang membawa kitab Inti Bulan dari Beng Kauw di Persia dapat kau mintai keterangan…Cari juga Si Raja Racun Selatan…”
Tertanda, ibumu Cendana Wangi”
Mahesa Geni tertegun sejenak. Meskipun masih samar-samar namun dia sudah dapat menduga bencana yang menimpa kedua orang tuanya. Dalam hati dia berjanji untuk mengusut masalah ini dengan jelas dan membalaskan kematian kedua orang tuanya.
Hanya satu yang membuat dia ragu-ragu, surat itu terputus tanpa memberitahu untuk apa dia mencari Si Raja Racun Selatan…?
Mahesa Geni mengulurkan tangan mengambil Jamur Api dan memakannya. Ternyata jamur tersebut dapat melipat gandakan kekuatan tenaga dalamnya dan ini sangat menggirangkannya. Saat dia mulai membuka dan mempelajari kedua ilmu yang tercantum dalam kitab pusaka tersebut ternyata itu adalah ilmu-ilmu yang luar biasa hebatnya, tidak kalah bagus mutunya dengan ilmu-ilmu yang dia sudah kuasai saat ini.
Seratus hari kemudian, setelah menghafal teori dan berhasil melatih dasar-dasar kedua ilmu tersebut barulah dia meninggalkan Tanjung Kematian untuk memulaikan pengembaraannya sebagai seorang pendekar.
***
Kota Naripan di kadipaten Tunggul Wetan adalah sebuah kota yang ramai. Sedangkan Kadipaten Tunggul Wetan ini masih termasuk wilayah sebelah utara dari kerajaan Majapahit yang di perintah oleh Prabu Hayam Wuruk yang di dampingi mahapatihnya yang terkenal, yaitu Mahapatih Gajah Mada.
Siang itu Mahesa Geni memasuki kota Naripan dengan berlenggang kangkung. Wajahnya yang tampan dengan rambut riap-riapan. Baju dan celananyanya dari kain kasar warna putih. Lapisan luar di tutupi dengan jubah panjang berwarna biru tanpa lengan.
Yang unik ialah di pinggangnya terlilit sejenis ikat pinggang selebar tiga jari yang ujungnya terdapat ukiran kepala naga yang berkilat keemasan, sedangkan lengannya yang panjang di gulung sampai di sikut dengan tangan kiri terdapat sebuah gelang berwarna biru selebar tiga jari.
Sambil berjalan, bibir pemuda itu tersungging senyum lebar menyaksikan keramaian kota tersebut. Sesaat kemudian sepasang kakinya berbelok ke arah sebuah kedai yang tidak terlalu besar dipinggir jalan. Kedai itu tampak penuh, matanya celingukan memandang kesana-kemari.