Laman

Senin, 15 April 2013

6. Ilmu-Ilmu Gabungan

“Hohohoho…kalau kami tidak membatasi tenaga kami, apa kau pikir dengan pukulanmu yang seperti tahu itu mampu mengapa-apakan kami?” Sahut Ki Sapta Langit sambil menatap muridnya dengan wajah kereng.
“Omitohud, Mahesa Geni…sebenarnya tadi kami hanya mengujimu, kau tidak perlu khawatir karena kami tidak apa-apa. Bahkan kami senang karena engkau telah menguasai dengan sempurna semua ilmu yang kami ajarkan…bahkan tingkat tenaga dalammu telah mencapai tataran di atas tokoh-tokoh kelas satu di dunia persilatan dewasa ini”
Mendengar ini mahesa Geni menjura dengan hormat: “Maafkan kalau Geni lancng menyinggung guru berdua karena dari tadi hati Geni bertanya-tanya tentang jurus-jurus yang guru berdua gunakan terakhir saat menguji tadi…guru tidak pernah mengajarkannya kepada Geni?...”
“Hohoho…kau benar muridku, jurus-jurus itu tidak pernah kami ajarkan kepadamu, tapi apakah kau melihat beberapa kemiripan dengan ilmu-ilmu yang kau miliki?...jawablah” Sahut Ki Sapta Langit sambil tersenyum misterius.
“Ah benar guru, Geni memang melihat ada beberapa persamaan dengan ilmu-ilmu yang Geni kuasai, mengapa bisa begitu?...” Kembali Mahesa Geni bertanya dengan suara penasaran.
“Hmmm…tentu saja mirip, karena memang jurus-jurus yang kami ajarkan kepadamu adalah mahakarya terbaru kami berdua yang baru saja kami ciptakan bersama selama sepuluh tahun terakhir ini yang kesemuanya adalah gabungan dari ilmu-ilmu terhebat yang kami miliki.
“Tenaga Sakti Sembilan Naga” tercipta dari gabungan dari ilmu Tenaga Sakti Selaksa Api dan Es milikku dan Ilmu Tenaga Sakti Budha Petir milik gurumu si biksu ini. “Jurus Tarian Mabuk 18 Naga Petir” itu adalah gabungan dari Jurus 18 Naga Penakluk Iblis gurumu si biksu ini dan jurus Delapan Dewa Mabok milikku, nah “Jurus Kuku Pedang Duabelas Naga Langit” adalah gabungan dari Ilmu Jari Pedang Maut si biksu ini dan jurus Cakar Naga Terbang milikku sedangkan “Ilmu Pekikan Naga Pemisah Roh” adalah gabungan dari Ilmu Sabda Budha Pemusnah Iblis si biksu dan ilmu Lengkingan pemisah Roh milikku, itulah sebabnya tingkatan yang paling tinggi dari ilmu itu akan membuatmu mampu menotok orang dengan suara, menyembuhkan luka dalam dengan suara bahkan menghancurkan benda apapun hanya dengan suara saja.
Terakhir adalah Ilmu “Pukulan Maut Naga Petir” itu adalah gabungan dari Sinar Sakti Api-Es Bersinar Emas milikku dan Pukulan Sakti Sengatan Seribu Petir milik si biksu ini, apa kau mengerti Mahesa?...” Kembali Ki Sapta langit berseru dengan suara tegas yang agak di tekan.
“Benar Geni, Selain “Ilmu Pukulan Sihir Pelebur Bintang” dan “Tangan Kapas Pelebur Jagat” yang ku ajarkan serta ilmu “Jubah Dingin Sisik Naga’ yang di ajarkan gurumu si naga bungkuk ini, yang lain adalah ilmu-ilmu hasil gabungan dari kami berdua…” Sahut See Thian Lama menimpali.
Mahesa Geni terlolong dan heran mendengarkan penjelasan kedua gurunya tersebut, namun seketika mukanya berseri: “Wah…jadi maksud guru kalau ilmu-ilmu ini adalah inti dari semua ilmu yang guru berdua miliki dan belum pernah muncul di dunia persilatan?...kalau begitu ini tentu hebat sekali…! “
“Tentu saja hebat, bayangkan dengan umurmu yang baru seujung kuku ini kau sudah mampu bertahan duaratus jurus tanpa terdesak dari kami berdua …apa lagi kalau bukan karena kehebatan ilmu-ilmu tersebut dan apa kau kira semua ilmu itu hanya ilmu-ilmu kacangan saja?. Itulah sebabnya kau jangan sombong dan tekebur dan harus dapat menguasai nafsumu…karena sekali saja kau salah langkah, kau akan menjadi sumber bencana bagi orang lain.” Sahut See Thian Lama, setelah menarik nafas sejenak beliau melanjutkan…
“Ingatlah muridku, sehebat apapun ilmu yang kau miliki haruslah tunduk pada yang di atas, karena tidak ada satupun yang terjadi tanpa perkenanan-Nya…dalam menghadapi sesama maka apa yang engkau tidak ingin orang perbuat kepadamu janganlah kau buat pada mereka sehingga hukum karma tidak akan berbalik menimpamu”
“Baik guru, murid mengerti, dan murid mohon petunjuk guru untuk selanjutnya…” Sahut Mahesa dengan kepala tertunduk.
“Nah sekarang kau beristirahatlah. Nanti malam kami ingin memberikan sesuatu kepadamu.” Sahut ki Sapta Langit dengan tegas.
“Terima kasih guru berdua, murid mohon pamit untuk beristirahat.” Setelah bersimpuh menghormat, Mahesa kembali ke pondoknya dengan hati riang gembira.
Malam itu tiga orang kembali duduk berhadapan di dalam pondok sederhana yang di terangi obor.
“Wahai muridku Mahesa Geni, masih ingatkah kau sudah berapa lama kau menjadi murid kami?...”
Terdengar suara lembut dari See thian Lama di tujukan pada muridnya ini.
“Masih ingat guru, hingga saat ini sudah genap lima belas tahun, tapi mengapakah guru menanyakan hal ini?..” Sahut Mahesa dengan suara agak di tahan.
“Hmmm, sudah lima belas tahun aku meninggalkan tanah kelahiranku di Tibet dan kini aku harus kembali. Ada satu tugas yang aku inginkan kau kerjakan. Kelak bila engkau memiliki waktu banyak dalam perantauanmu, sekitar musim semi tahun depan, sempatkanlah berkunjung ke Tibet, karena aku ingin kau mewakiliku untuk bertanding adu kesaktian yang di lakukan enam belas tahun sekali oleh empat Dewa dari tionggoan…., bersediakah engkau Geni?” See Thian Lama menatap pemuda itu dengan terharu.