Laman

Selasa, 16 April 2013

15. Pewaris Sin-Hiat Sian-Li

“Tidak sulit untuk bertemu dengan kakakmu, jika kau ikut, mungkin beberapa masalah akan terjawab dengan sendirinya...”
“Hemm, ini tampak terlalu mudah bukan?!” Kembali Hong Sin mengguman perlahan sambil menatap tajam penuh selidik ke arah gadis itu.
“Maaf, aku tidak dapat memberitahu lebih!...kecuali jika kau ikut aku menemui seseorang…”
“Baik, sudah sejauh ini, silahkan nona tunjukkan jalan…”
Gadis itu tersenyum senang dengan mata yang berbinar, semua keangkuhannya tadi seketika sirna. Setelah menatap pemuda tersebut tengan tatapan yang dalam penuh arti, dia bertepuk tangan. Saat itu juga lantai di sebelah kanannya terbuka dan muncullah dua raut wajah dengan dandanan yang mengejutkan Hong Sin. Pemuda itu melihat seolah-olah dirinya dan diri gadis itu seperti menghadap cermin saja.
“Apa maksud semuanya ini?” Tanya pemuda tersebut.
Gadis itu tidak menjawab, melainkan membungkuk pada kedua orang yang ternyata adalah kembaran Hong Sin dan kembarannya sendiri tersebut: “Paman Kuo dan bibi An, maaf harus merepotkan kalian untuk waktu yang lama…?”
Hong Sin Tetiron itu hanya mengulapkan tangan saja sambil berkata: “Pergilah kalian, urusan di sini biar kami tangani…!”
Gadis itu memberi tanda pada Hong Sin untuk mengikutinya, maka berkelebatlah tubuh mereka berdua memasuki jalan rahasia yang terbuka tadi.
***
Ruang rahasia itu menjorok ke dalam bumi dengan dalam sekali. Mereka berjalan hamper tiga jam melewati berbagai lorong sempit yang berliku-liku yang hamper sama semua. Beberapa saat kemudian tibalah mereka di depan sebuah pintu batu pualam putih, gadis yang cantik menggiurkan itu berhenti dan menjura. Sementara Hong Sin hanya memperhatikan dari belakang tanpa bersuara.
“Ing-Ji bersama Hong-Siauhiap menghadap Subo yang mulia, mohon bertemu…!”
Setelah beberapa saat gadis itu menunggu, tak lama kemudian terdengar derak halus ketika pintu batu itu bergeser tiga inchi ke samping. Tidak besar, mungkin hanya cukup di masuki tubuh gadis itu jika dia berjalan miring. Tiba-tiba terdengar suara serak yang nyaring menjawab: “Masuklah kalian…”
Sambil tersenyum Gadis itu memberi tanda pada Hong Sin untuk masuk sementara tubuhnya sendiri sudah menyelinap menghilang di balik pintu. Hong Sin menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal melihat lakon ini. Pintu yang sempit itu memang dapat di masuki oleh si gadis tapi tidak cukup lebar untuknya yang tubuhnya yang lebih besar dari si nona Ing tersebut. Tahulah dia bahwa tuan rumah hendak mengujinya. Maka sambil tertawa dalam hati pemuda itu menyelinap masuk. Dia mengerahkan ilmu Sia-Kut-Kang (Ilmu melemaskan Tulang) dan menelusup masuk melalui pintu sempit tersebut.
Hong Sin menemukan sebuah kamar batu yang cukup luas. Di ruangan itu hanya terdapat sebuah dipan batu yang sudah berlumut dan sebuah meja batu. Pemuda itu melihat si nona berlutut di depan pembaringan sedang di atasnya terlihat seorang nenek tua yang keriput, bisa di perkirakan berumur di atas seratus tahun.
Yang luar biasa adalah keadaan nenek ini. Kedua kaki dan tangannya sudah putus sampai sebatas siku. Tubuhnya kurus kering, namun memiliki sinar mata yang tajam, Hong Sin menundukkan wajahnya dan memberi hormat:
“Wanpwe, Hong Sin memberi hormat pada cianpwe yang mulia…”
“Hikhikhik, Ing-Ji inikah pemuda yang katamu menjadi murid dari dua siluman di Pulau Awan Putih?” Mata nenek itu dengan sinar tajam menatap Hong Sin penuh selidik.
Mendengar kedua gurunya di maki sebagai “Dua Siluman”, pemuda itu jadi tidak enak hati dan mendongkol. Mulutnya memang membungkam namun sinar matanya tiba-tiba memancarkan sinar mencorong tajam yang tak kalah anehnya dari milik si nenek, walau hanya sekejap saja.
“Aiiihhhh…bagus-bagus! Tampaknya kedua bangkotan itu memang telah mempersiapkanmu dengan cara yang luar biasa sekali…” Nenek itu terkejut melihat sinar mata yang di tunjukkan oleh Hong Sin walau hanya sekejap saja, tajam namun bagaikan samudra luas yang tak bertepi. Sekejap saja nenek ini sudah dapat meraba ketinggian tenaga dalam si pemuda.
“Dengar orang muda, tahukah kau siapa aku?...”
“Jika wanpwe tidak keliru, locianpwe yang mulia adalah Sin-Hiat Sian-Li yang mengangkat nama jauh sebelum Bu-Lim Su-Sian…” Kata Hong Sin singkat.
“Bagus, kau ternya ta tidak bebal. Nah sekarang dengarkanlah baik-baik cerita singkat yang akan ku ceritakan ini. Aku dan Hiat-Khi Sian-Li adalah cikal bakal pendiri dari Mo-Kiong-Bun ini. Selama puluhan tahun Mo-Kiong-Bun tidak pernah kami ijinkan keluar karena sedang kami persiapkan untuk suatu maksud tertentu. Sampai pada suatu hari kami menemukan seorang anak perempuan berusia empat belas tahun yang terluka parah oleh racun yang dahsyat. Kami berdua lalu membawa pulang anak itu dan mengambilnya sebagai murid. Sehari-harinya anak itu menunjukkan perangai yang baik sehingga kami makin menyayanginya dan tidak curiga, namun begitu meski semua ilmu kami kami telah ajarkan padanya,namun kami tetap tidak dapat mengajarkan ilmu andalan kami yang paling hebat, yaitu Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib) milikku dan Hiat-Khi Beng-Tok-Ciang (Pukulan Beracun Pembetot Hawa & Darah) milik Hiat-Khi Sian-Li, hal ini di sebabkan sumpah kepada leluhur kami bahwa saat kami menurunkan ilmu ini pada seorang murid maka saat itulah hari kematian kami…”
Nenek itu berhenti sejenak kemudian melanjutkan: “Mungkin karena sakit hati, maka murid kami itu merencanakan makar dengan bantuan seorang iblis yang di sebut Manusia Topeng Emas. Sayangnya kami terlambat mengetahui akan rencana busuknya tersebut karena tanpa kami sadari dia telah mencampurkan makanan kami dengan racun yang tidak berbau dan berwarna yaitu Racun Pembeku Darah, yang merupakan satu-satunya racun warisan guru kami sang dapat menandingi kami. Sebenarnya racun itu dapat kami hindari kalau saja kami menyadarinya lebih cepat, tapi sayang kami terlambat dan kami kehilangan setengah bagian tenaga kami. Waktu itulah murid murtad ini menyerang sehingga kami terpaksa melarikan diri dan bersembunyi..,” Setelah bercerita demikian nenek itu tersegal-segal dengan muka merah menahan kemarahannya.
“Subo, tahanlah amarahmu, ini tidak baik untuk kesehatanmu…” Suara Nona Ing memperingatkan gurunya dengan nada khawatir. Saat menatap wajah muridnya yang penuh kasih sayang tersebut, akhirnya luluhlah amarah nenek itu.
Hong Sin menyimak dengan penuh selidik. Dalam hatinya mengutuk kekejian murid murtad itu.
“Maaf locianpwe, kalau boleh tahu siapakah murid murtad yang anda maksudkan itu? Dan di mana aku dapat menemukan dia?”
“Untuk yang satu itu nanti kau tanyakan saja pada Ing-Ji, hanya aku mempunyai dua permohonan besar padamu dan ku harap kau dapat mengabulkannya….”
“Ini adalah suatu kehormatan yang besar dan teccu akan berusaha melakukannya asalkan tidak melanggar norma-norma kebenaran…Cuma teccu tidak terlalu yakin karena musuh tampaknya terlalu kuat dan teccu belum pernah bertarung secara langsung dengan mereka?” Sahut Hong Sin dengan gagah sambil membahasakan diri ‘teccu=murid’”
“Hihihik, kedua kakek bangkotan di Pulau Awan Api pasti tidak salah memilih murid, kalau tidak pastilah mereka itu terlalu ceroboh dan goblok berani mewariskan semua ilmu mereka hanya pada satu orang saja. Jika orang itu bukan orang yang bersih bukankah akan menjadi bencana bagi dunia persilatan?...hehehe kau jangan cemas muridku pasti akan membantumu sekuat tenaga…”
“Baiklah locianpwe, teccu akan berusaha sekuat tenaga, katakanlah apa yang harus ku kerjakan?”
“Hikhikhik…Bagus…bagus, dengarkanlah permintaanku yang pertama adalah kau harus membantu membersihkan Mo-Kiong-Bun dan menyeret murid murtad itu kehadapanku, dan jika aku sudah mati kelak maka kau harus mencuci bong-paiku dengan darah manusia keparat itu, sanggupkah kau?...”
“Hong Sin menganggukkan kepala: “Teccu sanggup dan teccu akan berusaha sekuat mungkin…”
“Bagus, dan yang kedua adalah mengenai muridku ini…” Sejenak nenek itu melirik muridnya dengan senyum aneh sehingga nona itu tersipu malu menundukkan kepala.
“Hihii Ing-Ji muridku…kau jangan malu-malu, meskipun kau tidak mengatakannya namun gurumu ini tahu maksud hatimu…” kata nenek itu sambil tertawa.
“Akhh…subo sungguh terlalu…” Wajah gadis ini bersemu merah sehingga makan menambah kecantikannya yang alamiah dan menggairahkan. Tentu saja Hong Sin mengerutkan kening karena tak mengerti dengan pembicaraan yang di anggapnya aneh itu.
Nenek itu kembali menatap Hong Sin dan berkata dengan suara kereng: “Anak muda, muridku ini adalah anak ke Sembilan dari pangeran Kwan Jit. Untuk menciptakan hubungan yang baik dengan pangeran Kwan Jit, di ambil murid oleh Lo-Hoat-Ong, hingga suatu hari dia bertemu denganku dan menjadi muridku. walaupun begitu dia memiliki hati yang baik dan menentang semua kejahatan, itulah sebabnya aku mengambilnya sebagai murid secara diam-diam. Kalau selama ini dia terlibat di dalam Mo-Kiong-Bun dan terlihat kejam sebagai Ji Hu-Hoat adalah karena aku yang menyuruhnya untuk menyusup ke Mo-Kiong-Bun…”
“Ahh, bukankah ini akan sangat berbahaya sekali jika jejaknya di ketahui?’…’ Sahut pemuda ini dengan nada khawatir dan hal ini menyejukkan hati si gadis.
“Hmm, Jangan khawatir, Mo-Kiong-Bun juga mempunyai hubungan kerjasama dngan Pangeran Kwan Jit sehingga Manusia Bertopeng Emas juga melatih Ing-Ji. Dan gadis ini sangat cerdik sekali hingga dapat menyembunyikan jejak ilmu-ilmu yang di pelajarinya dari Lo-Hoat-Ong dar dariku. Nah permintaan ku kedua adalah agar supaya kau menyayanginya dan tidak menyia-nyiakannya selamanya, sanggupkah engkau?...”
Hong Sin terkejut, wajahnya menjadi merah. Diam-diam dia menyalahkan kebodohannya sendiri yang tidah hati-hati berjanji pada orang. Sambil melirik sekejap pada nona yang tertunduk malu dia berkata dengan perlahan: “Ba..baik locianpwe, teccu berjanji akan manyayanginya dan menganggapnya sebagai…sebagai…adik!”
“Aiiihhhh…” Gadis itu mendesah kecil dengan sinar mata kecewa.
“Goblok, bukan maksudku supaya kau menganggapnya sebagai adik, lagi pula hatinya takkan kesudian untuk kau anggap sebagai adik…kau harus mengambilnya sebagai istri, itu baru benar…!”
Wajah Hong Sin jadi pucat dan tergagap: “Ta..tapi…ini? Aaahhh…bagaimana bisa begini?...”
Paras wajah nenek itu berubah merah, suaranya mulai membesar; “Kau mau menolak muridku? Kurang apa dia? soal cantik? Dia melebihi bidadari…soal tubuh? Dia perawan ting-ting tulen, punya dua kelapa yang kencang, pinggang padat dan temontok yang pernah ada, kau pasti akan mabuk kepayang di buatnya…soal kepandaian? Jangan khawatir, aku akan membekalinya dengan lebih baik lagi …nah berani sekali saja kau meremehkannya, aku akan mengadu nyawa denganmu..jawablah?” Nenek itu berteriak-teriak tak karuan sehingga membuat sang gadis tambah malu.
Wajah pucat pemuda itu memerah seperti kepiting di bakar, tingkahnya gelagapan . Akhirnya setelah menarik nafas panjang dia berkata perlahah: “Locianpwe, mohon maafkan…! Bukan maksud teccu memandang rendah hal ini. Nona Ing adalah seorang wanita yang amat cantik, sungguh beruntunglah seorang pria yang dapat mempersuntingnya, tapi…”
“Subo, Hong-Siauhiap sudah mempunyai dua kekasih yang lebih cantik dan menarik…” Tiba-tiba nona Ing menyela dengan suara angkuh untuk menghilangkan rasa malunya.
“Huh, mana ada orang lain yang lebih cantik dari muridku! Ing-Ji, ku perintahkan sekarang juga pergi untuk mencari kedua gadis itu dan menyeret mayat mereka kesini…kalau mereka mati, tidak ada halangan lagi bagi mu bukan?”
“Maaf, tidak tepat apa yang di katakan oleh nona Ing, sesungguhnya nona Ing mengetahui bahwa teccu sudah memiliki seorang istri …itulah sebabnya teccu tidak dapat menyetujui permintaan locianpwe, teccu takut takkan bisa membahagiakan nona Ing…” Setelah berkata begitu, wajah Hong Sin tertunduk, tak berani menatap si gadis. Dia takut melihat sinar kekecewaan gadis itu.
Setelah termenung lama, nekek itu kemudian bertanya: “Hai…ternyata hanya masalah yang sepele itu saja. Kau sudah membuka hatimu pada dua orang wanita, di tambah satu lagi tidak mengapa asal saja kau bersikap adil pada mereka dan tidak membeda-bedakan…hal ini sudah di tetapkan dan harus kau terima.” Nenek itu berkata sambil tersenyum-senyum aneh.
“Eh locianpwe, ini tentunya akan tidak baik bagi nona Ing…masa depanya…?”
“Hihihi, Ing-Ji katakanlah, apa pendapatmu tentang keberatan yang di ajukan oleh pemuda ini? Tampaknya kau memiliki saingan yang cukup berat?...” Nenek itu bertanya dengan suara tegas pada sang murid. Nona itu tertunduk malu, namun dia adalah seorang wanita yang tegar dan tidak terikat oleh norma-norma umum yang kaku.
Setelah melirik sejenak pada Hong Sin kemudian terdengar suaranya perlahan.
“Murid menyerahkan keputusan subo dan Hong-Siauhiap saja. Soal enci Goat dan enci Seng, jika kami di beri waktu yang cukup pasti kami bisa akrab satu sama lain…” Kepalanya tertunduk.
Hong Sin terbelalak dengan mulut ternganga. Tak salahkah pendengarannya kali ini…? Dia menatap gadis itu dengan seksama tanpa berkata apapun.
Kesunyian ini berlangsung setengah peminuman teh.
“Hikhikhik, orang muda, entah apa yang telah di lakukan oleh leluhurmu sehingga engkau ketiban berkat seperti ini!…cukuplah diskusi kita hari ini, Ing-Ji, bawalah Hong Siauhiap pergi dan persiapkan segala sesuatu. Kemudian kau harus kembali ke mari. Gadis itu mengangguk dan mengajak Hong Sin berlalu.
Mereka berjalan menyusuri lorong yang sempit sambil membisu sehingga suasana jadi kikuk. Tak lama tibalah mereka diluar goa. Ternyata mereka ada di balik sebuah air terjun yang dalam sekali. Gadis itu membawa Hong Sin melewati sebuah tangga tali yang membawa mereka menembus air terjun sampai ke jurang yang lain. Sementara asik merek berjalan tanpa di ketahui sepesang mata yang buas menatap dari atas sebuah pohon yang tersembunyi. Tidak tahu siapa pemilik sepasang mata tersebut.
“Nona Ing, di manakah kita berada ini…” Hong Sin membuka suara dengan gugup…gadis itu terbeliak memandangnya lalu tertawa manis…
“Eh…apa yang salah…mengapa nona tidak menjawab pertanyaanku?” Hong Sin menyusuri seluruh tubuhnya dengan tatapan bingung.
“Tidak ada yang salah, hanya aneh saja…!” sahut gadis itu pendek.
“Apanya yang aneh nona Ing?…” jawab pemuda itu dengan penuh tanda Tanya dan semakin tidak mengerti.
“Setelah semua yang telah kau bicarakan dengan subo tadi, kau terus memanggilku nona, apakah kau tidak berani menanyakan namaku?...” Seru gadis itu dengan suara lembut dan kepala tertunduk, semua ke angkuhannya hilang sama sekali.
Hong Sin tertegun sejenak menyadari kebodohannya. Akhirnya dia memberanikan diri memegang kedua jari-jari tangan gadis itu.
“Ing-Moi yang baik, bolehkah aku mengetahui namamu?...” tanyanya lembut. Wajah gadis itu tengadah membalas tatapan sang pemuda kemudian menjawab singkat…
“Hong Ing,,,Kang Hong Ing…!”
“Nama yang indah, seindah orangnya…” Hong Sin meremas tangan gadis itu sejenak kemudian berkata:
“Ing-Moi, aku sudah tidak punya alasan untuk tidak menjalankan permintaan gurumu. Sungguh! Sebagai seorang muda, apalagi saat aku melihatmu tempo hari, ingin rasanya memelukmu dengan mesra, tapi aku masih memiliki kendala di hati, mengertikah kau?...”
Kang Hong Ing menatap wajah pemuda di depannya penuh selidik; “Apa yang ingin kau katakan Sin-koko, katakanlah…”
Pemuda itu menarik nafas panjang: “Aku belum bertemu dengan Hwa-Moi, dan sampai saat ini aku tak tahu di mana dia. Aku pertama bertemu dengannya, dan kami punya ikatan hati, tentu saja aku tidak ingin menyakiti hatinya. Itulah sebabnya walau ku ketahui bahwa Hong-Moi dan juga kau sama-sama memiliki kasih terhadapku, tapi aku tak ingin lancang mendahuluinya sebelum bertemu dengannya dan dia mengijinkan…apakah kau mengerti?”
Gadis itu tersenyum: “Sin-Koko yang baik, Ing-ji tahu kau adalah pria gagah yang sesungguhnya memiliki hati yang romantis. Kau tidak dapat tahan pada enci Hwa yang anggun dan gagah, dan ku yakin kau juga takkan tahan pada enci Hong yang agung itu, dan soal dirikupun aku yakin takkan kalah menarik di banding mereka tapi kau masih dapat menahan dirimu seperti ini…sungguh Ing-ji sangat menghormatimu sepenuh hati. Kau tenanglah, kerjakan saja tugasmu, Ing-Ji yang akan mengatur urusan hati ini dengan kedua enci…”
Hong Sin tersenyum. Sambil memeluk tangan di dada dia bertanya:
“Sekarang, jelaskan apa sebenarnya yang sedang terjadi di dalam Mo-Kiong-Bun ini…?”
“Mo-Kiong-Bun adalah sebuah organisasi yang amat rapi dan bertingkat-tingkat. Mereka memiliki empat cabang partai yang besar yang tiap-tiap partai di pimpin oleh Empat Hu-Pangcu, dan masing-masing membawahi tigaratus delapan belas cabang yang tersebar dalam segala tingkat dengan keahliannya masing-masing. Jadi total ada 1272 tingkat yang merupakan senjata pembunuh terselubung…"
"Selain itu mereka memiliki empat Hu-Hoat di tambah satu yang baru di angkat yaitu Ngo Hu-Hoat yang masing-masing membawahi delapan belas Topeng Emas, empat puluh enam pasukan Topeng Perak dan Sembilan puluh Sembilan Topeng perunggu. Sementara di bawah Pangcu Topeng Emas ada dua Topeng Kemala. Selain Kelima Hu-Hoat, maka yang lainya harus selalu menggunakan topeng sesuai dengan tingkatnya masing-masing…”