Laman

Selasa, 16 April 2013

9. Im-Jiu-Tok-Sian

Empat pasang mata itu mata dari balik topeng perak itu menatap tajam dan buas kearah Hong Sin. Sementara tangan mereka terkepal erat dan di penuhi hawa kematian yang pekat sekali. Salah seorang di antaranya berseru sinis:
“Huh, kau sudah terbentur di tangan kami, apa kau kira dapat hidup lebih lama lagi? Percayalah, malaikat maut sekalipun takkan bisa membawa mayatmu utuh ke neraka…”
Hong Sin tersenyum mengejek. Seperti tak memperhatikan kedua orang di depannya, perlahan dia melangkah ke depan seraya berkata: “Kau mau buktikan kemampuanku?... marilah…”
Belum habis suaranya, tangannya mendorong ke depan sambil melepaskan dua pukulan dengan jari tengahnya dengan tujuh bagian tenaga dalamnya kearah dua orang tersebut. Ilmu ini adalah jurus ke tujuh dari Im-Yang Tok-Kiam-Ci yang di lambari Thian-Te Tok-Khi yang dahsyat. Dua gulungan angin berpusing tanpa suara melabrak dahsyat pada kedua orang tersebut.
Sambil mendengus kedua orang itu yang masih menganggap enteng lawan mereka bergerak seadanya. Tanpa bergeser dari tempat mereka, tangan kanan mereka di angkat menangkis serangan tersebut dengan telapak terbuka.
“Awasss…menghindar…!” Kedua orang ini mendengar seruan tersebut, segera menyadari sesuatu yang tidak beres. Namun belum lagi mereka berbuat sesuatu, tiba-tiba terdengar pekik mengerikan dari mulut mereka mereka. Menyusul tubuh mereka terlempar ke belakang menabrak dinding. Untung saat itu tiba-tiba muncul sepasang telapak tangan dengan cepat menahan bagian belakang tubuh kedua orang bertopeng perak tersebut.
Dari mulut keduanya mengalirkan darah segar. Cepat kedua orang bertopeng perak itu bersila untuk menyembuhkan luka dalam mereka yang cukup parah. Hong Sin tidak memperhatikan kedua orang itu lagi. Matanya beralih kepada tiga sosok bertopeng emas dan berjubah biru bergambar Telapak tangan darah di dada kiri yang baru saja muncul. Salah satunya agak lebih tua, terbukti dari rambutnya yang berwarna putih, yang menahan punggung kedua lawan bertopeng perak tadi.
Tubuh Hong Sin bergetar keras saat melihat gambar telapak tangan darah tersebut. Matanya berkilat mengerikan sehingga hampir saja dia tidak dapat menahan emosinya yang berkobar, namun sedapat mungkin di tekannya.
“Hem,…kau masih muda tapi tenaga dalammu sangat luar biasa sekali. Kalau saja kau mau bekerja sama, dengan kepandaianmu itu, kau bisa menempati urutan ke lima dari Ngo-hupangcu kami….” Terdengar suara orang itu yang dingin dan datar tanpa perasaan sambil memandang tajam kearah Hong Sin
Sampai beberapa saat Hong Sin terdiam, mendadak selintasan pikiran terbersit di pikirannya mengenai Telapak Tangan Darah tersebut. Kemudian berkata dengan suara dingin: “Hem, aku adalah ciangbunjin dari satu perguruan, bila aku mengikuti kemauanmu bukankah akan merendahkan perguruanku?...”
“Hehehe…boleh kau sebutkan asal perguruanmu, mungkin lohu masih bisa mempertimbangkan kerjasama apa yang bisa kita lakukan…” Kakek bertopeng emas itu terkekeh dengan pandangan licik.
“Huh, bicara tentang kerja sama dengan anjing penjilat, kau pikir kau sesuai?...” Tandas Hong Sin sambil mendengus. Kejap itu juga dia memasang tampang kereng dan angkuh kemudian membalikkan tubuhnya melangkah kearah pintu.
Kakek bertopeng emas itu mlengak oleh sikap orang yang angkuh, matanya berkilat: “Lohu ingin lihat, apa kepandaianmu sesumbar dengan bacotmu?” tangannya memberi tanda pada kedua kawannya.
Saat itu juga tiba-tiba dua bayangan bergerak sebat. Salah seorang bertopeng emas telah menghadang jalan keluar dari sebelah kanan. Kedua tangannya bergerak dengan jurus aneh yang di lambari hawa beracun mematikan yang amat pekat dan kuat, satu mencengkeram kearah bahu Hong Sin. Sedangkan satunya lagi menghalangi semua jalan mundur pemuda itu dengan totokan-totokan tajam kearah delapan jalan darah mematikan di punggungnya.
Kedua serangan itu sangat cepat dan hebat. Sayangnya kedua orang bertopeng emas ini belum mengetahui dengan jelas kepandaian lawan mereka. Apa lagi bagi Hong Sin yang memiliki ilmu Sim-Khe (Cermin Hati), sekali lihat dia dapat mengetahui kelemahan dari ilmu lawan.
Sambil menatap sinis, Hong Sin mengerahkan tenaganya dan di lain saat tubuhnya lenyap dari pandangan kedua lawannya. Sebelum lawan di depan sempat menyadari, tubuhnya telah kehilangan tenaga dalam dan terlempar ke belakang bagaikan layang-layang putus. Sekejap kemudian seluruh tubuhnya mengeluarkan asap tebal dan menunggu hingga asap tersebut lenyap di tiup angin, tubuh tersebut telah tinggal tulang-belulang.
Sementara lawan yang menyerang dari belakang merasakan keterkejutan yang amat sangat ketika tahu-tahu tubuh pemuda yang di serangnya lenyap. Saat dia melihat keadaan temannya yang terlempar, tubuhnya berputar cepat sambil menyerang ke seluruh penjuru, namun itupun tidak berlangsung lama karena tahu-tahu tubuhnya telah terlempar pingsan dengan kedua lengan membengkak dan tak dapat di gunakan lagi.
“Iiiihhhh…!” Terdengar seruan terkejut yang keluar dari orang tua bertopeng emas. Dia tahu kepandaian kedua kawannya yang hanya setingkat di bawahnya, tapi toh tidak sampai dua jurus, sudah di pukul dan menguap lenyap tak berbekas. Kalau tidak melihatnya sendiri, siapapun tak akan percaya. Tubuhnya bergetar keras dengan keringat dingin. Mereka bertiga adalah pakar racun, namun baru sekarang melihat jenis racun yang tidak menyediakan jalan hidup seperti ini.
Kakek berambut putih bertopeng emas itu berseru dengan suara bergetar dan berkeringat dingin: “Ra…racun apa itu?...”
Hong Sin tidak menjawab, tapi balik bertanya: “Aku hanya membicarakan soal kerja sama dengan orang yang setingkat denganku, kalau kau tahu diri cepat beritahukan pemimpinmu ….”
“Heh, ilmumu racunmu memang hebat, namun itu belum cukup untuk mensejajarkan diri dengan junjungan kami. Walau kau membunuhku kau tetap belum pantas bertemu dengannya…” Berkata demikian, tiba-tiba mulutnya bersiul panjang, dan dalam sekejab tempat itu telah di kurung oleh tigapuluh manusia berjubah hitam dan bertopeng perak yang langsung menghujani Hong Sin dengan beratus-ratus senjata rahasia beracun yang keji.
“Bagus, apa kau kira segala cacing tak berguna ini sanggup menyulitkanku?...” Berkata demikian, tubuhnya berkelebat lenyap dan di lain saat terdengar jeritan mengerikan saat delapan orang terkapar di lantai dengan tubuh hangus. Ternyata senjata mereka telah di kembalikan oleh Hong Sin sambil dia menambahkan kadar racunnya dengan jenis rasun yang lebih dahsyat sehingga begitu terkena, langsung membunuh mati lawan-lawan ini.
Kakek bertopeng emas itu mengeluarkan pekik nyaring, saat itu juga tubuhnya melesat menerobos ke dalam jalan rahasia yang tadi di lalui Hong Sin. Namun mana mau pemuda itu melepaskan orang. Sebelum pintu rahasia itu tertutup lagi, tangannya telah bergerak menghantam pintu tersebut hingga hancur, menyusul tubuhnya melesat menerobos ke jalan rahasia menyusul si kakek topeng emas.
Dengan matanya yang tajam yang sanggup melihat dalam kegelapan, Hong Sin sempat melihat lantai yang tadi dia lewati, sekarang terbuka ke bawah dan tinggal dua jengkal lagi akan menutup. Saat itulah dia mengempos seluruh kekuatannya dengan ilmu mengerutkan tulang, menyusup ke dalam lantai tersebut.
Karena belum mendapat tempat berpijak, tubuhnya terus meluncur ke bawah dengan ringan. Sementara itu tenaga khikangnya di sebar ke seluruh badan dengan ilmu Kim-I-Kang (Jubah Emas Sakti) untuk berjaga-jaga dari bokongan musuh.
Beberapa detik kemudian kakinya menginjak lantai dengan ringan. Dengan penuh kewaspadaan dia menatap ke sekeliling. Di hadapannya tampak sebuah goa yang cukup besar. Tampak di kanan kiri ada tujuh pintu dengan tujuh warna yang tertutup rapat.
Tiba-tiba terdengar suara menggema dari Kakek Topeng emas tersebut: “Kalau kau bisa lolos dari barisan beracun ini, barulah kau boleh membicarakan urusan dengan junjungan kaami…tapi, ku rasa peruntunganmu tidaklah sebesar itu…hehehe…”
Hong Sin mendengus. Dengan waspada tangan kirinya membuat gerakan melempar ke depan. Serangkum angin padat menghantam salah satu pintu yang ada di tengah. Saat itu juga pintu terbuka dan tercium bau menyengat yang merangsang hidung di iringi suara-suara mendesis. Ternyata ada ratusan jenis ular paling berbisa menerobos masuk ke dalam ruangan tersebut dan segera berbaris teratur mengelilinginya.
Hong Sin terkejut namun dia tidak takut dengan ular-ular beracun tersebut karena dia sendiri adalah dedengkot racun zaman ini. Sementara itu matanya menatap lurus ke dalam kegelapan di balik pintu ular tersebut.
Perlahan terdengar suara langkah kaki yang halus, dan tampak seorang pria berkerudung hitam muncul di pintu. Dari tubuhnya mengeluarkan bau busuk yang amat pekat.
“Hehehe…siapa kau anak muda? Berani sekali kau masuk ke wilayah terlarang Hek-Sat-Kau dan membuka pintu ular ini? Apa kau sudah bosan hidup?...” Suaranya dingin, terdengar seperti mendesis.
Hong Sin tertawa dingin: ”Hah…tak ku sangka, kota yang begini besar dan ramai ternyata menyembunyikan begini banyak mahluk iblis tak genap seperti ini?...”. Diam-diam dia terkejut. Bila satu pintu saja sudah menyembunyikan ratusan ular-ular beracun dari berbagai tempat, bagaimana dengan keenam pintu yang lain. Binatang-binatang apa saja yang ada di sana? Mengandalkan binatang-binatang ini saja sudah cukup kiranya untuk memusnahkan satu kota. Sungguh kekuatan yang sangat mengerikan.
“Hehehe…kau cukup bernyali sehingga berani berkata lancang di hadapanku…tapi saat ini hidupmu tidak akan lama lagi. Anak-anak…nikmati makanan di depan kalian ini…?” Selesai berkata demikian pria berkerudung itu mengeluarkan pekik nyaring.
Saat itu ratusan ular-ular beracun ini mengeluarkan desis yang nyaring dan menerjang kea rah Hong Sin. Pemuda ini tertawa mengejek. Sambil mengerahkan tenaga Thian-Te Tok-Khi sampai tingkat ke lima. Segera ruangan tersebut di penuhi oleh bau harum aneh sehingga ular-ular tersebut tidak dapat mendekatinya dalam jarak tiga tombak.
“Aaakh… Thian-Te Tok-Khi!... kawan-kawan kita kedatangan musuh kuat…” Berseru demikian, tiba-tiba terdengar pekik mengerikan dari mulutnya. Dengan cepat ular-ular itu bergerak mundur kembali ke dalam pintu ular. Namun saat itu juga terdengar ledakan keras saling susul tatkala keenam pintu yang lain terbuka.
Hong Sin waspada, karena saat itu juga dia telah di kelilingi oleh tujuh orang manusia-manusia aneh yang telah kehilangan salah satu anggota badan mereka yang mengeluarkan bau racun-racun binatang paling ganas seperti kalajengking, kelabang, kodok, kumbang, dan lain-lain yang mematikan. Tatapan mereka mencorong ganas.
“Anak muda, apa hubunganmu dengan Sam Sian Kok (Lembah Tiga Dewa)?...” Salah seorang di antaranya membentak dengan suara kereng.
“Hem, aku adalah keturunan ke tiga dari Sam Sian Kok, juga ciangbunjin angkatan pertama dari Thian-Te-Tok-Pai…?” Hong Sin menyahut dengan suara datar. Diam sejenak kemudian dia melanjutkan.
“Aku tahu, kalian adalah Tok-Chit-Mo (Iblis Tujuh Racun) yang telah di kalahkan dengan mengenaskan oleh kakekku pada tigapuluh tahun yang lalu, bukan…? Bagus, sekian lama ternyata kalian bersembunyi di tempat ini…” Hong Sin tertawa terkekeh.
Perlu di ketahui, tigapuluh tahun yang lalu Tok-Chit-Mo pernah mengganas di dunia persilatan dengan ilmu-ilmu racun mereka yang mengidikkan sehingga hampir tiada lawan. Sampai akhirnya mereka berjumpa dengan Hong Thay Kun, yaitu kakek dari Hong Sin.
Dalam pertarungan mengadu racun tersebut, meskipun akhirnya Hong Thay Kun juga terluka oleh gabungan tujuh racun lawan, namun tidak begitu parah sedangkan ke tujuh iblis ini di kalahkan dengan tragis sehingga masing-masing kehilangan salah satu anggota badannya. Itulah sebabnya mereka sangat mengetahui sekali akan kedahsyatan racun dari Thian-Te Tok-Khi. Kini setelah Hong Sin menyinggung akan kekalahan tersebut, kontan membangkitkan emosi ke tujuh orang itu.
Dengan tatapan penuh dendam, ketujuh orang ini segera membentuk formasi Chit-Seng-Tok-Tin (Barisan Racun Tujuh Bintang) yang mematikan. Di sekeliling ruangan itu tidak ada lagi udara yang bersih, semuanya penuh dengan berbagai macam racun mematikan yang menekan dari ketujuh penjuru. Sementara tubuh mereka bergerak berputar sambil melancarkan pukulan-pukulan mematikan yang mengandung racun jahat. Jika orang lain yang menghadapi keroyokan ini, mungkin tidak akan bertahan dua menit oleh karena udara racun yang sangat keji.
Hong Sin yang mengerahkan Thian-Te Tok-Khi sampai tingkat ke sepuluh. Namun demikian lewat tiga tarikan nafas, pemuda itu melihat hawa racun Thian-Te Tok-Khi mulai terdesak hingga satu tombak dari tubuhnya. Diam-diam dia terkejut. Untung saja dia dapat membaca gerakan lawan sehingga tidak sulit baginya untuk mengatasi ilmu silat mereka, tapi hawa pukulan beracun mereka yang sudah terlatih selama tigapuluh tahun sungguh sukar di lawan. Harinya penasaran.
Maka sambil berteriak dia segera meningkatkan kekuatannya dengan mengerahkan ilmu Sian-Tok Sam-Sin-Kang (Tenaga Sakti Tiga Racun Dewa) yang amat dahsyat. Kemudian tubuhnya berkelebat dengan amat cepat menyusup di antara tempat-tempat yang lowong dari pukulan-pukulan lawan.
Hal mana sangat mengejutkan ketujuh orang tersebut karena tidak dapat menyentuh tubuh pemuda tersebut. Melihat ini tiba-tiba ketujuh iblis itu memekik nyaring. Tubuh mereka bergerak menjadi satu baris. Masing-masing tangan kiri memegang bahu kawan di depan. Dengan demikian mereka menyatukan kekuatan mereka untuk menggempur Hong Sin.
Pemuda ini terkejut, jika mereka berhasil menggabungkan tenaga, sekuat apapun dia tetap takkan kuat menghadapinya. Tak menanti sampai penggabungan tenaga mereka terbentuk sempurna, segera dia gunakan Ilmu Ajaib Hun-Khai Kian-Kun-Tin (Ilmu Barisan Membuka & Menutup) menempel ketat kepada ketujuh orang itu sambil melancarkan totokan-totokan keras dengan ilmu Hian-Goan Pat-Hong-Hud-Kang (Tenaga Budha Delapan Penjuru Pelumpuh)nya.
Ke tujuh orang itu terlempar masing-masing ke tujuh penjuru dan memuntahkan darah segar. Rupanya mereka telah terluka dalam. Segera mereka bersila untuk memulihkan diri. Sedangkan Hong Sin tetap berdiri di tengah sambil mengatur nafasnya yang sedikit memburu.
“Hah, para suheng-te, sungguh tak di sangka walau kita berlatih tigapuluh tahun sekalipun tetap tak sanggup mengalahkan meski hanya cucunya saja. Hong Thay Kun…Hong Thay Kun, kali ini kami mengaku kalah padamu…” terdengar keluhan dari keenam orang itu dan suara dingin dari kakek dari pintu ular tadi. Walau demikian, Hong Sin dapat merasakan nada kekecewaan yang amat sangat dari keluhan ketujuh orang tersebut. Tak terasa dia memberi hormat kepada mereka.
“Sebenarnya kalianpun tak perlu kecewa, Aku akan menghabisi urusan ini sampai di sini, hanya sukalah kiranya kalian menunjukkan jalan keluar dari tempat ini?”
Mendengar ucapan dan melihat sikap pemuda di depan mereka ini, tak terasa ketujuh iblis ini menarik nafas panjang. “Anak muda kami hanyalah tujuh Hu-Hoat bagian luar dari Mo-Kiong-Bun (Perkumpulan Istana Iblis). Kau berhati-hatilah, Mo-Kiong-Bun memiliki lima Hu-pangcu yang amat sakti. Hek-Sat-Kau dan Hian-Beng-Kau serta ke tiga partai iblis lainnya hanyalah partai-partai pembuka jalan saja, sedangkan orang-orang di belakang mereka jauh lebih tangguh dari gabungan kami bertujuh … “
“Hemm…bagaimana dengan Duta Topeng Emas yang aku temui tadi?...” Hong Sin terkejut akan kekuatan dari organisasi rahasia Mo-Kiong-Bun ini.
“Heh, Duta Topeng Emas adalahlah Hu-Hoat bagian dalam, saat ini dia sudah tidak berada di sini, sia-sia kau mencarinya karena sejak kita memulaikan pertarungan, seluruh kekuatan dari markas ini telah di pindahkan ke tempat lain yang rahasia…” Sehabis itu, tanpa mengucapkan sepatah kata, tangan salah satu di antara mereka menunjuk kearah langit-langit ruangan tersebut.
Hong Sin mendongakkan kepalanya mengikuti arah jari yang menunjuk. Dia melihat sebuat tuas yang menempel di langit-langit tersebut. Cepat kakinya menutul lantai. Sekejab tubuhnya melesat dan menggapai kearah tuas tersebut kemudian memutarnya.
Terdengar bunyi berderit dua kali, tiba-tiba tampak sebuah lubang sebesar dua meter di depannya, tepat di atas pintu ke enam dan ke tujuh. Tubuhnya di gerakkan dan dalam sekejap telah lenyap di balik lubang tersebut. Tak lama kemudia lubang itu menutup kembali.
Sepeninggalan Hong Sin, tiba-tiba dinding di samping pintu ke tujuh bergerak membuka. Ternyata masih ada jalan rahasia lain di tempat itu. Ketujuh orang ini membuka mata mereka dan memandang bayangan seorang pemuda yang mendekati mereka.
Pemuda itu memakai jubah hitam, namun matanya mencorong licik. Sementara di belakangnya tampak dua orang yang tidak asing lagi, yaitu Cui-Tok-Siang-Kwi Toa-Tok dan Pek-Bi-Kwi-Hud. Tak salah lagi pendatang ini adalah Gan-Kongcu.
“Maaf para susiok, sutit telah menyaksikan semua pengkhianatan para susiok yang memberi petunjuk jalan keluar pada musuh, karena itu sutit mendapat perintah untuk memberi hukuman yang sesuai dengan aturan junjungan kita…?” Pemuda itu berkata dingin.
Kakek dari pintu ular membuka matanya dan menyahut: “Kami telah kalah, bahkan tenaga kamipun telah musnah sebagian namun kami takkan lari dari tanggung jawab…silahkan Hian-Beng-Kau Hu-Pangcu menjatuhkan hukuman….”
“Baik para susiok, hanya kalian harus ingat bahwa sutitpun tidak akan memberi kematian yang mengenaskan karena walaupun dalam keadaan begini, tapi para susiok masih membantu keberhasilan sutit untuk menjadi yang terbaik…” Pemuda itu tertawa menyeringai. Hal ini membuat ketujuh iblis itu serentak membuka mata mereka dan memandang dengan mata melotot.
Namun tubuh pemuda itu lebih cepat berkelebat. Ketujuh orang itu menjerit dan roboh tertotok. Saat itu Gan-Kongcu menggerakkan kedua tangannya mencengkeram kepala dua iblis di antara mereka dan mengerahkan tenaga menghisap. Terdengar jeritan menyayat sampai akhirnya hilang saat dua korbannya di lepas dengan tubuh mengkerus tinggal tulang.
Begitulah, berturut-turut Gan-kongcu menghisap tenaga beracun ke tujuh orang itu untuk menambah kehebatan ilmunya. Setelah itu dia duduk bersila untuk menggabungkan dan melebur seluruh tenaga beracun tersebut ke dalam Ngo-Kwi-Tok Sin-Khi (Hawa Sakti Lima Racun Iblis)nya.
***
Hong Sin keluar dari bangunan itu, yang setelah di amati ternyata adalah bagian belakang dari kelenteng Kwan-Kong-bio yang terkenal. Matanya menyapu tempat yang sepi tersebut. Karena tidak menemukan sesosok bayangan, akhirnya dia enjotkan kakinya dan melayang keluar melompati tembok yang tinggi.
Tubuhnya melayang turun di belakang sebuah gang sempit dekat warung makan di mana dia masuk tadi. Namun tempat itupun sudah sepi, tidak ada seorangpun yang terlihat. Baru saja tubuhnya hendak berkelebat dari tempat itu, tiba-tiba telinganya menangkap sesuatu.
Tak lama kemudian tampak sepuluh sosok bayangan melayang turun di tempat dia berdiri tadi dan memandang kepadanya dengan tatapan tidak bersahabat. Hong Sin memandangi mereka satu persatu. Rata-rata usia mereka enampuluhan tahun. Rasanya dia tidak mengenal mereka namun dari sikap mereka yang gagah, Hong Sin tahu mereka bukan segolongan dengan Mo-Kiong-Bun. Namun dia diam saja sambil menunggu.
“Omitohud, pinceng Hui Hong Taysu kepala Lo-Han-Tong dari Siauw-Lim-Sie…apa benar sicu bernama Hong Sin?...” Tanya seorang yang paderi yang berada tepat di hadapan pemuda itu.
“Benar losuhu, cahye memang bernama Hong Sin. Apakah ada sesuatu keperluan sehingga losuhu dan para cianpwe sekalian mencariku?...”
“Bagus, karena kau sudah mengakui, kami mencarimu karena hendak membawamu untuk di adili atas semua perbuatanmu. Lebih baik sicu menyerah saja…”
Muka Hong Sin menjadi merah. “Hem, kita baru sekarang bertemu, atas dasar apa losuhu hendak mengadiliku?”
Salah seorang tosu di sebelah kiri segera maju ke muka dan mencengkeram bahu Hong Sin dengan muka gusar. “Anak muda lebih baik kau jangan banyak cakap lagi…kami mengejarmu sampai ke sini dan kali ini kau tidak mungkin lolos lagi dari kami”
Perawakan tosu ini tinggi kurus. Di bahunya tersoreng sebatang pedang panjang beronce biru. Dia adalah Kun Ci Totiang dari Bu Tong Pai yang amat terkenal dengan julukan Hong-im-Kiam-ong (Raja Pedang Angin Dingin).
Hong Sin mendengus tajam, dia bingung dengan ucapan tosu tersebut, tapi untuk bertanya tidak keburu lagi karena sang tosu telah menyerangnnya dengan dahsyat. Dengan enteng dia memutar tangannya menotok kearah pergelangan tangan sang tosu. Si tosu tidak mandah saja. Tangannyapun ikut bergerak menghindari totokan lawan, kemudian berputar dengan kilat dengan jari telunjuk menotok kearah leher Hong Sin dengan tenaga yang berlipat.
“Jari sakti yang bagus…” Puji Hong Sin. Namun begitu, tubuhnya segera mengeras dengan pengerahan Kim-I-Kang (Jubah Emas Sakti). Jari tersebut telak mendarat di leher sebelah kirinya, tapi tidak mendatangkan efek apa-apa. Sebaiknya tosu itu tergentak mundur satu tindak kebelakang.
“Heih…kiranya kau punya kepandaian sehingga berani bertingkah…Lihat pedang! Bentak tosu ini sambil mencabut pedangnya. Langsung menyerang dengan sebat kea rah Hong-Sin.
Pemuda ini melengak. lima jurus di depan dia masih tetap menghindari serangan-serangan gencar tersebut dengan entengnya. Hal ini membuat Kun Ci Totiang murka dan makin memperhebat serangannya.
Sementara kesembilan orang lainnya memandangi dengan hati terkejut. Mereka tahu kepandaian kawan mereka yang sakti, tapi ternyata tidak berpengaruh pada pemuda tersebut. Segera mereka memberi isyarat dan mulai melancarkan serangan bersamaan.
Hong Sin gemas dengan sikap mereka, hanya saja dia tidak mau berurusan lebih lanjut tanpa tahu urusan. Segera dia terpekik nyaring dan tubuhnya melambung ke atas setinggi lima tombak, kemudian melesat kearah barat dengan sangat cepat.
Kesepuluh orang itu terkejut, namun baru saja mereka hendak mengejar, tampak di hadapan mereka lima orang pemuda lain yang mengenakan pakaian sama seperti Hong Sin menghadang di depan mereka. Hanya bedanya kelima orang ini menutupi muka mereka dengan saputangan hitam.
Ke sepuluh orang ini terkejut melihat ke lima orang di depan mereka, namun melihat dandanan orang-orang ini, mereka saling pandang, sekilas mereka jadi tahu urusan yang tak beres ini.
“Omitohud, ternyata kalian yang menyamar sebagai pemuda tersebut…apa sebenarnya maksud kalian untuk mengadu domba?” Kata Hui Hong Taysu dengan wajah membesi.
“Heheheh, setelah tiba di hadapan Giam-lo-ong, kalian akan tahu urusan…” Serentak kemudian kelima orang itu melemparkan lima bom asap yang meledak seluas enam tombak.
Ke sepuluh orang itu segera menutup pernafasan mereka sambil mengibaskan tangan memukul asap-asap tebal tersebut karena kuatir itu asap beracun. Tapi mereka terkejut karena mata mereka jadi perih. Sebelum mereka bertindak lebih lanjut terdengar pekik mengerikan saat tubuh mereka terlempar dengan tubuh berkelojotan dan mati menggenaskan.
Salah satu dari kelima orang itu kemudian menulis enam kata di dinding dengan pedangnya:
“Im-Jiu Tok-Sian (Dewa Racun Bertangan Dingin), Hong Sin”
Sementara Hong Sin yang melesat kearah barat tidak memperdulikan lagi kesepuluh orang tadi. Setelah tiba di luar kota dia berputar dan masuk dari pintu selatan. Baru saja dia hendak memasuki pintu gerbang tersebut, tiba-tiba langkahnya terhenti. Matanya menangkap bayangan-bayangan berkelebat di sekelilingnya.
Tampak puluhan orang telah mengepungnya dengan senjata terhunus. Bibirnya tersenyum dingin, namun ketika dia berpaling ke kiri jantungnya berdetak. Tampak seorang gadis yang langsing dan padat berisi, wajah yang bulat telur berpakaian putih berdiri di sana.
Wajah gadis itu tertutup sehelai saputangan putih, namun Hong Sin tetap mengenali mata yang jeli tersebut yang selalu di pikirkannya setiap saat, yakni Goat Hui Hwa. Tampak gadis itu mendengus dan berkata dengan suara dingin dan penuh kebencian.
“Hem, tak ku sangka engkau ternyata gembong penjahat keji yang membantai para tokoh persilatan selama ini? Aku sungguh salah menilai orang...”
Hong Sin melengak. Dia benar-benar terkejut sekali, baru saja dia keluar dari ruang rahasia Mo-Kiong-Bun, tapi sudah dua kali ini dia orang menuduh dia sebagai pembunuh. Apa maksudnya…? Apa lagi tokoh-tokoh golongan hitam putih yang mengepungnya sekarang tak lebih dari dua ratus orang. Dia sungguh tak mengerti.
Saat itu juga dari kerumunan orang banyak terdengar gelak tawa keras: “Hahaha…nona, tidak usah banyak bicara dengan ular bermuka dua ini…mari kita habisi saja.” Yang bersuara ternyata seorang pemuda tampan yang bukan lain adalah Tabuli cin.
Belum habis suara pemuda itu, tiba-tiba melayang empat tubuh yang sangat cepat sekali dan berdiri mengepung Hong Sin. Diam-diam Hong Sin terkejut. Siapa lagi orang-orang ini? Menilik dari gerakan mereka, pasti memiliki ilmu yang lebih tinggi dari ke lima iblis yang bertarung dengannya tempo hari.
“Anak muda, hari ini Chit-Pai Chit-cu sudah turun tangan, tidak segera memohon ampun apakah engkau sudah bosan hidup? Terdengar suara yang kereng salah satu dari antara ke empat orang itu..
Bersambung…