Setelah berpisah dari rombongan Bulim Su-Sian dan Seng Lin
Hong, Hong Sin mengerahkan sepertiga tenaganya berkelebat dengan cepat. Tujuannya ke arah yang sama yang di tempuh
oleh rombongan Topeng Emas dan Topeng Kemala.
Hatinya penasaran terhadap Duta Topeng Kemala yang mampu memainkan
Thian-Tee Tok-Khi itu.
Dengan sangat hati-hati dia menyusuri jejak-jejak yang di
tinggalkan telik sandinya. Setelah
melakukan perjalanan selama delapan hari, maka pada hari ke Sembilan dia
memasuki dsusun Kee Liong yang terletak lima puluh li sebelah barat kota Pakhia
yang terletak di perbatasan. Menurut
telik sandinya, dusun ini adalah dusun terakhir di mana rombongan Duta Topeng
Emas terakhir memunculkan diri kemudian menghilang.
Dengan teliti Hong Sin memperhatikan keadaan dusun ini. Sebuah dusun yang tampak hanya sedikit ramai
dengan jumlah penduduk yang berjumlah tidak kurang dari delapan ratus
keluarga. Di sana-sini tampak
orang-orang berjualan, pengemis di pinggir jalan, dll.
Kakinya di ayunkan melangkah memasuki sebuah rumah makan
yang cukup mewah. Bagaimanapun setelah
melakukan perjalanan berhari-hari, tak ada hal yang lebih penting selain dari
pada makan enak dan mandi air panas, dan itulah yang ada di benak Hong Sin saat
ini.
Dia memilih duduk di sudut ruangan yang menghadap ke jendela
luar sehingga dia bisa menyaksikan keadaan di luar. Tak lama kemudian pelayan membawa
pesanannya. Lima macam masakan yang
lezat. Tanpa menunggu lebih lama lagi
langsung saja pemuda kita itu makan dengan lahapnya tanpa memperhatikan
sekeliling lagi.
Tak berapa lama perhatiannya tertarik dengan keadaan di
luar. Sebuah kereta mewah dengan di
tarik dua ekor kuda berhenti di depan rumah makan mewah tersebut dan ini
menarik perhatian para tamu yang sedang makan di dalam rumah makan. Yang lebih menarik lagi, sais kereta tersebut
ternyata adalah seorang gadis yang cantik berpakaian ringkas berwarna kuning
gading.
Sesaat kemudian pintu kereta terbuka dan keluarlah dua orang
gadis cantik yang berpakaian ringkas berwarna biru dan ungu. Kedua gadis itu berhenti di depan pintu
kereta di kanan kiri.
“Silahkan nona keluar dan singgah untuk beristirahat…”
Suasana hening sejenak, semua mata memandang ke dalam kereta sampai akhirnya
sesosok tubuh yang menawan keluar dari dalam kereta. Ternyata seorang gadis berusia tujuh belas
tahun yang luar biasa cantiknya.
Wajah gadis itu sangat ayu bagaikan bidadari, tak kalah dari
semua gadis yang pernah di temuinya. Hal
ini mengingatkan pemuda itu akan Goat Hui Hwa dan Seng Lin Hong.
Tauke rumah makan itu yang melihat munculnya kereta mewah
tersebut cepat-cepat keluar dan mempersilahkan tamunya untuk masuk menuju ke
tingkat atas. Saat menaiki tangga itulah
si gadis ayu tersebut melihat Hong Sin duduk di sudut ruangan. Pemuda itu duduk sambil memandang ke luar
tanpa memperhatikannya seperti para tamu yang lain.
Sejenak berkilat sinar matanya, namun sambil terus tersenyum
manis dia melangkahkan kakinya ke atas di ikuti oleh tiga pelayannya.
Selanjutnya tidak terjadi apa-apa sama sekali. Namun dari sudut ruangan dekat pintu agak ke
utara, tiba-tiba telinganya menangkap suara bisik-bisik yang sangat halus. Matanya melirik sejenak. Di situ dia melihat dua orang berpakaian
pelajar sedang duduk sambil berbisik.
Sebenarnya tidak ada niat pemuda itu untuk mendengar
pembicaraan orang lain, namun walau
sesaat dia sempat menangkap sepasang sinar mata yang mencorong ke arahnya walau
hanya sekelebatan saja. Hatinya jadi
curiga.
“…Apakah kita akan bergerak sekarang atau nanti?...” Terdengar suara yang satu berbisik.
“Sin-Tongcu hanya menyuruh kita berjaga-jaga dan bersabar
sambil menanti kedatangan orang yang akan membereskan pemuda itu…” Terdengar
suara yang lain lagi.
“Hemm…pemuda itu memiliki ilmu silat yang sukar di cari
tandingannya, siapa kira-kira yang akan di utus oleh Yang Mulia?...’ Kembali suara yang pertama menyahut
“Kalau tidak salah ia adalah Ji Hu-Pangcu (Pangcu ke-2),
ilmu kesaktiannya hanya setingkat di bawah Yang Mulia…” Suara yang kedua menjawab.
“Eh, tahukah kau siapa dia…?”
“hemm, Aku kurang yakin karena sampai saat ini tidak ada
orang lain yang pernah bertemu langsung dengannya, namun dengar –dengar dia
adalah…..” Sambil berkata demikian,
orang ke dua itu mendekatkan bibirnya ke telinga orang yang pertama tadi.
Hong Sin menyapu sekelilingnya. Dari pembicaraan yang dia tangkap, mudah di
duga bahwa orang yang di awasi itu adalah dirinya. Tak sangka baru saja dia tiba jejaknya sudah
konangan. Baru saja dia hendak berdiri,
tiba-tiba seorang pelayan sambil membawa baki terlihat menuju ke arahnya. Pelayan itu mengambil tempat di antara Hong
Sin dan dua orang yang duduk di pintu utara tadi sehingga pandangan mereka
terhalang.
“Maaf kongcu, apakah kongcu masih membutuhkan
sesuatu?...” Sambil berkata demikian
dari jari kelingkingnya melesat sesuatu benda kecil seperti jarum.
“Hemm, aku membutuhkan sebuah kamar yang luas dan nyaman…”
Hong Sin menyambar benda itu dan menjepitnya di antara kedua jarinya.
“Mari kongcu, saya antarkan, mohon ikuti saya…” Kata pelayan itu sambil berjalan menuju pintu
samping rumah makan di ikuti oleh Hong Sin.
Pelayan itu membawa Hong Sin melewati delapan buah kamar
mewah. Begitu sampai di kamar yang ke
Sembilan pelayan itu membukakan pintu dan mempersilahkan pemuda itu masuk
kemudian meninggalkannya.
Pemuda itu menutup pintu kemudian membuka gulungan kertas
kecil yang terselip di jarinya. Tidak
ada nama dan alamat pengirimnya, tidak ada tanda-tanda rahasia, jelas bukan
dari telik sandinya, namun isinya sederhana:
“Lewat tengah malam, kuil Thian-Kong-Bio, 10 li sebelah selatan”.
Membaca ini Hong Sin menarik nafas panjang: “Tampaknya
situasi semakin parah. Siapa pengirim
surat ini? Kawan atau lawan? Siapa yang
menginginkan kepalanya? Apakah orang
misterius dari Mo-Kiong-Bun yang di temuinya beberapa waktu lalu?...dan siapa
Ji Hu-Hoat yang di kirim untuk membunuhnya itu?”
Menjelang tengah malam, tiba-tiba pemuda itu mengibaskan
tangannya ke arah lampu hingga padam, sejenak kemudia dia berkata perlahan:
“Hemm, kalian sudah tiba? Masuklah…”
Tak terdengar suara pintu ataupun jendela di buka, tiba-tiba
dalam ruangan itu telah bertambah empat orang yang taka sing lagi, karena
meraka adalah empat Duta Langit adanya, Yaitu Hiat-Ih-Sin-Kay (Pengemis Sakti
Berjubah Darah) Lam Ciong, sebagai Duta Langit Pintu Barat, Hoat-Wan-Sian-To
(Golok Dewa Pelaksana Hukuman) In Hoat, sebagai Duta Langit Pintu Selatan,
Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang Penakluk Iblis) Jin Hui, sebagai Duta Langit
Pintu Utara dan Kwi-Beng Hek-Kong-Kiam (Pedang bersinar Hitam Pengejar Iblis)
Kwie Chun, Duta Langit Pintu Timur.
Setelah memberi hormat sekadarnya, mereka memandang pemuda
itu dengan tatapan penuh selidik.
“Para paman dan bibi sekalian, bagaimana dengan perkembangan
yang terjadi selama ini?...”
Sambil tersenyum, Hok-Mo Kiam-Ci-Sian-Li (Dewi Jari Pedang
Penakluk Iblis) Jin Hui berkata perlahan: “Hemm, Sin-Ji…tampaknya kekuatan
Mo-Kiong-Bun makin kuat dan ini sangat berbahaya di kemudian hari, apa lagi
mereka telah mengetahui kedatanganmu dan menghargai kepalamu sebanyak
100.000.000 tahil emas…mungkin tidak lama lagi akan ada yang bergerak, tapi
kami bersama Tee-Kiam-Hu-Hoat sudah menyisir bersih…”
“Apakah hingga saat ini sudah dapat di ketahui siapa
sebenarnya orang misterius yang di sebut ‘Yang Mulia’ tersebut?....”
“Orang itu sangat rahasia dan tertutup, dan tampaknya hanya
Toa Hu-Hoat yang mengenalnya dengan baik, lainnya tidak…sedangkan Toa Hu-Hoat
sekalipun belum ada yang mengetahui siapa dia sebenarnya…” Terdengar suara Hiat-Ih-Sin-Kay (Pengemis
Sakti Berjubah Darah) Lam Ciong.
Hong Sin terdiam sejenak lalu berkata pada Jin Hui: “Bibi
Hui, Bagaimana dengan gadis yang tiba tadi sore, apakah ada yang tahu siapa
dia?...”
“Dia adalah seorang anak manja, putri kesembilan dari
Pangeran Kwan Jit, yaitu raja muda yang menguasai wilayah Pakkhia ini. Sedangkan Pangeran Kwan Jit sendiri adalah
anak dari selir dari Kaisar yang sekarang…Sampai saat ini dia bersih!”
“Ada satu lagi yang mungkin menarik perhatian kongcu…” Yang bersuara ini adalah Hoat-Wan-Sian-To
(Golok Dewa Pelaksana Hukuman) In Hoat.
Sejenak kemudian dia melanjutkan: “Pertama: Ada organisasi rahasia lain
yang mergerak di balik Mo-Kiong-Bun, namun belum di ketahui siapa mereka.”
Kedua: Baru sepuluh hari lalu Mo-Kiong-Bun mengadakan kerja
sama secara rahasia dengan Giam-Bong-Kok.
Dan sebagai tanda kerja sama mereka, Mo-Kiong-Bun mengangkat Murid dari
Lo-Tok-Ong sebagai Ngo Hu-Pangcu, dan Mo-Kiong-Bun menjodohkan Ji Hu-Pangcu
kepada Bong-Kongcu, yaitu murid kepala dari Lo-Kwi-Ong...dan mas kawin yang
harus di persembahkan oleh Bong-Kongcu itu adalah Kepala Im-Jiu Tok-Sian (Dewa
Racun Bertangan Dingin) yang seharga 100juta tail emas…”
“Hemm, benarkah ada
urusan seperti itu? Berarti bukan hanya
Mo-Kiong-Bun yang memburu diriku, tapi juga Giam-Bong-Kok? Hahaha…luar biasa…”
Setelah berpikir sejenak, mata pemuda itu mencorong tajam
dan kemudian berkata: “Keadaan di sini masih dapat di atasi, para paman dan
bibi, harap masing-masing bawa dua orang dari Tee-Kiam-Hu-Hoat untuk membantu
Chit-Pai Chit-cu. Ini lebih penting
daripada keadaan di sini karena dalam tiga bulan ini kita harus dapat
membangkitkaan kekuatan para pendekar untuk membendung dua kekuatan rahasia
ini, sementara yang dua lagi di sini saja, aku mempunyai tugas .…!” Belum selesai perkataannya, pemuda itu
mengulapkan tangannya maka di lain saat tempat itu telah sepi kembali.
Namun sambil mengerahkan Coan-im-jib-bit, dia berkata:
“Ya-heng-jin (orang pejalan malam) ini baru datang…para paman dan bibi
pergilah, akan ku tangani di sini”
Segera keempat Duta itu berkelebat lenyap tanpa suara dari
tempat itu. Tampaknya ya-heng-jin ini
tahu gelagat yang tidak bagus, baru saja dia datang tiba-tiba sudah berbalik
dan melesat pergi dengan cepat sekali.
“Hemm, kau piker bisa lolos semudah itu, kau terlalu
meremehkanku…” Hong Sin membatin, di
lain saat tubuhnya telah berada di atas membayangi tamu tak di undang itu. Dari bentuk tubuhnya, Hong Sin menyimpulkan
orang itu adalah seorang gadis. Yang
menarik adalah gadis itu memakai baju biru dan sebuah topeng kemala menutupi
wajahnya. Hanya sekejab saja, tiba-tiba
gadis itu berbalik kembali ke penginapan tadi dengan mengambil jalan lain dan
lenyap di balik sebuah kamar di tingkat atas.
Hong Sin tertegun, namun tubuhnya tak berani memasuki pintu
tersebut. Di lihatnya tak jauh ada sebuah jendela yang setengah terbuka. Dia berputar ke sebelah dan hinggap di atas
sebuah pohon yang tinggi sambil memandang ke dalam kamar tersebut.
***
Sepasang mata memandang tajam tak berkedip pemandangan yang
luar biasa di dalam kamar tersebut.
Seorang gadis yang ayu, tinggi semampai tampak sedang bersemedi di dalam
kamar tersebut. Itulah gadis yang di
lihatnya tadi sore, putri ke Sembilan dari pangeran Kwan Jit.
Yang membuat darah mudanya berdesir adalah karena gadis itu
dalam keadaan tanpa pakaian sama sekali alias telanjang bulat. Tubuhnya yang di timpa cahaya remang-remang
itu putih berkilat dan Nampak indah dengan lekuk lengkung yang membangkitkan
berahi. Payudaranya yang montok dan
menjulang ke atas, perutnya yang rata dan pinggul yang bulat padat.
Posisinya yang bersila dengan kepala menghadap ke bawah.
Kaki kiri di lipat di depan, sedangkan kaki kanan terangkat ke atas bahu di
belakang leher bertemu dengan telapak tangan kirinya sehingga memperlihatkan
bagian terlarangnya yang bersih dan licin bagai sebuah garis lurus tanda masih
seorang perawan tulen. Sementara tangan
kirinya di tempelkan pada pusarnya.
Hong Sin berkerut sambil mengerahkan tenaga menindas
nafsunya. Matanya melihat bahwa dari
tubuh gadis itu memancarkan sinar kemerahan yang padat seluas lima inchi. Diam-diam dia terkejut karena teringat bahwa
ilmu itu adalah ilmu yang di katakana oleh suhunya sebagai salah satu dari tiga
pukulan beracun yang memiliki kekuatan
racun yang seimbang dengan Tenaga sakti Thian-Tee Tok-Khi, yaitu Sin-Hiat
Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib).
Dahulu di jaman gurunya masih muda, di dunia persilatan
terkenal dengan sebutan Dua Dewa, Bidadari Kembar dan Tiga Raja. Dua Dewa adalah Lo Sian dan Lo Hud, Ratu
kembar adalah Hiat-Khi Sian-Li (Bidadari Hawa Darah) yang terkenal dengan Hiat-Khi
Cui-Beng-Tok-Ciang (Telapak Arwah Pembetot Hawa dan Darah) dan Sin-Hiat Sian-Li
(Bidadari Darah Gaib) yang terkenal dengan Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun
Dingin Darah Gaib). Sedangkan Tiga Raja
adalah, Lo-Kwi-Ong, Lo-Tok-Ong dan Lo-Hoat-Ong.
Hong Sin terkejut. Kini di sadarinya bahwa pertikaian yang
sedang terjadi bukanlah masalah yang kecil saja, karena telah melibatkan
tokoh-tokoh yang lebih tinggi dari Bulim Su-Sian sekalipun.
Untung saja keadaan gadis itu sedang dalam puncak pengerahan
ilmunya sehingga tidak begitu memperdulikan keadaan sekitar. Dengan hati-hati, Hong Sin menahan detak
jantungnya, dan menutup hawa saktinya agar tidak di ketahui lawan, setelah itu
tubuhnya berkelebat kembali ke kamarnya.
Lewat tengah malam, pada kentongan ke tiga, tubuh Hong Sin
berkelebat ke arah selatan dengan amat cepat melebihi sambaran kilat, dan yang
luar biasa lagi ialah tubuhnya melesat tanpa suara maupun bunyi tekanan udara
yang membelah angin. Sepuluh li kemudian
tibalah dia di Thian-Kong-Bio.
Tubuhnya mendarat di atas sebuah pohon yang tinggi dengan
ringan dan tanpa suara.
“Hemm…’Langkah Angin Menembus Langit’ yang luar biasa…” Terdengar suara yang lembut namun lirih
bagaikan dengungan ribuan nyamuk di telinganya.
Hong Sin terkejut, kalau sampai ada orang yang mengetahui
kedatangannya, maka ada dua kemungkinan: yang pertama orang itu memiliki kepandaian
berlipat kali di atasnya, atau orang itu memang sudah menunggu dan mengawasinya
sejak lama dan sudah tau dia akan datang.
Namun setelah berpikir sebentar, akhirnya dia setuju dengan kemungkinan
ke dua. Karena sehebat apapun orang itu,
dengan tingkatan yang di milikinya sekarang, meski kedua gurunya sekalipun
tidak bisa mendeteksinya secepat itu.
Suara itu datang dari dalam kuil bagian tengah. Tampak sebuah lilin menyala di tengah ruangan
dan seseorang sedang berdiri menghalangi lampu membelakanginya. Orang itu berjubah putih panjang sampai ke
kaki dan ada kerudung yang menutupi wajahnya.
Hong Sin melangkah masuk dengan tenang: “Tidak tahu ada
keperluan apakah nona mengundangku ke mari?...”
“Kau tahu aku seorang nona?...” Jawab orang itu dengan suara dingin sambil
membalikkan badan.
“Bau badanmu yang memberitahuku…”
Orang itu membuka kerudung mukanya perlahan. Tampak seraut wajah yang cantik dan amat ayu
tersenyum di depannya. Suaranyapun
tiba-tiba berubah, tidak dingin lagi seperti yang pertama:
“Hah, kau mengetahui bau badanku, itu artinya kau yang
mengintipku tadi?...”
Wajah Hong Sin menjadi merah jengah: “Maaf aku tidak
sengaja, Seorang gadis berjubah biru bertopeng kemala yang memancingku ke
tempatmu…”
Alis mata gadis itu berkerut: “Duta Topeng Kemala?…huh,
berani sekali dia”. Sejenak kemudian dia
melanjutkan dengan suara tegas: “Lupakan dia, tapi ingatlah satu hal yang ingin
ku tegaskan…”
“Silahkan nona mengatakan…”
“Tidak ada dalam kamus hidupku ada laki-laki yang telah
melihat tubuhku tetap ku ijinkan hidup, mengertikah kau?...”
Gadis itu menatap tajam ke bola mata pemuda tersebut. Hal ini membuat Hong Sin jadi gugup dan
tercekat, namun cepat dia menindas perasaannya.
“Jika nona merasa keberatan, aku sangat memaklumi dan sekali
lagi memohon maaf…sekarang silahkan katakan apa maksud nona mengundangku
kemari?”
“Sederhana saja, menawarkan kerja sama…” Jawab
gadis berkerudung itu singkat.
“Hmm, kau tidak mengenalku akupun tidak mengenalmu, kerja
sama apa yang akan kau tawarkan?”
“Hihihik…, kita memiliki musuh yang sama, lagipula aku
sangat mengenalmu seperti aku mengenal seluruh tubuhku dengan baik…apakah itu
belum cukup?”
“Hmm, aku tidak percaya…selama ini aku cukup baik menjaga
diriku…”
“Baiklah, aku akan buktikan…Namamu Hong Sin, julukanmu
Im-Jiu Tok-Sian, murid terkasih dua
penghuni Pulau Awan Api. Kau baru saja
mendirikan sebuah partai, dengan anggota empat belas Duta sakti…nah katakan,
bukankah aku tidak bohong bahwa aku mengenalmu dengan baik?...” Dengan mata menantang gadis itu menatap penuh
kemenangan pada pemuda yang terbengong di hadapannya.
“Oh ya, apa perlu ku ceritakan juga mengenai kemesraan yang
kau nikmati bersama gadis cantik she goat itu selama tiga hari dan main matamu
dengan sucinya she seng itu?...hihihik…”
“Bagus, kau membahayakan para sahabatku suatu saat nanti,
maaf aku berlaku lancang…”
Kali ini Hong Sin tak dapat menahan dirinya lagi, tubuhnya
berkelebat seperti sambaran kilat dengan ratusan bayangan jari yang menotok ke
arah gadis itu dengan pesat.
“Hingga saat ini hanya aku yang mengetahui rahasia ini,
namun jika kau menolak tawaranku, Mo-Kiong-Bun akan sangat mudah menghancurkan
kalian…” Sambil berkata demikian, tubuh
gadis itu melesat mundur sambil berpusingan.
Dari tubuhnya keluar hawa kemerahan
yang menimbulkan pengaruh bergejolak pada darah lawan sejauh lima tombak
di ikuti bayangan banyak telapak tangan yang berkelebatan menangkis totokan
Hong Sin.
Kedua orang itu terpisah.
Hong Sin tetap di tempatnya, sedangkan gadis itu terdorong tiga langkah
kemudian berbalik melakukan serangan dengan tiga jurus pertama dari ilmu
Sin-Hiat Im-Tok-Khi (Hawa Racun Dingin Darah Gaib)nya.
“Benarkah hanya nona yang mengetahui rahasia ini,…aku punya
penawaran lain, entah nona bersedia ataukah tidak?” Sambil berkata demikian
Hong Sin berkelin dan mengerahkan tenaga Thian-Tee Tok-Khi dan memainkan jurus
ke tiga melakukan babatan dari atas dengan kedua tangan terbuka mengarah pada
kedua pundak lawan.
Gagal dengan tiga serangan pertamanya, gadis itu tak mau
kalah, dia balas menangkis sambil berkata: “Tidak ada tawar menawar ataupun
kemungkinan ke dua, jika kau tidak mau akibatnya mati…!”
“Hmmm, jika aku tak salah duga, nona tentulah Ji Hu-Hoat
yang di utus untuk membunuhku, bukan? Bagaimana aku dapat mempercayai
nona?...” Saat itu tubuh Hong Sin telah
melayang lima tombak di atas kepala dan siap melepaskan jurus ke tujuh dari
Thian-Tee Tok-Khi.
“Kau takkan percaya, namun aku bisa menjamin sesuatu hal
bagimu...yaitu kau bisa bertemu kakakmu!” Kata gadis itu dengan tiba-tiba
menarik serangannya dan berdiri dengan tangan di belakang sambil menatap sang
pemuda yang sementara menyerangnya.
Padahal Hong Sin sedang dalam posisi menyerang saat
itu. Bagi orang lain mungkin adalah
mustahil untuk menghentikan serangannya yang sangat cepat itu, namun tidak bagi
pemuda tersebut. Serangannya tiba-tiba
terhenti dan tubuhnya melayang di hadapan gadis itu sambil matanya memandang
tajam:
“Benarkah? Kau tahu tentang kakakku?...”
Bersambung