Laman

Selasa, 16 April 2013

11. Persembahan Sang Bulan

“Huh, di sini sudah tidak ada urusanmu, mengapa engkau tidak berlalu saja?” Seru gadis itu dengan ketus.
“Hehehe…orang-orang bodoh itu boleh di tipu olehmu, tapi aku tidak. Aku akan tetap membunuh bangsat itu…”
“Bagus kau mau mencari perkara denganku? Terimalah ini…” Hui Hwa membentak dengan gemas sambil melancarkan serangan dahsyat dengan ilmu Bian-Ciang Chap-Sha-Ciang (Tigabelas Pukulan Tangan Kapas), ini adalah salah satu ilmu andalan dari para penghuni Istana Bulan & Bintang. Dalam waktu singkat dia telah menyerang dengan dahsyat sebanyak lima jurus tanpa henti.
Tabuli Chin membalas dengan Ang-Jit-Sin-kang dengan tidak kalah hebatnya sehingga terjadilah perempuran dahsyat antara kedua orang itu.
Melewati jurus ke limapuluh, Tabuli Chin mendongkol bukan main. Apalagi saat di lihatnya Hong Sin sedang bersemedi memulihkan tenaga. Tampak dari ubun-ubunnya keluar uap putih yang tebal tanda semedinya sudah mencapai puncaknya dan berada dalam keadaan yang kritis.
Melihat ini, terbersit pikiran di benaknya: “Huh, kalau dia sempat menyelesaikan semedinya, tiada kesempatan lagi bagiku untuk membunuhnya.” Seketika itu juga dia bersiul nyaring memanggil keempat dayangnya.
Begitu mendengar siutan tersebut, perasaan Hui Hwa tidak enak, dia tahu ada yang tidak beres. Saat itu juga berkelebatlah empat bayangan putih bagaikan hantu di tempat itu. Tanpa pikir panjang Tabuli Chin segera berseru: “Gunakan jurus pembunuh yang paling dahsyat dan bunuh pemuda itu dengan cara yang paling cepat…jika gagal potong tangan kalian masing-masing”
Setelah memberi perintah, tubuhnya menyusul dengan satu terjangan kedepan dengan sepenuh tenaga. Kedua tangannya bergantian menyerang dengan jurus paling dahsyat yang bernama “Raja Iblis Menipu Para Dewa”. Yang kanan bergerak dengan gerakan yang amat lambat namun penuh dengan pengerahan hawa Ang-Jit-Sin-Kang, sedangkan tangan kiri menyerang sangat cepat dengan pengerahan tenaga Hian-Im-Ciang yang dahsyat. Ini adalah jurus andalan gurunya yang ke dua yang merupakan salah satu dari Sam-Hok-Kok-cu (Tiga Kokcu Penakluk).
Goat Hui Hwa terkejut melihat serangan lawan, namun dia tidak keder segera Ilmu “Melayang Bagai Kapas” di kerahkan. Badannya justru terangkat dari tanah dan melayang mengikuti arah pukulan lawan sementara hawa pukulan lawan di netralisir dengan mengerahkan Bu-Beng Goat-Kui-Ciang (Tenaga Sembilan Bulan Tanpa Bayangan). Hebat sekali pertandingan adu pukulan sakti yang di lambari tenaga dalam-tenaga dalam yang amat dahsyat ini.
Tabuli Chin terkejut bukan main, tak di sangkanya gadis yang kelihatan lemah lembut di depannya ini sedemikian saktinya. Hampir-hampir dia tidak dapat mempercayainya karena sedikitpun dia tidak ungkulan melawan gadis tersebut. Lebih terkejut lagi saat itu saat tatapannya melirik kearah keempat dayang saktinya yang mengerubuti Hong Sin. Mereka semua telah berdiri kaku seperti patung. Sementara di lihatnya Hong Sin telah berdiri sambil menatapnya dengan tajam. Tahulah dia bahwa usahanya telah mengalami kegagalan total. Segera dia mendengus kemudian meloncat jauh meninggalkan pertempurannya dengan Hui Hwa.
“Mau lari kemana kau?...” Bentak Hui Hwa sambil mengerahkan tenaga untuk mengejar.
“Biarkan dia Goat-Moi, musuh yang sudah lari untuk apa di kejar…” Hong Sin mencegah gadis itu.
Goat Hui Hwa membalikkan tubuh kemudian memandang dengan tatapan penasaran: “Tapi dia bermaksud membunuhmu… kau??!”. Gadis itu hendak melanjutkan perkataannya namun tubuh Hong Sin tiba-tiba berkelebat dengan amat cepat kehadapannya. Wajah mereka saling memandang dengan sangat dekat, sedangkan ibu jari dan jari telunjuk pemuda itu menyentuh dagunya dan menengadahkan wajahnya. Saat itu terdengar suara Hong Sin dengan perlahan dan lembut berbisik:
“Mengapa Goat-moi?...apakah kau tak ingin kalau aku terbunuh?...” Dengan tatapan mesra di pandanginya wajah gadis yang amat cantik dan ayu itu.
Wajah Goat Hui Hwa bersemu merah dadu, di balasnya tatapan pemuda itu dengan hati bergetar. Wajah di hadapannya ini yang selalu di ingatnya dan yang selalu mengisi kalbunya saat dia sendiri, sekarang nampak begitu dekat, tak tahu dia harus berkata apa.
“Aku…aku…auumphh…!!” Hanya kalimat pendek itu yang dapat-di keluarkan karena di lain saat kedua Hong Sin sudah menyumbat bibir yang merah segar itu dengan bibirnya. Kedua bibir mereka bertautan mesra sekali, Hui Hwa ingin menolaknya namun tak kuasa. Segala yang ada di hati tertumpah saat itu juga melalui ciuman tersebut, seakan-akan itu semua telah mewakili semua isi hati yang ada tanpa kata-kata.
Sampai lama mereka beciuman, akhirnya Hui Hwa mendorong dada pemuda itu. Wajahnya terseyum malu-malu dengan nafas terengah-engah: “Sin-koko, kau…akhh jangan begini lagi, aku…aku malu!”. Setelah mengatakan perkataan itu Hui Hwa membalikkan tubuhnya sambil mengerahkan Ilmu “Melayang Bagai Kapas” dia melesat kearah hutan berloncatan dari pohon-ke pohon.
“Goat-moi, jangan lari…” Hong sin berseru sambil berkelebat mengejar. Tubuhnya melambung tinggi dengan pengerahan “Langkah Angin Menembus Langit” mengejar di belakang gadis itu.
Goat Hui Hwa meliriknya sejenak kemudian berkata lagi: “Aku tidak akan lari, tapi akupun telah berjanji hanya mau di miliki oleh pemuda yang dapat mengalahkan aku, kau punya “Langkah Angin Menembus Langit” sedangkan aku punya Ilmu “Melayang Bagai Kapas”, kalau kau dapat menangkapku, aku akan mengikutimu.”
Sebegitu jauh kedalam hutam mereka saling mengejar, hanya terlihat dua kilatan yang sangat cepat hampir tanpa bayangan. Hong Sin harus memeras keringat menguber gadis itu, yang hebatnya Ilmu “Melayang Bagai Kapas” rupanya sudah di kuasai gadis itu sampai dapat di gerakkan sesuka hati dapat berpindah tempat dalam sekejap tanpa perlu berganti nafas, namun bukan berarti Hong Sin ketinggalan. Dengan mengerahkan Sim-Khe (Cermin Hati)nya dia dapat menangkap inti gerakan melayang tanpa berganti nafas gadis itu. Kemudian dia mengerahkan jurus “Jejak Dewa Mendahului Angin” tubuhnya tiba-tiba menyelinap di depan Hui Hwa sambil tangannya memeluk pinggang gadis itu.
Namun gadis yang di peluknya tidak ampil pusing, seolah-olah terpaku di tempatnya sambil memandang dengan kagum. Bibirnya yang kecil mungil tak henti-hentinya mengguman: “Luar biasa, oooohhhh ….indah sekali…!”.
Hong Sin tertegun. Pelukannya mengendor sedang matanya mengikuti tatapan sang gadis yang di cintanya. Sesaat diapun tertegun. Tempat itu memang luar biasa, sebuah lembah yang di kelilingi pemandangan air terjun dan bunga-bunga liar beraneka warna yang indah. Sebuah anak sungai selebar sepuluh tombah mengalir dengan tenang dengan air yang jernih dan udara yang segar. Sungguh suasana romantis yang jarang di cari bandingannya. Apalagi di tambah dengan suasana senja yang amat indah.
Goat Hui Hwa, tersenyum senang. Matanya diarahkan kepada pemuda pujaannya. Di lihatnya pakaian pemuda itu sudah robek sana-sini dan kotor. Segera dia tertawa kecil sambil menggunakan ujung jari menutup bibirnya, kemudian tanpa berkata apapun, dengan lemah gemulai dia berjalan ke pinggir sungai.
Hong Sin terlolong dengan mulut terbuka hampir tak bernafas. Dia terpesona mengikuti melihat gerak-gerik bidadari cantik di hadapannya yang amat mempesona ini. Beberapa saat kemudian matanya terbeliak dengan jantung berdegup kencang.
Goat Hui Hwa berdiri menyamping membelakanginya. Perlahan namun pasti tangannya bergerak melepaskan ikat pinggangnya, kemudian satu per satu jubahnya, serta baju bagian dalamnya di lepaskan sampai gadis itu berdiri dengan tubuh telanjang bulat dan tak berpakaian sama sekali.
Dari arah samping belakang Hong Sin silau oleh kecantikan gadis itu, tampak gadis itu memiliki tubuh yang semampai dan padat dengan lekuk lengkung yang sempurna, terutama kedua bukit kembarnya yang membusung menantang dan pinggulnya yang bulat dan indah menyimpan daya tarik yang sanggup menjatuhkan hati manapun yang melihatnya.
Tanpa memperdulikan kehadiran pemuda itu, Hui Hwa melangkah perlahan menuju ke dalam air sampai air menutupi lehernya. Kemudian dia mulai berenang sambil memekik-mekik kecil dengan senang. Tidak tahu Hong Sin harus berbuat apa, dia hanya berdiri saja menjublek seperti orang bodoh.
“Sin-Koko, apakah kau tidak mau juga menikmati kesegaran air ini, mengapa hanya berdiam saja…”
Bagaikan tersadar dari sihir, pemuda itu tertawa senang…tubuhnya melayang keatas dan berputaran bagaikan gasing. Dalam sekejap pakaiannya yang memang telah robek sana-sini itu hancur menjadi bubuk dari tubuhnya. Tubuhnya melayang turun ke dalam air dan melesak dengan menimbulkan percikan gelombang air yang tinggi.
Sambil tertawa-tawa Hong Sin mendekati Hui Hwa dan berkata mesra: “Goat-moi, kau…”.
Pemuda itu tak jadi melanjutkan perkataannya karena jemari Hui Hwa yang lentik sudah menutup mulutnya sambil menatapnya mesra: “Sin-Koko, bukankah sudah ku katakan bahwa aku hanya mau di miliki oleh pemuda yang sanggup mengalahkanku, asalkan selamanya kau baik padaku, aku…aku takkan menyesal menjadi milikmu…”
Hong Sin terharu sekali. Tangannya memegang tangan gadis itu dan meremasnya serta menatapnya penuh selidik: “Eh, Goat-moi, namaku masih tercemar dan belum lolos dari tuduhan…apakah itu tidak berpengaruh bagimu…?”
“Hmm, saat aku mengakui di depan umum bahwa kau sepanjang malam bersamaku, aku sudah mempertimbangkanya masak-masak dan aku percaya kau tidak melakukannya. Aku yakin pandanganku tidak salah apalagi saat ku lihat kau tidak menurunkan tangan jahat pada mereka…Eh, apa aku perlu membuktikan keyakinanku itu…?”
“Tidak perlu, justru akulah yang akan membuktikannya…” Sehabis berkata demikian kedua tangannya bergerak menggendong tubuh bugil yang sintal itu melesat keluar dari sungai sambil berkelebat ke belakang air terjun yang ada di situ.
Rupanya dengan Ilmu Hud-Kiam-Gan (Mata Pedang Budha)nya, dia telah mengawasi wilayah sekitar tempat itu dan yakin tidak ada seorangpun di situ. Dia juga telah mendapati bahwa di belakang air terjun itu ada goa yang cukup luas.
Goa itu cukup luas di punuhi rumput liar yang padat, tampak sekali itu adalah gua alam yang tak pernah di jamah. di lihatnya sekilas terdapat batu sebesar gajah di tengah-tengah goa. Dia menurunkan kaki gadis itu ke tanah kemudian tangan kanannya bergerak kearah batu tersebut. Di lain saat telah di kerahkannya hawa Im-Yang Tok-Kiam-ci di ujung jarinya kemudian memukul mendartar kearah batu tersebut. Akibatnya sungguh hebat. Batu itu terpotong bagian tengahnya secara mencatar sehingga sisa setengah ke bawa menyerupai dipan batu yang cukup besar.
Sambil tersenyum Hong Sin kembali memondong gadis cantik yang hanya pasrah saja sambil memandang kepadanya dengan tersenyum kemudian membaringkannya di atas dipan batu tersebut. Di lain saat tubuhnya telah menindih tubuh gadis itu. Sementara kedua tangan tak henti-henti meremas, mengelus, memilin, mencium bahkan mulut dan lidahnyapun bekerja menggigit, menjilat dan menghisap seluruh tubuh molek itu, terutama sepasang payudaranya yang membusung kencang itu dengan tak bosan-bosannya sampai akhirnya…
“Aaaaakhhhh…ooooohhhhss…” Terdengar suara memekik dan gerakan mengejang dari gadis itu saat sesuatu benda yang besar, panjang dan tumpul dengan berani memenuhi miliknya yang paling berharga. Walaupun awalnya sedikit perih, namun lama-kelamaan gesekan benda yang besar dan tumpul itu memberikan kenikmatan yang amat sangat sehingga gadis itu yang baru pertama kali merasakannya, mulai mengerang dan merintih panjang-pendek mengikuti dengusan nafas pemuda yang sedang menggumulinya dengan hebat smpai akhirnya keduanya mengejang hebat pada puncaknya.
Tidak tahu berapa lama adegan ini berlangsung berulang-ulang. Tidak tahu berapa kali adegan puncak ini terjadi,tiga hari berlalu dengan lambat tapi pasti. Saat Hong Sin sadar dari tidurnya pada hari berikutnya, tubuh molek yang di gelutinya selama hamper tiga hari itu sudah tidak ada lagi di sampingnya, sementara di samping kepalanya di gantikan oleh seperangkat pakaian putih yang masih baru.
Dia menyambar seperangkat pakaian tersebut yang sangat cocok sekali dengan perawakannya yang gagah dan memakainya. Saat itu juga matanya menangkap goresan huruf-huruh yang kecil dan indah di bawah pakaian, berbunyi:
“Sin-Koko, aku sungguh bahagia bisa mencintaimu,
namun kita belum boleh bersama karena banyak tugas yang menanti,
jagalah dirimu baik-baik sampai kita bertemu lagi…”
Istrimu tercinta: Goat Hui Hwa
Hong Sin termenung memandangi tulisan itu, dia teringat kembali semua kejadian awal pertemuan mereka bahkan peristiwa hamper tiga hari ini. Masih terasa semua kenikmatan yang dia rasakan dari tubuh indah gadis cantik yang memikat itu. Anehnya, mereka telah menjadi suami istri, namun dia hanya sedikit saja mengetahui tentang gadis itu. Tiba-tiba dia tersentak kaget. Cepat tubuhnya berkelebat keluar gua. Sesampainya di luar cepat dia mengerahkan “Langkah Angin Menembus Langit” meloncat tinggi ke udara kemudian tubuhnya berputar sambil matanya di arahkan di kejauhan dengan ilmu Hud-Kiam-Gan (Mata Pedang Budha).
Saat tubuhnya melayang turun, segera dia berkelebat kearah selatan dengan sangat cepat. Hatinya belum yakin, namun dia tetap ingin membuktikan penglihatannya. Dia berharap dapat menemukan Hui Hwa di tempat itu. Beberapa saat kemudian tubuhnya berhenti di atas sebuah pohon rimbun yang tinggi. Sambil menatap ke bawah, bukan Hui Hwa yang di lihatnya melainkan seorang gadis lain yang amat cantik berpakaian serba biru sedang bertarung melawan tujuh orang pengawal Topeng Perak dan dua Topeng Emas yang sakti.
Sekilas dia mengamati pertempuran itu hatinya lega, meskipun gempuran kesembilan orang bertopeng itu sangat dahsyat, namun pertahanan gadis cantik itu juga tidak kalah hebatnya. Nampaknya tidak akan kalah dalam ratusan jurus kedepan. Diam-diam dia membandingkan: “Hmm, kepandaian gadis ini tak kalah dengan Hwa-moi…siapa dia?”
Sementara gadis cantik berpakaian biru itu berkelebat dengan amat cepat melayani semua serangan para penyerangnya, tangannya berubah-ubah warna menjadi tujuh warna yang silih berganti menempur lawannya. Hong Sin terkejut karena sepengetahuannya ilmu seperti itu adalah Cui-Beng Chit-Seng-Khi (Hawa Tujuh Bintang Pengejar Nyawa) yang amat sakti. Hatinya kagum bukan main.
Memang gadis itu, bukan lain adalah Seng Lin Hong, murid dari Ang-I-Giam-Sian (Dewa Neraka Berjubah Merah) Tek Kun yang merupakan salah satu dari Bulim Su-Sian yang amat terkenal.
Gadis itu bertempur dengan gagah dan tak kenal takut. Ratusan jurus kemudian pertempuran masih berjalan seimbng, tampaknya gadis itu juga sulit memperoleh kemenangan dengan mudah. Tiba-tiba terdengar bentakan-bentakan nyaring dari ke Sembilan pengurungnya, di lain saat tempat itu telah di penuhi dengan kabut asap beracun. Rupanya kesembilan lawannya itu telah melepaskan berbagai bom asap serta pukulan-pukulan yang mengandung racun yang dahsyat...
Bersambung....