Laman

Senin, 15 April 2013

2. Mengangkat Murid

“Kakek berdua, nama saya Cendana Wangi….” Setelah berhenti sejenak, dengan suara yang mulai lemah nyonya muda itu kembali melanjutkaan: “…kalau saya tidak salah, kakek berdua tentu orang baik, saya mohon pertolongan untuk menitip anak saya, atau paling tidak serahkankan dia dengan kakeknya si Raja Racun Selatan di puncak gunung Bromo…ahhhh…aku tidak tahan lagi…” Nyonya muda yang mengaku Cendana Wangi itu mengeluh tertahan dengan nafas tersegal-segal.
“Bertahanlah…” Sahut Darba sambil kembali melancarkan totokan-totokan di dada Cendana Wangi dan menyalurkan hawa murni.
‘Anakku…namanya Sian Hay atau …Mahesa Geni,… bun…buntelan di punggungnya, … …aaaaakhhhh…” walau dengan susah payah mengeluarkan kata-kata terakhirnya, akhirnya Cendana Wangi tak kuat lagi bertahan lagi karena racun yang menyebar ke seluruh tubuhnya, dan karena dia benar-benar kehabisan darah.
“Omitohud…takdir tak dapat di tentang, masa hidup manusia bila sudah waktunya siapakah yang sanggup memperpanjangnya. Hanya jalan Budha yang dapat memberi penerangan sempurna…”
Kedua kakek sakti itu menghela nafas panjang. Mereka tidak dapat berbuat banyak, karena nyonya muda itu memang sudah banyak kehabisan darah. Tanpa banyak bicara mereka mengebumikan mayat tersebut secara sederhana.
‘Anak yang bertulang bagus…! Hmmm…tampaknya aku harus menunda kepulanganku ke Tibet beberapa tahun lagi…”Sahut Darba perlahan sambil menatap tajam penuh selidik anak kecil dalam gendongan Ki Sapta langit.
“Benar sekali, wahai sobatku Darba, tampaknya anak ini berjodoh untuk menghentikan petaka hitam dunia persilatan yang merajalela akhir-akhir ini, …hohoho, anak yang beruntung sekali…”
Demikianlah anak kecil atau Mahesa Geni atau Sian Hay yang berusia tiga tahun tersebut diangkat sebagai murid oleh dua tokok yang sakti ini.
Siapakah kedua orang kakek sakti tersebut. Kakek sakti berpunuk di punggung tersebut yang di panggil Ki Sapta Langit adalah seorang dedengkot golongan putih yang sudah lama mengasingkan diri. Pada enam puluh tahun lalu beliau muncul dengan kesaktian yang sukar di cari tandingannya di tanah jawa dan setelah tigapuluh tahun malang melintang sebagai tokoh tanpa tanding yang misterius kakek ini hanya dikenal dengan julukan Naga Bungkuk Bertangan Dewa. Sedangkan biksu yang di panggil Darba yang usianya tak terpaut jauh daki Ki Sapta Langit itu adalah salah seorang dari 4 datuk tersakti dari tionggoan yang berjuluk See-thian-Lama (Lama Sakti Langit Barat).
***
Petaka Hitam apakah yang di maksudkan oleh kakek sakti berpunuk tersebut?. Dunia persilatan di gegerkan dengan adanya pembunuhan berantai sadis yang terjadi di sepuluh tempat dalam waktu tiga bulan terakhir ini. Korbannya adalah tokoh-tokoh puncak sepuluh Partai dari enam belas partai terbesar di tanah Jawa. Hingga detik ini tidak ada yang tahu siapakah pembunuh berdarah dingin tersebut, namun yang pasti ialah semua korban di temukan tewas pada malam jumat kliwon dengan tubuh kering kehabisan darah dan tanpa kepala.
Sungguh tragedi yang sangat mengerikan dan menimbulkan kemarahan semua tokoh-tokoh persilatan kalangan atas di berbagai penjuru di samping ketakutan yang mencekam hati setiap orang. Terjadi saling mencurigai satu dengan yang lain sehingga tak heran dalam waktu singkat terjadi bunuh-membunuh di mana-mana.
Ke enam partai lain yang telah mendengar malapetaka ini juga menjadi was-was dan mengadakan penjagaan yang sangat ketat serta menutup diri mereka.
Belum tuntas masalah ini di usut oleh para tokoh-tokoh persilatan, dunia persilatan kembali di kejutkan dengan munculnya dedengkot-dedengkot dunia hitam yang memiliki ilmu gila-gilaan yang hampir tak masuk akal mendekati iblis atau siluman.
Udara malam itu amat dingin menusuk. Saking dinginnya sehingga tidak memungkinkan ada orang biasa untuk dapat hidup di lembah terpencil yang terletak jauh di bawah pegunungan Bromo sebelah barat yang angker dan sukar di datangi orang biasa.
Namun herannya, di tengah suasana yang dingin, sunyi dan mengerikan dengan hanya di terangi sinar rembulan, nampak di atas sebuah batu besar di depan sebuah goa yang gelap, duduk seorang kakek botak yang Nampak mengerikan. Wajahnya seperti tengkorak dengan dua biji mata yang kecil kemerahan. Tubuhnya Nampak lebih tinggi dari ukuran orang biasa dengan tubuh yang kurus kering tinggal pembungkus tulang itu di tutupi jubah hitam seperti jubah kelelawar. Sementara tangannya yang sebelah tampak buntung sebatas siku.
Di samping kiri kakek tersebut tampak berdiam seekor kelelawar besar bermata merah yang mengerikan, dua kali besar manusia biasa dengan sayap sepanjang dua meter bila di rentangkan. Kuku-kukunya yang tajam bagai pisau tampak pada jari-jari kakinya dan gigi-gigi yang tajam tampak mencuat mengerikan. Inilah kelelawar iblis yang menjadi piaraan kakek sakti tersebut.