Laman

Senin, 15 April 2013

5. Ujian Terakhir

Mendengar suara tersebut pikiran Mahesa Geni terjentik sesaat: “Ah, guru suruh aku membebaskan tujuh pintu naga apakah itu berarti menggerakkan tenaga tanpa terputus?...dan ‘sang naga menuntun gerakmu’..bagaimana bisa?...” Semakin pikirannya larut semakin kacau gerakannya hingga:
“Dheessss….huaaakh” Tubuhnya terlempar lima tombak ke belakang sambil memuntahkan sedikit darah segar. Ternyata dia telah terluka ringan.
“Anak bodoh, apakah kau mau mati cepat?…Lupakan jurusmu, lupakan namanya, lupakan gerakannya, biarkan sang naga mengalir bebas dalam ketujuh pintu naga…” Terdengar suara lain yang ternyata adalah See thian Lama yang lembut memberi petunjuk pada muridnya.
“Ahh benar, apakah itu berarti harus bergerak sesuai keadaan? Hmm benar…betapa bodohnya aku, kenapa aku sampai melupakannya…” Pemuda itupun memejamkan matanya, membiarkan Tenaga Sakti Sembilan Naga berputaran ke seluruh tubuh, melupakan luka dalamnya dan tidak lagi memikirkan jurus lawan ataupun pergantian jurus-jurusnya.
Kala itu kedua gurunya kembali menyerangnya dengan hebat. Saat bagian-bagian tubuhnya merasakan ada serangan, tubuhnya otomatis berespon dengan jurus-jurus yang memang telah mendarah daging di tubuhnya.
Pertama masih tampak kaku dan agak di paksakan, namun semakin lama Mahesa semakin cepat menguasai cara bersilat seperti ini. Hebatnya dengan cara ini tubuh, tangan dan kakinya dapat bergerak dengan otomatis mementahkan semua jurus-jurus dahsyat lawan.
Kini gerakan tubuhnya tidak lagi terpaku pada rangkaian-rangkaian jurusnya, tapi justru dapat bergerak memainkan jurus apa saja dalam posisi yang bagaimanapun tanpa halangan. Tanpa di sadarinya pemuda ini telah berhasil menembus tataran ‘berganti jurus tanpa hambatan’.
Biasanya jurus-jurus dalam ilmu silat selalu ada gerakan awal yang merupakan mata rantai yang di sebut ancang-ancang untuk berpindah pada jurus selanjutnya, namun tataran yang di capai pemuda itu memungkinkan dia mengerahkan jurus apa saja walau dalam posisi tubuh yang tidak biasa atau paling mustahil sekalipun dan ini adalah suatu pencapaian yang luar biasa. Jika bukan karena bakatnya yang besar, tidak nanti dia mampu melakukannya.
Kedua kakek sakti ini memang mendidik Mahesa Geni dengan sangat keras namun juga sangat memanjakan murid mereka ini sehingga bergantian mereka setiap tiga bulan mereka membantu sang murid dengan mengalirkan sepertiga hawa murni mereka selama lima belas tahun. Tak heran pencapaian yang di capai Mahesa Geni walau umurnya yang ke delapan belas tahun ini amatlah hebat.
Mereka sengaja melatih Mahesa dengan keras dan dengan cara yang luar biasa karena mereka mengharapkan pemuda inilah yang akan menjadi wakil mereka untuk meredam ancaman petaka yang terjadi di delapan penjuru dunia persilatan saat ini.
Seratus jurus berlalu dengan cepatnya, kini Mahesa sudah membuka matanya dan melayani gempuran kedua gurunya. Akhirnya dia tidak lagi terdesak hebat, malah sekarang dapat berganti-ganti jurus mengimbangi sampai duaratus jurus lebih, dan ketika gerakan kedua gurunya mulai melambat, Mahesa Geni tahu bahwa walaupun lambat namun akhir pertarungan di tentukan oleh babak ini. Karena tidak mengandalkan lagi gerak jurus tapi kekuatan tenaga dalam semata.
Kedua gurunya menyerangnya dengan pukulan-pukulan jarak jauh yang dahsyat. Dia melihat kedua tangan gurunya ki Sapta Langit bergerak dengan gerakan berbeda. Dua warna biru dan kuning semburat dari kedua tangannya, itulah pukulan yang tidak di ketahuinya. Sedangkan gurunya yang satu, See thian Lama bergerak dengan gerakan yang juga aneh karena dari kedua tangannya keluar dua larik sinar hitam berhawa panas menyengat yang tidak juga di kenalnya.
Dia terkesiap namun segera bersiap. Kedua kakinya tertanam dengan kuda-kuda yang kuat, di lain saat Tenaga Sakti Sembilan Naga tingkat ke duabelas di kerahkan sampai ke puncak. Sinar perak keemasan berpendar si sekeliling tubuhnya, dari kedua tangannya keluar hawa sakti yang amat dingin dan panas di sertai ledakan-ledakan kilat yang kuat.
Saat kedua gurunya menyerangnya dengan pukulan sakti mereka, diapun segera mendorongkan kedua tangannya menyambut dengan Jurus “Pukulan Maut Naga Petir” tingkat akhir, yaitu tingkat ke dua belas. Di mana dari kedua tangannya keluar dua larik sinar mujijat berwarna perak keemasan berhawa panas dan dingin yang diikuti ledakan-ledakan petir yang memekakan telinga.
“Heaaaaahhhhh…….Dhuaaaarrrr……dhuaaaaarrrr…..dhuaaaaaarrrr…!” Terdengar tiga ledakan yang amat keras seolah-olah langit runtuh oleh bencana alam yang dahsyat saat ketiga pukulan bertemu. Tubuh Mahesa Geni terdorong satu tombak kebelakang dengan kedua kaki melesak ke dalam tanah sampai di mata kaki, sedangkan kedua gurunya hanya terdorong tiga langkah ke belakang.
Mahesa Geni mengerahkan tenaga meredakan guncangan di sebelah dalam tubuhnya, setelah itu dia menghentakkan tangannya ke bawah sehingga tubuhnya terangkat dari tanah yang melesak, kemudian kakinya melangkah perlahan ke arah kedua orang gurunya sambil bersimpuh: “Guru berdua, maafkan Mahesa yang lancang sehingga guru berdua terluka…”