Laman

Senin, 15 April 2013

1. Duel 2 Dewa

Suasana Tanjung Kematian di pesisir Pantai Laut Utara yang jauh dari jangkauan manusia biasa tampak lain dari biasanya. Hampir tiga hari telah berlangsung pertempuran yang seru antara dua orang manusia yang aneh. Yang paling luar biasa adalah akibat dari pertempuran itu, Suasana alam tanjung kematian itu porak-poranda tak berbentuk lagi bagai habis di landa badai topan yang sangat besar.
Yang satu seorang tua berusia sekitar delapanpuluh tahun lebih. Rambut, alis, kumis dan janggutnya yang panjang tergerai sampai di dadanya sudah putih semua. Dandanannya aneh dengan baju hitam tanpa lengan yang lusuh agak kedodoran. Namun yang menarik darinya ialah di punggungnya ada sebuah punuk yang besar. Sementara lawannya seorang kakek berwajah asing yang bermata sipit dan hidung besar dan bibir tebal. Sukar di taksir usianya, namun dari kepalanya yang plontos tanpa rambut dan jubahnya yang putih kekuningan dapat di simpulkan bahwa dia adalah seorang Lama dari Tibet.
Kedua orang ini sudah bertarung selama tiga hari tiga malam, namun belum juga ada yang menunjukkan siapa pemenangnya. Jurus-jurus dahsyat dan aneh bahkan yang berkekuatan sihir yang belum pernah di saksikan oleh dunia persilatan di munculkan dan di kerahkan untuk mengalahkan lawannya, namun tidak ada seorangpun yang unggul. Sampai akhirnya kedua orang yang bertarung itu berhenti ketika mata sakti kedua orang yang sedang bertempur tersebut menangkap bayangan lain yang terdampar di pinggir pantai yang memecahkan perhatian mereka.
Tanpa bicara kedua orang tua itu melesat kearah bayangan lain tersebut, tak sampai habis satu kedipan mata mereka telah sampai di hadapan bayangan tersebut yang setelah di perhatikan ternyata adalah seorang perempuan muda yang pingsan sambil memeluk seorang anak kecil berumur tiga tahun. Sementara di bahu perempuan itu tertancap pisau belati keemasan. Sekali lihat tahulah kedua kakek itu bahwa pisau tersebut mengandung racun yang mematikan.
“Omitohud…Ki Sapta Langit, tampaknya ibu dan anak ini korban perampok laut dan kedahsyatan badai di tengah laut, dan sang ibu ini keracunan?” terdengar suara berat dari Lama bermata sipit tersebut sambil tangannya bekerja memberikan totokan-totokan di sekitar punggung dan bahu perempuan muda tersebut untuk menyadarkannya.
“Hoho, benar sekali sobatku Darba, entah siapa mereka dan anak itu…” kakek bungkuk yang di sebut Ki Sapta Langit menyahut dengan suara tenang, namun tangannyapun bekerja cepat mengambil anak laki-laki tersebut dari pelukan sang ibu. Kakek itu memegang kedua kakinya dan menjungkir balikkan kepala di bawah sementara tangan satunya menepuk perlahan di punggung dan dada anak tersebut untuk mengeluarkan air laut yang telah di minumnya.
Sejenak kemudian anak itu memuntahkan air laut yang banyak dan menangis dengan kuat. Sementara sang ibu yang di sadarkan oleh biksu yang di sebut Darba itu mulai membuka matanya yang nampak sayu.
“Oh, di mana aku?...” ibu itu menjerit lirih sambil mengerang kesakitan.
“Nyonya muda yang malang…Engkau kami temukan terdampar di pinggir pantai Tanjung Kematian!
Siapakah kau dan apa yang terjadi?...” Tanya Ki Sapta Langit dengan suara lembut.
“Anakku…ohhh, anakku…kau selamat nak…” Perempuan itu tidak segera menjawab pertanyaan Ki
Sapta Langit karena perhatiannya segera tertarik dengan suara tangisan anaknya yang di angsurkan kepadanya.
“Anakku, oh anakku, malang nian kau nak…semuda ini sudah akan kehilangan kedua orang tuamu…huuuu…huuuuu….huuu…” Nyonya muda itu menangis tersedu-sedu sambil mendekap anak tersebut dengan erat.
Ki Sapta langit dan Darba hanya saling pandang saja tanpa dapat berbuat apa-apa. Mereka maklum akan kondisi ibu itu. Agaknya luka akibat tertancap pisau beracun di bahu wanita tersebut telah cukup lama terjadi sehingga wanita tersebut telah banyak kehilangan darah. Mereka memastikan bahwa nyonya muda itu tak dapat bertahan lama lagi.
Beberapa saat kemudian nyonya muda itu berhenti menangis dan memandang kedua penolongnya dengan tatapan memohon.