Laman

Selasa, 16 April 2013

10. Salah Paham

Hong Sin terkejut melihat ketiga orang yang berdiri dengan wajah kereng di hadapannya itu. Sadarlah dia bahwa ada satu persoalan yang terjadi sehingga tiga tokoh dari Chit-Pai Chit-cu dan jago-jago dari berbagai partai inipun memburunya.
Belum sempat dia mengatakan sesuatu, tiga jalur tenaga aneh yang amat kuat menerpa ke arahnya, menekan semua bagian tubuhnya. Sekilas dia rasakan tiga tenaga ini tidak mengandung tenaga penghancur, hanya bermaksud untuk menekan dan melumpuhkannya.
Tapi mana mau Hong Sin mandah saja di lumpuhkan. Otomatis tenaga dari ilmu Kim-I-Kang (Jubah Emas Sakti) di kerahkan ke seluruh tubuh, sementara tubuhnya berputaran satu kali dan menuntun ke tiga tenaga aneh itu kembali kepada pemiliknya.
“IIIIIHHH….” “Mustahill…” “Hebat…”
Nampak keterkejutan di wajah ke tiga tokoh Chit-Pai Chit-cu, segera mereka menghindar dan memapaki pukulan-pukulan yang berbalik itu dari samping namun tak urung mereka tetap tergentak mundur setengah langkah. Para ciangbunjin dan tokoh-tokoh persilatan yang hadir juga tak kalah kagetnya. Mereka tahu betapa lihainya tangan keempat tokoh Chit-Pai Chit-cu tersebut.
Melawan satu saja sudah tidak mungkin ada orang yang bisa lolos, tapi pemuda tersebut mampu menahan dan mengembalikan ke tiga pukulan sakti tersebut, ini sungguh di luar dugaan siapapun.
Hong Sin menampak situasi yang kurang menguntungkan segera dia membungkuk dengan hormat dan berkata dengan suara tenang: “Maafkan wanpwe yang kurang hormat sehingga menyibukkan para cianpwe sekalian, kalau boleh tahu peristiwa apakah yang membuat cuwi sekalian mendesak saya seperti ini?”
Sebelum ke tiga kakek dari Chit-Pai Chit-cu itu menjawab, Ketua Khong-thong-Pai, Hui-Liong-Kiam Pan Sek berseru dengan ketus: “Huh, apa benar kau yang bernama Hong Sin dan berjuluk Im-Jiu Tok-Sian (Dewa Racun Bertangan Dingin)…?
Hong Sin memandang kakek itu dengan kening berkerut: “Wanpwe memang bernama Hong Sin, tapi gelar Im-Jiu Tok-Sian (Dewa Racun Bertangan Dingin) tidak berani aku menerimanya…”
“Bagus, kalau benar kau yang bernama Hong Sin, maka kami tidak perlu banyak cakap lagi, kau harus mempertanggung-jawabkan puluhan orang-orang kang-ouw yang telah kau bantai di luar kota Su Chuan kemarin…” kembali Hui-Liong-Kiam Pan Sek berseru dengan suara keras di ikuti teriakan dan tuduhan-tuduhan pembunuhan dari orang-orang yang mengepungnya.
Hong Sin terkejut mendengar akan hal ini. Kapan dia membunuh orang?. Tatapannya segera tertuju pada gadis berpakaian putih, Goat Hui Hwa. Sinar matanya penuh pertanyaan tertuju kearah gadis tersebut.
Goat Hui Hwa tak berani membalas tatapan pemuda itu, melainkan mengengoskan mukanya kearah lain tanpa menjawab. Melihat ini justru Tabuli Chin yang berdiri tak jauh dari gadis cantik itu tertawa menyeringai dan berkata: “Hehehe…Hong Sin, kau janganlah seperti anjing yang menyembunyikan ekor, berani berbuat tapi tak berani bertanggung jawab, semua orang gagah sudah mengetahui kebusukanmu dan kau tak dapat mengelak lagi.”
Hong Sin tersenyum dingin tanpa membantah pemuda itu, malah menghadap pada keempat tokoh dari Chit-Pai Chit-cu itu dan bertanya dengan sabar: “Sam-wi-Locianpwe adalah orang-orang yang di hormati di kalangan kang-ouw, wanpwe hanya akan mendengarkan kalian orang tua saja, apakah ada bukti atas apa yang di tuduhkan kepada wanpwe?”
Salah satu dari tiga tokoh dari Chit-Pai Chit-cu yang berpakaian imam segera berseru: “Pinto adalah Thai Su Lojin, orang-orang memanggil pinto Pek Sim Sian dan selamanya tak pernah bohong. Saat kau mengadakan pembantaian terhadap ke tujuh puluh murid-murid dari Sembilan partai kemarin malam, kami bertiga sempat menyaksikan bayangan tubuhmu saat melarikan diri.”
“Aahhh, kalian hanya melihat bayangan tubuh dan kalian berani memastikan bahwa itu adalah aku?... sungguh hebat…”
“Kami tidak asal menuduh. Sayang kami tidak keburu menangkapmu karena kau menggunakan bom asap untuk melindungi palarianmu, namun di atas tanah kau unjuk kesombongan dengan menulis kata ‘Im-Jiu Tok-Sian (Dewa Racun Bertangan Dingin), Hong Sin’…apa ini bukan bukti yang kuat?” Sebelum Hong Sin menyelesaikan perkataannya sudah di potong oleh Pek Sim Sian.
“Maaf, kalau boleh tahu, di manakah kejadian pembantaian tersebut?” Kembali Tanya Hong Sin balas bertanya dengan penasaran.
“Huh, apa maksud pertanyaanmu?, apa kau mau mengatakan bahwa aku mengapusi anak muda sepertimu?...” Pek Sim Sian membentak dengan marah.
Saat itu kembali Tabuli Chin berseru dengan suara mengejek: “Heh, sudah jelas-jelas kau bersalah, masih saja mau mengelak. Baik kalau Su-Locianpwe ini terlalu murah hati untuk menghukummu, biarlah aku yang melakukannya. Selesai berkata demikian kedua tangannya di gosokkan hingga berobah menjadi merah kemudian di pukulkan beruntun empat kali kearah dada Hong Sin. Itulah pukulan sakti Ang-Jit-Sin-Kang yang sakti.
Hong Sin tertawa sinis, dengan satu langkah aneh dari Hun-Khai Kian-Kun-Tin (Ilmu Barisan Membuka & Menutup)nya, dia mengelak ke samping Tabuli Chin kemudian balas menyerang pemuda itu dengan salah satu jurus yang ampuh dari ilmu Im-Yang Tok-Kiam-Ci-nya yang dahsyat. Lima hawa dingin tajam tanpa suara menghantam kelima bagian tubuh Tabuli Chin. Pemuda ini terkejut, segera menarik serangannya dan berjumplitan ke atas. Dari atas kembali telapaknya melepaskan delapan belas bola api dari ilmu Ang-Jit-Sin-Kang dengan sangat cepat untuk mengurung lawannya.
Daerah seluas tiga tombak serasa di panggang dan ini membuat semua orang yang ada terkejut atas kehebatan serangan Tabuli Chin tersebut. Mereka kagum dan bersyukur. Kagum atas kehebatan ilmu yang di pertunjukkan dan bersyukur karena akhirnya ada juga tandingan yang akan menghukum durjana pembunuh para tokoh-tokoh persilatan yang berjuluk Im-Jiu Tok-Sian.
Hong Sin mendengus. Walau menerima ancaman mematikan itu namun tatapannya tak pernah lepas dari Goat Hui Hwa. Gadis itu melihat sinar mata sedih terpancar dari mata pemuda yang sempat di kaguminya tersebut, tak tahan dia membuang muka. Terdengar helaan nafas penyesalan yang berat dari pemuda tersebut.
“HAIIIT….” “Cussss…cuussss…cuuusssss...”
Saat itu terdengar bunyi seperti besi panas yang di celupkan kedalam api sebanyak delapan belas kali, diiringi tubuh Tabuli Chin yang sedang melayang di udara terpental ke belakang dua tombak lebih. Tubuhnya berjungkir balik dan turun dengan ringan, namun tidak kurang suatu apapun. Dia ini terkejut sekali. Tak terasa gerakan lawan yang membalas pukulannya, namun semua bola apinya serasa lenyap di tengah kolam dingin yang amat kuat yang kemudian memantulkan tenaga pukulannya dengan sangat kuat sampai melemparkan tubuhnya sejauh dua tombak. Semua orang termasuk ke tiga tokoh dari Chit-Pai Chit-cu terbeliak tak berkedip memandang peristiwa ini.
Tak ada dentuman pukulan beradu. Tak ada bunyi dan jerit kematian sang durjana yang di harapkan kematiannya oleh para tokoh silat yang berkumpul. Delapan belas bola api yang dahsyat tersebut lenyap dan menguap bagaikan besi yang di celupkan ke dalam es. Bahkan pemuda yang mereka harapkan untuk di hukum itu masih tetap berdiri dengan tenang tanpa kurang suatu apapun.
Saat semua orang terdiam, tak tahu harus berbuat bagaimana. Bahkan ketiga tetua dari Chit-Pai Chit-cupun diam-diam kagum setengah mati akan kehebatan pemuda di hadapan mereka ini, bahkan merekapun tidak yakin akan sanggup mengalahkannya.
Tiba-tiba berkelebat beberapa bayangan orang ke tengah-tengah tempat itu. Salah seorang di antaranya yang mengenakan jubah hwesio segera berseru dengan nyaring: “Omitohud…! Jangan lepaskan penjahat ini, dia telah membunuh Hui Hong Taysu, Kun Ci Totiang serta ke delapan tokoh lainnya…kami menemukan buktinya” Selenyap teriakan itu tampak lima orang hwesio di belakangnya membaringkan ke sepuluh jago yang baru tampak belum lama mati dengan tubuh keracunan.
Teriakan ini mengejutkan dan menyulut kemarahan semua orang yang ada. Apalagi saat mereka mengamati yang bicara itu adalah Ciangbunjin Siauw-Lim-Pai Kim Goan Taysu sendiri. Emosi mereka tak terkendali lagi, serentak mereka mencabut senjata kemudian mulai menggempur Hong Sin tanpa banyak bicara.
Tiga tokoh dari Chit-Pai Chit-cu tidak dapat berbuat apa-apa membendung kemarahan semua orang yang ada. Bahkan mereka sendiripun tak dapat menahan kesedihan tatkala melihat korban-korban yang mati ini.
“Tunggu, dengarkan penjelasanku…ini salah paham….kalian tidak boleh begini…aku tidak mau membunuh orang”. Hong Sin juga terkejut melihat serangan-serangan gencar dari para tokoh persilatan ini. Pemuda itu berteriak memberi peringatan namun tidak ada seorangpun yang mau mendengarkan.
Terpaksa dia mengerahkan Ilmu Ajaib Hun-Khai Kian-Kun-Tin (Ilmu Barisan Membuka & Menutup). Pemuda ini hanya bergerak menghindar dan menangkis semua serangan yang mengarah ke arahnya. Sementara serangan-serangan para pengeroyoknya semakin hebat. Sesekali dia berpikir hendak menggunakan ilmu Hian-Goan Pat-Hong-Hud-Kang (Tenaga Budha Delapan Penjuru Pelumpuh), Thian-Te-Tok-Khi ataupun ilmu Sian-Tok Sam-Sin-Kang (Tenaga Sakti Tiga Racun Dewa), namun dia tahu pengaruhnya sangat dahsyat dan mengerikan, dan kalau jatuh korban lagi maka ini bisa lebih memperdalam kesalah pahaman yang terjadi, maka di batalkannya maksud tersebut. Sekuatnya dia mengerahkan Kim-I-Kang dan menahan gempuran orang-orang kalap tersebut.
Inilah pertarungan yang tak pernah di bayangkan oleh siapapun di dalam dunia kang-ouw. Selama beberapa ratus gebrakan, orang-orang yang menyerang tidak dapat bergerak maju bahkan ada yang terpental oleh tenaganya sendiri yang membalik. Melihat ketangguhan pemuda berjuluk Im-Jiu Tok-Sian ini ke tiga tokoh dari Chit-Pai Chit-cu serta ke tujuh ciangbunjin dari tujuh partai yang hadir saat itu mengeluarkan senjata mereka masing-masing kemudian sama-sama membentak nyaring dan mengerahkan tenaga menggempur pemuda tersebut secara bergilir dengan dahsyat.
Hong Sin terkepung rapat.
Dia tidak tahu berapa lama dia bertarung menahan semua gempuran-gempuran yang di tujukan kepadanya. Memang semua pukulan dan senjata itu tak satupun yang dapat menembus Kim-I-Kangnya bahkan sebagian dapat di hindari dengan Ilmu Ajaib Hun-Khai Kian-Kun-Tin dan di hindari serta dialihkan tenaga pukulannya ke tanah, namun berapa lama dia dapat bertahan, setelah bertempur seharian, pada akhirnya toh dia kehabisan tenaga juga sehingga pada akhirnya beberapa pukulan maha dahsyat dari Pek Sim Sian, It Thian Sian serta Sin Kun Sian, tiga tokoh dari Chit-Pai Chit-cu berhasil menggetarkan hawa pelindung Kim-I-Kangnya sehingga membuat dia terluka cukup parah dan terdesak di pinggir sungai, bahkan pakaiannya sudah robek sana-sini tak karuan bentuknya karena terkena senjata tajam.
Biar begitu sambil bertempur tatapan matanya Hong Sin tak pernah lepas memandang Goat Hui Hwa. Bajunya sudah robek sana-sini dan tampak menggenaskan sekali. Gerakannya juga semakin lambat namun pemuda itu tidak mau menyerah begitu saja bahkan yang anehnya dia tidak menurunkan tangan jahat membalas semua penyerangnya.
Gadis itu tertegun sejenak. Kedua bola matanya yang bening membalas tatapan mata pemuda di hadapannya yang memandangnya dengan mesra, hatinya seperti teriris. Dia hanya menyaksikan pemuda itu di keroyok tanpa tahu dia harus berbuat apa. Namun akhirnya keadaan Hong Sin yang terlihat mengenaskan membuat dia tidak tahan juga.
“BERHENTI….!” Tiba-tiba dia mengerahkan tenaga dari ilmu Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Bayangan) ia membentak dengan suara nyaring disusul tubuhnya melayang bagaikan kilat dan sudah berada di depan Hong Sin. Semua orang yang mengeroyok tergetar mundur oleh bentakan bertenaga dalam tinggi tersebut dan menghentikan pertempuran.
Pek Sim sian memandang Goat hui Hwa kemudian berkata: “Nona apa maksudmu menghentikan pertarungan ini? Apa kau mau membela manusia binatang ini?...”
Goat Hui hwa mengangkat kepalanya memandang pada Pek Sim Sian dan berkata dengan suara perlahan dan gemetar: “Locianpwe, jangan lagi di teruskan pertarungan ini, siauli percaya dia tidak membunuh orang-orang ini, siauli punya bukti kuat bahwa kematian para pendekar itu tidak ada sangkut pautnya dengan Hong Sin”.
Mendengar ini Pek Sim Sian terkejut: “Eh, nona, engkau jangan main-main, benarkah yang kau katakan itu? Coba katakana apa buktinya...”
Gadis itu terdiam sambil menatap Hong Sin cukup lama kemudian menjawab dengan suara perlahan: “Siauli tidak main-main, sepanjang malam sampai tadi pagi dia tidak pernah terpisah dari samping siauli…” Setelah berkata begini, wajahnya tertunduk malu dan tak berani di angkat.
Terdengar seruan mengejek dan mencemooh sana-sini. Hong Sin membelalakkan matanya menatap gadis yang berdiri membelakangi dirinya itu. Dia tak habis pikir mengapa dara itu begitu berani mengakui hal demikian? Bukankah itu sama saja dengan mempermalukan diri dan nama baik sendiri di muka umum?
It Thian Sian segera berseru dengan sinis: “Heeh, apa mengandalkan ucapanmu saja, lantas kami sudahi masalah ini sampai di sini? Siapakah kamu ?...”
Mendengar ini semua mata kembali tertuju kepada gadis tersebut. Goat Hui Hwa mengangkat kepalanya memandang semua yang ada di situ, kemudian berkata pada It Thian Sian: “Lihatlah, apa ini bisa menjelaskan siapa adanya aku?” Berkata demikian, tangannya menyambit kearah It thian Sian. Selarik sinar perak melesat dan di tangkap oleh tangan kakek itu.
Sekilas It Thian Sian membuka tangannya dan memperhatikan benda di tangannya. Seketika itu juga wajahnya berubah pucat. Tanpa berkata apa-apa dia mengangsurkan benda tersebut pada kedua rekannya. Semua terdiam. Bahkan para ciangbunjin yang adapun terdiam, menunggu reaksi dari ketiga tokoh tersebut.
Sesaat kemudian Pek Sim Sian berkata dengan suara datar: “Nona, kami tidak akan memperpanjang masalah ini, namun kami akan terus menyelidikinya. Jika kedapatan bahwa pemuda itu adalah pembunuh yang sesungguhnya, maka kami akan mengerahkan seluruh jago persilatan untuk menuntut pertanggung-jawaban dari Istana Bulan & Bintang…”
Jawaban ini sungguh luar biasa. Semua orang tertegun. Ternyata gadis itu adalah orang dari Istana Bulan & Bintang. Salah satu dari tiga Istana dalam dunia persilatan yang sangat terkenal paling sukar di dekati. Sudah tentu ini menimbulkan pro-kontra yang hebat. Namun jika ada orang dari salah satu istana ini yang menjamin bahwa pemuda berjuluk Im-Jiu Tok-Sian ini bukanlah pembunuh, siapa lagi yang sanggup menghalangi.
Suasana jadi hening sesaat. Satu persatu semua orang meninggalkan tempat itu tersisa tiga orang. Hong Sin, Goat Hui Hwa dan Tabuli Chin. Goat Hui Hwa memandang Tabuli Chin dengan pandangan menantang.
Bersambung...