Laman

Selasa, 16 April 2013

13. Guru Untuk Sepasang Putri

“Hemm, menurut yang kuketahui dari guruku, saat ini ada dua kekuatan sesat yang sedang bergerak secara rahasia,  masing-masing memiliki pengaruh yang tidak kecil…satu sudah menunjukkan taringnya sedangkan yang satu lagi  masih rahasia…”  Semua orang mengarahkan pandangannya pada gadis cantik tersebut dengan tatapan penuh tanda Tanya, namun tidak seorangpun mengeluarkan suara. 
Alis Cui-Sian Sin-Ci (Dewa Arak Berjari Sakti) berkerut sejenak, kemudian berkata: “Hemmm, selama ini kami terlalu sibuk bertapa dan tidak mencampuri dunia persilatan, tak nyana ada kejadian hebat yang sedang terjadi!  Eh, nona kecil, tadi pemuda gagah ini sudah menceritakan tentang keberadaan Mo-Kiong-Bun dan keempat partai pendukungnya, lalu apa yang kau maksudkan ada dua kekuatan?...”
Gadis itu tertunduk, dengan wajah yang membayangkan kekhawatiran dia melanjutkan: “Tiga tahun lalu, guruku pernah meninggalkanku selama empat bulan, namun pada suatu hari beliau pulang dengan tubuh luka dalam.  Dia tidak mau menjelaskan siapa yang melukainya, hanya saja setelah memerintahkanku untuk kembali ke Istana Bulan-Bintang, beliau menutup diri di Ruang Penyesalan Dosa.  Hanya pesan ini saja yang di berikan padaku…”  Seng Lin Hong kemudian mengambil sesuatu gulungan surat dari balik jubahnya dan mengangsurkan kepada Cui-Sian-Sin-Ci yang menerimanya kemudian membacanya dengan seksama. 
Sejenak kemudian wajahnya berobah.  Sambil memberikan gulungan surat itu pada Bu-Beng Kim-Hud dia berkata dengan wajah serius pada Chit-Pai Chit-cu: “Rupanya dunia persilatan bukan hanya di terror oleh Mo-Kiong-Bun saja.  Menurut keterangan Ang-I-Giam-Sian (Dewa Neraka Berjubah Merah) Tek Kun, dia telah bertemu dengan segolongan orang-orang aneh yang berbahaya.  Mereka menyebut dirinya para penghuni Giam-Bong-Kok (Lembah Kuburan Neraka)  dari luar perbatasan yang berambisi untuk menguasai dunia persilatan.  Golongan itu tidak terlalu banyak, namun Giam-Bong-Kok ini memiliki tiga pemimpin tertinggi yang salah satunya adalah Lo-Kwi-Ong (Raja Iblis Tua)…”
“Aahhhh…..Ihhh…”  Terdengar seruan kaget dari ketujuh tokoh dari Chit-Pai Chit-cu tersebut serta Ciangbunjin Siauw-Lim-Sie Kim Goan Taysu.  Wajah mereka pucat pias dan gemetar.  Thai Su Lojin kemudian berkata dengan suara parau: “Jika benar Lo-Kwi-Ong masih hidup, sungguh berat bencana yang akan di hadapi dunia persilatan…lalu bagaimana kita akan menghadapi mereka?...”
“Omitohud…! Ang-I-Giam-Sian memiliki kepandaian yang seimbang dengan kami berdua, di dunia ini jika ada yang dapat membuatnya terluka, maka Lo-Kwi-Onglah yang dapat melakukannya.  Hemm, jika dia sudah muncul, itu berarti Lo-Tok-Ong (Raja Racun Tua) dan Lo-Hoat-Ong (Raja Penyihir Tua) juga sudah muncul?...”  Kembali terdengar suara yang halus dari Bu-Beng Kim-Hud.
Hong Sin yang dari tadi hanya mendengarkan saja dengan penuh tanda Tanya segera bertanya pada Bu-Beng Kim-Hud dan Cui-Sian-Sin-Ci: “Maaf jiwi-Locianpwe yang mulia, jika cahye boleh tahu, siapakah Lo-Kwi-Ong, Lo-Tok-Ong dan Lo-Hoat-Ong itu?...”
“Mereka adalah angkatan sesat yang lebih dahulu ada dari kami…”  Cui-Sian-Sin-Ci menjawab dengan pelan sambil termenung memandang di kejauhan.  Bu-Beng Kim-Hud memandang kearah Chit-Pai Chit-cu dan berkata menggunakan ilmu Coan-im-jit-bit: “Dunia persilatan membutuhkan seorang pemimpin yang memiliki ilmu yang tinggi dan kami berdua mencalonkan anak muda ini untuk memikul tanggung jawab tersebut.  Dari segi kepandaian kiranya kalian sudah menyaksikan sendiri, dan kalau tidak salah dugaanku anak muda ini adalah murid salah satu dari dua tokoh gaib dari Pulau Awan Api, bagaimana pendapat kalian…?”
Pek Sim Sian Thai Su Lojin hanya mengangguk-angguk mengiakan setelah saling berpandangan sejenak.   Bu-Beng Kim-Hud kembali melanjutkan:  “Bagus, dukungan kalian sangat di butuhkan, kalau begitu bergeraklah secepatnya untuk mengundang orang2 gagah yang bisa di kumpulkan, dalam jangka waktu tiga bulan ke depan kita akan bertemu lagi di kuil Siauw-Lim-Si di gunung Siong San, waktu itulah kita akan mengumumkan rencana ini dan menentukan gerakan selanjutnya…”
Tanpa banyak bicara empat pentolan dari Chit-Pai Chit-cu lalu mengajak orang-orang gagah yang hadir untuk berlalu.  Mereka segera berkelebat lenyap membubarkan diri di ikuti oleh Ciangbunjin Siauw-Lim-Sie Kim Goan Taysu.  
“Omitohud, Kim-Goan, bawalah lencana Kim-Hud ini dan setelah tiga bulan undanglah ketiga sute yang sedang bertapa di Ruang Penyesalan Diri untuk keluar melindungi Siauw-Lim-Sie.”  Kembali suara
Bu-Beng Kim-Hud terdengar mencegah kepergian Kim Goan Taysu tersebut.
Cui-Sian-Sin-Ci memandang sepasang muda-mudi di hadapan mereka kemudian berkata: “Anak muda kita perlu mengetahui informasi kekuatan Mo-Kiong-Bun (Istana Iblis) dan Giam-Bong-Kok (Lembah Kuburan Neraka) sebanyak mungkin sebelum pertemuan orang-orang gagah tiga bulan yang akan datang nanti, dan kami rasa hanya engkaulah satu-satunya orang yang patut memikul tanggung jawab ini, bersediakah engkau?...”
“Baiklah locianpwe, cahye akan melakukannya…” Hong Sin menganggukkan kepala menyanggupi kemudian menoleh memandang Seng Lin Hong yang juga sedang memandang padanya sambil tersenyum manis.
“Dan kau gadis kecil, maukah kau ikut dengan kami berdua selama tiga bulan ke depan ini?..”
Seng Lin Hong mengerutkan keningnya, otomatis wajahnya menoleh pada Hong Sin dengan penuh tanda tanya: “Maaf Locianpwe, Siauli tidak mengerti untuk apa harus ikut dengan locianpwe berdua, mohon penjelasannya…”
Cui-Sian-Sin-Ci tersenyum dan menjawab: “Hemm dunia persilatan dewasa ini sangat membutuhkan orang-orang muda yang dapat di andalkan, kami tahu bahwa kawanmu itu adalah murid salah satu atau mungkin juga kedua penghuni dari Pulau Awan Api, maka kami tidak berani lancang melangkahi mereka.  Kami menyadari bahwa kami berdua sudah terlambat untuk menerima murid, namun bila kau tidak keberatan kami hanya ingin menyempurnakan semua ilmu yang kau miliki dalam tiga bulan kedepan ini, bagaimana…?”
Tak terbayangkan gembiranya nona itu mendengar akan hal ini, tanpa pikir panjang lagi segera dia menjatuhkan diri berlutut di hadapan kedua dedengkot Bulim Su-Sian tersebut.
***
Sore itu seorang gadis berpakaian putih dan berjubah putih berdiri sambil menitikkan air mata di depan beberapa buah makam di pinggir jurang di bagian belakang pada bekas reruntuhan Istana Bulan-Bintang yang legendaris. 
Gadis tersebut memiliki tubuh yang langsing dan padat berisi, wajah yang bulat telur.  Bibirnya kecil, mungil berwarna kemerahan dengan sepasang lesung pipit di kanan-kiri. Hidung yang mancung dan mata sayu yang bulat dengan alis mata lentik, sungguh menawan hati orang yang melihatnya.
Tak salah lagi, gadis yang sedang menangis itu adalah Goat Hui Hwa adanya.  Setelah berpisah dari Hong Sin, gadis itu kembali ke bekas reruntuhan Istana Bulan-Bintang tersebut.  Di tempat inilah tiga tahun yang lalu dia bertemu dengan sucinya, Seng Lin Hong.  Di tempat inilah mereka berdua memulai persiapan untuk membalas dendam kehancuran keluarga Istana Bulan Bintang.
Tanpa di sadari gadis itu, ada lima pasang mata bersinar tajam sedang mengawasinya.  Entah karena tangisnya yang membuat kewaspadaan gadis cantik yang sakti ini berkurang atau memang pemilik ketiga pasang mata tersebut bukanlah orang sembarangan namun hal ini sangat membahayakan posisi sang gadis. 
Setelah saling memberi kode sesaat, keempat di antara bereka itu melesat ke empat jurusan sambil mengurung gadis tersebut, dan tanpa mengeluarkan suara langsung mengeluarkan serangan-serangan yang mematikan dengan senjata aneh berbentuk jala, itulah barisan “Jala Neraka Pembekuk Iblis” yang dahsyat.
Goat Hui Hwa Nampak kaget sejenak, walau begitu dalam sepersekian detik ketika keempat jala itu hamper tiba pada sasarannya, tubuh dara ayu berjubah putih ini telah melesat bagai ular yang licin di antara jala-jala tersebut.  Sekejap saja tubuhnya telah berada di luar barisan, namun tanpa di sangka sama sekali sesosok bayangan lain telah menempel di belakangnya tanpa suara.
Goat Hui Hwa merasakan hawa jahat lawan yang amat pekat, segera membalikkan tubuh dengan cepat namun demikian tetap saja dia terlambat mengerahkan tenaga menangkis ketika kedua telapak tangan lawan bersarang di kedua pundaknya dengan telak.  Tak ayal lagi gadis itu terlempar ke belakang dan jatuh di pinggir jurang sambil memuntahkan darah segar.
“Hahahaha…nona manis cepat atau lambat pada akhirnya kaupun akan jatuh ke tanganku…. menyerahlah dengan baik-baik agar kau tidak akan menderita…”  Terdengar suara tertawa yang tak lain adalah suara dari Tabuli Cin, murid dari Tiga Koksu dari kerajaan Mancuria yang sakti.  Pemuda itu memberi tanda pada keempat dayangnya untuk maju menawan gadis yang sudah terluka dalam tersebut.
Goat Hui Hwa menggigit bibirnya, sambil menahan sakit pada kedua pundaknya ia berusaha mengerahkan tenaga dan jurus keempat dari Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Tanding)nya untuk melindungi diri sambil menyerang dahsyat ke arah keempat dayang Tabuli Chin tersebut, namun ternyata tenaga yang keluar hanya tiga bagian saja.  
Keempat dayang itu begitu melihat serangan yang di arahkan kepada mereka serentak berputaran membentuk satu garis lurus sambil menempelkan tangan di punggung orang di depannya, diikuti bentakan nyaring orang yang paling depan memukulkan tangannya.
“Jangaaannn…”  Terdengar bentakan dari Tabuli Chin yang berusaha mencegah, bayangan tubuhnya melesat pesat ke pinggir jurang berusaha menggapai tubuh gadis berjubah putih yang meluncur deras terlempar ke jurang tersebut.  Sayangnya usahanya terlambat.  Tubuh gadis itu meluncur deras kebawah jurang yang dalam terdorong oleh tenaga gabungan keempat dayang tersebut.
Tabuli Chin membanting-banting kakinya dengan marah: “Dasar bodoh! Aku suruh tangkap, bukan memukulnya dengan sepenuh tenaga kalian. Tidakkah kalian lihat dia sudah terluka dalam.  Dayang-dayang dungu!  Mampuslah kalian…!”   Pemuda itu mengibaskan kedua tangannya empat kali sehingga keempat dayang tersebut terlempar dengan luka dalam yang cukup parah.
Pemuda itu dongkol setengah mati.  Bagaimana tidak, daging kelinci yang sudah ada dalam genggamannya lolos begitu saja.  Dia berdiri di pinggir jurang sambil memandang ke bawah jurang yang di tutupi kabut putih tersebut sehingga tidak di ketahui seberapa dalamnya jurang tersebut.  Sementara keempat dayang tersebut merintih kesakitan sambil memohon-mohon ampun.
Bagaimana dengan Goat Hui Hwa? Matikah dia saat terjatuh ke jurang tersebut? Ah ternyata betapapun manusia berusaha, ternyata tetap tak dapat melawan kehendak Thian yang telah mengatur segala sesuatunya.
Tubuh gadis cantik itu melayang cukup lama di ketinggian dengan cepat mengikuti tarikan gravitasi bumi yang kuat.  Ini menimbulkan kengerian di hatinya, namun Goat ZHui Hwa adalah seorang gadis yang amat tabah dan tahan bantingan.  Saat tubuhnya meluncur turun, dia berusaha membalikkan tubuhnya menghadap ke bawah kemudian meloloskan sabuknya dan memegang dengan tangan kanan.  Matanya yang tajam mengeluarkan sinar di kegelapan mengincar cabang pohon yang menjorok keluar dari jurang yang searah dengan luncuran tubuhnya kemudian dia menggerakkan tangannya melilit cabang pohon tersebut.
Dia berhasil! Tubuhnya tertahan dan menghantam dinding cukup keras namun coba di kerahkannya tenaganya untuk menahan rasa sakit tersebut.  Sesaat kemudian dia terdiam sambil memperhatikan keadaan sekelilingnya.  Walaupun dalam suasana yang gelap gulita namun dia masih dapat melihat bahwa jaraknya dengan tanah masih tak terlihat.  Walau begitu matanya menangkap sebuah lobang sebesar kerbau di dekat cabang tempat dia bergelantungan.  Segera di kerahkan tenaga untuk memaksa naik ke lobang yang ternyata adalah sebuah gua itu.
Setelah beristirahat sejenak gadis itu merayap masuk menyelidiki gua tersebut.  Ternyata gua itu sangat panjang dan makin lama-makin besar.  Tanpa mengenal takut gadis itu terus merayap masuk hingga suatu saat:
“Hikhikhik…tikus dari mana berani mengantar nyawa memasuki gua Dewi Binal Langit Bumi…?”  Tiba-tiba terdengar suara parau yang keras, dingin dan mengandung hawa kematian yang berat.  Goat Hui Hwa terkejut karena saat itu serangkum tenaga yang kuat menerpa tubuhnya tanpa dapat di tahan.
“Ikhh…kau terluka?...”  Sesaat sebelum kekuatan dahsyat itu menghantam tubuhnya, kembali terdengar suara parau tersebut.  Tiba-tiba saja tenaga yang dahsyat yang tinggal satu inchi tari tubuhnya itu lenyap bagai hembusan angin.  Cepat-cepat gadis ini menjatuhkan diri bertelut sambil berkata:
“Oh, Locianpwe penghuni gua, maafkan siauli yang telah lancang memasuki gua ini, namun siauli tidak sengaja.  Siauli bertarung dengan musuh yang kuat dan terlempar ke jurang ini hingga sampai di sini…”
“Hemmm…mendekatlah kemari…”  Kembali terdengar suara serak itu memerintah.   Dengan ragu-ragu Goat Hui Hwa melangkah perlahan..
“Huh, kau terkena hawa pukulan Ang-Jit Sin-Kang, apakah kau bertarung dengan koksu dari kerajaan Mancuria…?”
Goat Hui Hwa terkejut karena hanya sekali lihat saja, nenek di depannya ini segera mengetahui penyebab sakitnya.
“Tidak Locianpwe, aku bertarung dengan murid dari ketiga koksu tersebut…?”
“Heemmm, kau telah masuk ke tempat ini dan bertemu denganku, berarti ini sudah jodohmu, tinggallah di sini selama tiga bulan dan aku akan memberikan beberapa petunjuk untuk menyempurnakan semua ilmumu, namun aku bukan gurumu dan kau ku larang bertanya macam-macam selain mengenai ilmu silat.  Setelah itu kau harus mengerjakan satu tugas dariku, bersediakah engkau?”
“Baik Locianpwe, siauli mengerti…”  Demikianlah selama tiga bulan penuh Goat Hui Hwa di sempurnakan dan di latih dua macam ilmu yang aneh.  Yang pertama Ilmu ganas “Telapak Arwah Pembetot Hawa & Darah”, dan kedua “Ilmu Cermin Sakti Rembulan Petir” yang bila di mainkan dengan ilmu Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Tanding)nya, dapat menimbulkan kekuatan penghancur yang dahsyat.