“Hemm, menurut yang kuketahui dari guruku, saat ini ada dua
kekuatan sesat yang sedang bergerak secara rahasia, masing-masing memiliki pengaruh yang tidak
kecil…satu sudah menunjukkan taringnya sedangkan yang satu lagi masih rahasia…” Semua orang mengarahkan pandangannya pada
gadis cantik tersebut dengan tatapan penuh tanda Tanya, namun tidak seorangpun
mengeluarkan suara.
Alis Cui-Sian Sin-Ci (Dewa Arak Berjari Sakti) berkerut
sejenak, kemudian berkata: “Hemmm, selama ini kami terlalu sibuk bertapa dan
tidak mencampuri dunia persilatan, tak nyana ada kejadian hebat yang sedang
terjadi! Eh, nona kecil, tadi pemuda
gagah ini sudah menceritakan tentang keberadaan Mo-Kiong-Bun dan keempat partai
pendukungnya, lalu apa yang kau maksudkan ada dua kekuatan?...”
Gadis itu tertunduk, dengan wajah yang membayangkan
kekhawatiran dia melanjutkan: “Tiga tahun lalu, guruku pernah meninggalkanku
selama empat bulan, namun pada suatu hari beliau pulang dengan tubuh luka
dalam. Dia tidak mau menjelaskan siapa
yang melukainya, hanya saja setelah memerintahkanku untuk kembali ke Istana
Bulan-Bintang, beliau menutup diri di Ruang Penyesalan Dosa. Hanya pesan ini saja yang di berikan
padaku…” Seng Lin Hong kemudian
mengambil sesuatu gulungan surat dari balik jubahnya dan mengangsurkan kepada
Cui-Sian-Sin-Ci yang menerimanya kemudian membacanya dengan seksama.
Sejenak kemudian wajahnya berobah. Sambil memberikan gulungan surat itu pada Bu-Beng
Kim-Hud dia berkata dengan wajah serius pada Chit-Pai Chit-cu: “Rupanya dunia
persilatan bukan hanya di terror oleh Mo-Kiong-Bun saja. Menurut keterangan Ang-I-Giam-Sian (Dewa
Neraka Berjubah Merah) Tek Kun, dia telah bertemu dengan segolongan orang-orang
aneh yang berbahaya. Mereka menyebut
dirinya para penghuni Giam-Bong-Kok (Lembah Kuburan Neraka) dari luar perbatasan yang berambisi untuk menguasai
dunia persilatan. Golongan itu tidak
terlalu banyak, namun Giam-Bong-Kok ini memiliki tiga pemimpin tertinggi yang
salah satunya adalah Lo-Kwi-Ong (Raja Iblis Tua)…”
“Aahhhh…..Ihhh…”
Terdengar seruan kaget dari ketujuh tokoh dari Chit-Pai Chit-cu tersebut
serta Ciangbunjin Siauw-Lim-Sie Kim Goan Taysu.
Wajah mereka pucat pias dan gemetar.
Thai Su Lojin kemudian berkata dengan suara parau: “Jika benar
Lo-Kwi-Ong masih hidup, sungguh berat bencana yang akan di hadapi dunia
persilatan…lalu bagaimana kita akan menghadapi mereka?...”
“Omitohud…! Ang-I-Giam-Sian memiliki kepandaian yang
seimbang dengan kami berdua, di dunia ini jika ada yang dapat membuatnya
terluka, maka Lo-Kwi-Onglah yang dapat melakukannya. Hemm, jika dia sudah muncul, itu berarti
Lo-Tok-Ong (Raja Racun Tua) dan Lo-Hoat-Ong (Raja Penyihir Tua) juga sudah muncul?...” Kembali terdengar suara yang halus dari Bu-Beng
Kim-Hud.
Hong Sin yang dari tadi hanya mendengarkan saja dengan penuh
tanda Tanya segera bertanya pada Bu-Beng Kim-Hud dan Cui-Sian-Sin-Ci: “Maaf
jiwi-Locianpwe yang mulia, jika cahye boleh tahu, siapakah Lo-Kwi-Ong,
Lo-Tok-Ong dan Lo-Hoat-Ong itu?...”
“Mereka adalah angkatan sesat yang lebih dahulu ada dari
kami…” Cui-Sian-Sin-Ci menjawab dengan
pelan sambil termenung memandang di kejauhan.
Bu-Beng Kim-Hud memandang kearah Chit-Pai Chit-cu dan berkata
menggunakan ilmu Coan-im-jit-bit: “Dunia persilatan membutuhkan seorang
pemimpin yang memiliki ilmu yang tinggi dan kami berdua mencalonkan anak muda
ini untuk memikul tanggung jawab tersebut.
Dari segi kepandaian kiranya kalian sudah menyaksikan sendiri, dan kalau
tidak salah dugaanku anak muda ini adalah murid salah satu dari dua tokoh gaib
dari Pulau Awan Api, bagaimana pendapat kalian…?”
Pek Sim Sian Thai Su Lojin hanya mengangguk-angguk mengiakan
setelah saling berpandangan sejenak.
Bu-Beng Kim-Hud kembali melanjutkan:
“Bagus, dukungan kalian sangat di butuhkan, kalau begitu bergeraklah
secepatnya untuk mengundang orang2 gagah yang bisa di kumpulkan, dalam jangka
waktu tiga bulan ke depan kita akan bertemu lagi di kuil Siauw-Lim-Si di gunung
Siong San, waktu itulah kita akan mengumumkan rencana ini dan menentukan
gerakan selanjutnya…”
Tanpa banyak bicara empat pentolan dari Chit-Pai Chit-cu
lalu mengajak orang-orang gagah yang hadir untuk berlalu. Mereka segera berkelebat lenyap membubarkan
diri di ikuti oleh Ciangbunjin Siauw-Lim-Sie Kim Goan Taysu.
“Omitohud, Kim-Goan, bawalah lencana Kim-Hud ini dan setelah
tiga bulan undanglah ketiga sute yang sedang bertapa di Ruang Penyesalan Diri
untuk keluar melindungi Siauw-Lim-Sie.”
Kembali suara
Bu-Beng Kim-Hud terdengar mencegah kepergian Kim Goan Taysu tersebut.
Bu-Beng Kim-Hud terdengar mencegah kepergian Kim Goan Taysu tersebut.
Cui-Sian-Sin-Ci memandang sepasang muda-mudi di hadapan
mereka kemudian berkata: “Anak muda kita perlu mengetahui informasi kekuatan
Mo-Kiong-Bun (Istana Iblis) dan Giam-Bong-Kok (Lembah Kuburan Neraka) sebanyak
mungkin sebelum pertemuan orang-orang gagah tiga bulan yang akan datang nanti,
dan kami rasa hanya engkaulah satu-satunya orang yang patut memikul tanggung
jawab ini, bersediakah engkau?...”
“Baiklah locianpwe, cahye akan melakukannya…” Hong Sin
menganggukkan kepala menyanggupi kemudian menoleh memandang Seng Lin Hong yang
juga sedang memandang padanya sambil tersenyum manis.
“Dan kau gadis kecil, maukah kau ikut dengan kami berdua
selama tiga bulan ke depan ini?..”
Seng Lin Hong mengerutkan keningnya, otomatis wajahnya
menoleh pada Hong Sin dengan penuh tanda tanya: “Maaf Locianpwe, Siauli tidak
mengerti untuk apa harus ikut dengan locianpwe berdua, mohon penjelasannya…”
Cui-Sian-Sin-Ci tersenyum dan menjawab: “Hemm dunia
persilatan dewasa ini sangat membutuhkan orang-orang muda yang dapat di
andalkan, kami tahu bahwa kawanmu itu adalah murid salah satu atau mungkin juga
kedua penghuni dari Pulau Awan Api, maka kami tidak berani lancang melangkahi
mereka. Kami menyadari bahwa kami berdua
sudah terlambat untuk menerima murid, namun bila kau tidak keberatan kami hanya
ingin menyempurnakan semua ilmu yang kau miliki dalam tiga bulan kedepan ini,
bagaimana…?”
Tak terbayangkan gembiranya nona itu mendengar akan hal ini,
tanpa pikir panjang lagi segera dia menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua
dedengkot Bulim Su-Sian tersebut.
***
Sore itu seorang gadis berpakaian putih dan berjubah putih
berdiri sambil menitikkan air mata di depan beberapa buah makam di pinggir
jurang di bagian belakang pada bekas reruntuhan Istana Bulan-Bintang yang
legendaris.
Gadis tersebut memiliki tubuh yang langsing dan padat
berisi, wajah yang bulat telur. Bibirnya
kecil, mungil berwarna kemerahan dengan sepasang lesung pipit di kanan-kiri.
Hidung yang mancung dan mata sayu yang bulat dengan alis mata lentik, sungguh
menawan hati orang yang melihatnya.
Tak salah lagi, gadis yang sedang menangis itu adalah Goat
Hui Hwa adanya. Setelah berpisah dari
Hong Sin, gadis itu kembali ke bekas reruntuhan Istana Bulan-Bintang
tersebut. Di tempat inilah tiga tahun
yang lalu dia bertemu dengan sucinya, Seng Lin Hong. Di tempat inilah mereka berdua memulai
persiapan untuk membalas dendam kehancuran keluarga Istana Bulan Bintang.
Tanpa di sadari gadis itu, ada lima pasang mata bersinar
tajam sedang mengawasinya. Entah karena
tangisnya yang membuat kewaspadaan gadis cantik yang sakti ini berkurang atau
memang pemilik ketiga pasang mata tersebut bukanlah orang sembarangan namun hal
ini sangat membahayakan posisi sang gadis.
Setelah saling memberi kode sesaat, keempat di antara bereka
itu melesat ke empat jurusan sambil mengurung gadis tersebut, dan tanpa
mengeluarkan suara langsung mengeluarkan serangan-serangan yang mematikan
dengan senjata aneh berbentuk jala, itulah barisan “Jala Neraka Pembekuk Iblis”
yang dahsyat.
Goat Hui Hwa Nampak kaget sejenak, walau begitu dalam
sepersekian detik ketika keempat jala itu hamper tiba pada sasarannya, tubuh
dara ayu berjubah putih ini telah melesat bagai ular yang licin di antara jala-jala
tersebut. Sekejap saja tubuhnya telah
berada di luar barisan, namun tanpa di sangka sama sekali sesosok bayangan lain
telah menempel di belakangnya tanpa suara.
Goat Hui Hwa merasakan hawa jahat lawan yang amat pekat,
segera membalikkan tubuh dengan cepat namun demikian tetap saja dia terlambat
mengerahkan tenaga menangkis ketika kedua telapak tangan lawan bersarang di
kedua pundaknya dengan telak. Tak ayal
lagi gadis itu terlempar ke belakang dan jatuh di pinggir jurang sambil
memuntahkan darah segar.
“Hahahaha…nona manis cepat atau lambat pada akhirnya kaupun
akan jatuh ke tanganku…. menyerahlah dengan baik-baik agar kau tidak akan
menderita…” Terdengar suara tertawa yang
tak lain adalah suara dari Tabuli Cin, murid dari Tiga Koksu dari kerajaan
Mancuria yang sakti. Pemuda itu memberi
tanda pada keempat dayangnya untuk maju menawan gadis yang sudah terluka dalam
tersebut.
Goat Hui Hwa menggigit bibirnya, sambil menahan sakit pada
kedua pundaknya ia berusaha mengerahkan tenaga dan jurus keempat dari Bu-Beng
Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Tanding)nya untuk melindungi diri
sambil menyerang dahsyat ke arah keempat dayang Tabuli Chin tersebut, namun
ternyata tenaga yang keluar hanya tiga bagian saja.
Keempat dayang itu begitu melihat serangan yang di arahkan
kepada mereka serentak berputaran membentuk satu garis lurus sambil menempelkan
tangan di punggung orang di depannya, diikuti bentakan nyaring orang yang
paling depan memukulkan tangannya.
“Jangaaannn…”
Terdengar bentakan dari Tabuli Chin yang berusaha mencegah, bayangan
tubuhnya melesat pesat ke pinggir jurang berusaha menggapai tubuh gadis
berjubah putih yang meluncur deras terlempar ke jurang tersebut. Sayangnya usahanya terlambat. Tubuh gadis itu meluncur deras kebawah jurang
yang dalam terdorong oleh tenaga gabungan keempat dayang tersebut.
Tabuli Chin membanting-banting kakinya dengan marah: “Dasar
bodoh! Aku suruh tangkap, bukan memukulnya dengan sepenuh tenaga kalian.
Tidakkah kalian lihat dia sudah terluka dalam.
Dayang-dayang dungu! Mampuslah
kalian…!” Pemuda itu mengibaskan kedua
tangannya empat kali sehingga keempat dayang tersebut terlempar dengan luka
dalam yang cukup parah.
Pemuda itu dongkol setengah mati. Bagaimana tidak, daging kelinci yang sudah
ada dalam genggamannya lolos begitu saja.
Dia berdiri di pinggir jurang sambil memandang ke bawah jurang yang di
tutupi kabut putih tersebut sehingga tidak di ketahui seberapa dalamnya jurang
tersebut. Sementara keempat dayang
tersebut merintih kesakitan sambil memohon-mohon ampun.
Bagaimana dengan Goat Hui Hwa? Matikah dia saat terjatuh ke
jurang tersebut? Ah ternyata betapapun manusia berusaha, ternyata tetap tak
dapat melawan kehendak Thian yang telah mengatur segala sesuatunya.
Tubuh gadis cantik itu melayang cukup lama di ketinggian
dengan cepat mengikuti tarikan gravitasi bumi yang kuat. Ini menimbulkan kengerian di hatinya, namun
Goat ZHui Hwa adalah seorang gadis yang amat tabah dan tahan bantingan. Saat tubuhnya meluncur turun, dia berusaha
membalikkan tubuhnya menghadap ke bawah kemudian meloloskan sabuknya dan
memegang dengan tangan kanan. Matanya
yang tajam mengeluarkan sinar di kegelapan mengincar cabang pohon yang menjorok
keluar dari jurang yang searah dengan luncuran tubuhnya kemudian dia menggerakkan
tangannya melilit cabang pohon tersebut.
Dia berhasil! Tubuhnya tertahan dan menghantam dinding cukup
keras namun coba di kerahkannya tenaganya untuk menahan rasa sakit
tersebut. Sesaat kemudian dia terdiam
sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya.
Walaupun dalam suasana yang gelap gulita namun dia masih dapat melihat
bahwa jaraknya dengan tanah masih tak terlihat.
Walau begitu matanya menangkap sebuah lobang sebesar kerbau di dekat
cabang tempat dia bergelantungan. Segera
di kerahkan tenaga untuk memaksa naik ke lobang yang ternyata adalah sebuah gua
itu.
Setelah beristirahat sejenak gadis itu merayap masuk
menyelidiki gua tersebut. Ternyata gua
itu sangat panjang dan makin lama-makin besar.
Tanpa mengenal takut gadis itu terus merayap masuk hingga suatu saat:
“Hikhikhik…tikus dari mana berani mengantar nyawa memasuki
gua Dewi Binal Langit Bumi…?” Tiba-tiba
terdengar suara parau yang keras, dingin dan mengandung hawa kematian yang
berat. Goat Hui Hwa terkejut karena saat
itu serangkum tenaga yang kuat menerpa tubuhnya tanpa dapat di tahan.
“Ikhh…kau terluka?...”
Sesaat sebelum kekuatan dahsyat itu menghantam tubuhnya, kembali
terdengar suara parau tersebut.
Tiba-tiba saja tenaga yang dahsyat yang tinggal satu inchi tari tubuhnya
itu lenyap bagai hembusan angin.
Cepat-cepat gadis ini menjatuhkan diri bertelut sambil berkata:
“Oh, Locianpwe penghuni gua, maafkan siauli yang telah
lancang memasuki gua ini, namun siauli tidak sengaja. Siauli bertarung dengan musuh yang kuat dan
terlempar ke jurang ini hingga sampai di sini…”
“Hemmm…mendekatlah kemari…”
Kembali terdengar suara serak itu memerintah. Dengan ragu-ragu Goat Hui Hwa melangkah
perlahan..
“Huh, kau terkena hawa pukulan Ang-Jit Sin-Kang, apakah kau
bertarung dengan koksu dari kerajaan Mancuria…?”
Goat Hui Hwa terkejut karena hanya sekali lihat saja, nenek
di depannya ini segera mengetahui penyebab sakitnya.
“Tidak Locianpwe, aku bertarung dengan murid dari ketiga
koksu tersebut…?”
“Heemmm, kau telah masuk ke tempat ini dan bertemu denganku,
berarti ini sudah jodohmu, tinggallah di sini selama tiga bulan dan aku akan
memberikan beberapa petunjuk untuk menyempurnakan semua ilmumu, namun aku bukan
gurumu dan kau ku larang bertanya macam-macam selain mengenai ilmu silat. Setelah itu kau harus mengerjakan satu tugas
dariku, bersediakah engkau?”
“Baik Locianpwe, siauli mengerti…” Demikianlah selama tiga bulan penuh Goat Hui
Hwa di sempurnakan dan di latih dua macam ilmu yang aneh. Yang pertama Ilmu ganas “Telapak Arwah
Pembetot Hawa & Darah”, dan kedua “Ilmu Cermin Sakti Rembulan Petir” yang
bila di mainkan dengan ilmu Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa
Tanding)nya, dapat menimbulkan kekuatan penghancur yang dahsyat.