Laman

Selasa, 16 April 2013

8. Duta Kemala dan Perak

Saat itu waktu memasuki kentongan keempat menjelang pagi. Hong Sin berdua tidak tidur semalaman. Hong Sin termangu menatap wajah cantik di depannya ini. Hatinya berdesir…sekarang setelah gadis itu mengganti pakaiannya dengan pakaian wanita, kemudian menyanggul rambutnya ke atas, ternyata gadis itu sangat cantik sekali.
Tubuhnya yang langsing dan padat berisi, wajah yang bulat telur. Bibirnya kecil, mungil berwarna kemerahan dengan sepasang lesung pipit di kanan-kiri. Hidung yang mancung dan mata yang bulat dengan alis mata lentik, sungguh menawan. Sementara dia terus termangu-mangu menatap sang gadis, entah sudah berapa lama, namun gadis itu tampak tidak peduli dengan keadaan di sekelilingnya, melainkan tetap memejamkan mata sambil tetap duduk bersamadi
Semalam mereka berkenalan, gadis itu mengaku bernama Goat Hui Hwa. Tidak banyak bicara, namun bibirnya selalu tersunging senyum yang menawan sehingga Hong Sin kerasan berdekatan dengan gadis itu.
Semalaman mereka berdua tidak tidur. Bagi orang biasa mungkin ini akan sangat merugikan kesehatan tubuh mereka, namun hal itu tidak berlaku bagi kedua muda-mudi yang berilmu tinggi ini.
Perlahan kemudian Hong Sin tersentak. Di antara desiran angin , riak aliran air sungai dan bunyi binatang-binatang malam, telinganya yang terlatih menangkap gesekan angin yang aneh dan sebat. Arahnya masih limapuluh li dari tempat itu. Perlahan dia memiringkan telinganya sedikit.
“Hemm, kita kedatangan tamu!” Perkataannya singkat saja, seperti berbisik. Namun itu cukup berpengaruh. Goat Hui Hwa perlahan membuka matanya dan terus memandang kearah selatan dengan tajam menembus kegelapan.
Tiba-tiba dari kegelapan tersebut berjalan keluar delapan orang berpakaian hitam dan bertopeng hitam. Langkah mereka ringan, tanda memiliki ilmu meringankan tubuh (gin-kang) yang tinggi. Tanpa banyak bicara, kedelapan orang itu langsung mengurung mereka berdua dengan senjata terhunus.
Hong Sin mengerutkan keningnya. “Siapa kalian? Apa maksud kalian mengurung kami?”
“Heheh, kami menjalankan perintah untuk membinasakanmu dan mengundang gadis itu” Salah seorang dari antara mereka menjawab sambil menuding kearah Goat Hui Hwa.
“Siapa yang memerintahkan kalian?” Hong Sin kembali berseru dingin. Matanya berkilat.
“Kau tidak perlu tahu, segeralah menghadap giam-lo-ong untuk bertanya padanya…” orang itu kembali berkata sinis sambil tangannya bergerak kedepan. Saat itu juga sebuah gaman kecil yang diikatkan rantai panjang di lontarkan kedepan . Saking cepatnya gaman tampak berubah menjadi sembilan jalur sinar hitam yang berkeredapan tanpa kenal ampun mengarah ke bagian-bagian tubuh mematikan di tubuh Hong Sin.
Hong Sin mendengus dingin saat melihat senjata ini, mendadak dia teringat sesuatu. “Huuhh…agaknya hajaranku tempo hari masih tak membuatmu kapok… baik, sekarang aku takkan berbelas kasihan lagi…” Tubuhnya tetap tak bergerak di tempatnya. Saat ke sembilan serangan itu hampir mengenai tubuhnya, perlahan kipas lempit di tangan kirinya menyapu membentuk lingkaran di depan dada. Serangkum angin yang padat menebar di sekeliling tubuhnya sehingga ke sembilan serangan itu tertahan di tengah jalan. Belum habir rasa terkejut orang itu, tubuh Hong Sin lenyap dari depan matanya.
“Awass di bel…aaaaaaaakhh” .Selagi orang itu kebingungan tak menemukan lawannya, tiba-tiba dia mendengar suara kawannya yang memperingatkan dari samping. Namun terlambat. Baru saja dia hendak membalikkan tubuh, matanya terbelalak ketika melihat senjatanya yang tadi di pakai untuk menyerang lawan keluar dari dadanya sampai setengah. Sambil terbeliak tak percaya, orang itu meregang nyawa tanpa bersuara.
Semua orang yang ada ternganga tak percaya. Mereka mengetahui kehebatan kawan mereka itu, salah satu dari “Sepasang Tengkorak Beracun”, memiliki ilmu yang sangat hebat, tapi binasa tidak sampai setengah jurus.
Hong Sin sudah kembali ketempatnya, dan sambil tersenyum dingin dia berkata: “Kalian bukan lawanku…kembalilah kepada pemimpin kalian dan suruh dia sendiri yang menemuiku…”
“Bangsaaaat….! Seraaang!...” Salah satu dari orang-orang berpakaian hitam yang tinggal tujuh orang itu membentak nyaring sambil menerjang maju dengan gerakan teratur diikuti keenam rekan lainnya. Berbagai senjata serentak dengan kecepatan penuh silih berganti menghantam kearah Hong Sin.
Sekali pandang Hong Sin paham bahwa mereka sedang bergerak dalam formasi Pat-Kwa-tin yang di gabung dengan Jit-coan-tin sehingga cukup dahsyat. Namun inilah kesalahan fatal yang di lakukan oleh orang-orang berpakaian hitam ini. Kalau mereka bertemu dengan lawan lain, mungkin saja barisan ini mempunyai dampak yang hebat, tapi yang mereka hadapi sekarang adalah gembong barisan zaman ini.
Pemuda ini tertawa saja, saat itu kakinya melangkah dengan ilmu Hun-Khai Kian-Kun-Tin (Ilmu Barisan Membuka & Menutup). Dalam sekejap orang-orang itu kehilangan lawannya. Sebelum mereka sadar apa yang terjadi, terdengar pekin mengerikan keluar dari mulut mereka. Satu per satu ke tujuh orang itu terlempar dan jatuh semaput tanpa dapat bangun lagi.
Goat Hui Hwa yang melihat hal tersebut sangat terkejut dan kagum, namun dia menyembunyikan kekagumannya cemberut bibirnya dan pandangan masam sambil berkata: “Huh, aku mati-matian menolongmu, ternyata kau memiliki kepandaian berpuluh kali lipat dariku…
Hong Sin melengak, sekejap dia menatap wajah gadis itu. Diam-diam matanya terpesona akan kecantikan gadis tersebut. “Maaf nona Goat, aku sungguh tak bermaksud membohongimu…Aku hanya…”
“Tak perlu kau lanjutkan. Aku tahu kau tak bermaksud membohongiku, sebenarnya aku saja yang sok-sokkan, terlalu khawatir dan mengira orang memerlukan bantuan sehingga keburu bertindak…!”
“Aku…aku tidak bermaksud begitu, Hong Sin sangat berterima kasih atas bantuan nona…!” Hong Sin gelagapan melihat nona itu cemberut dan nampak sedih sehingga kata-katanya tak di teruskan.
Goat Hui Hwa menatap kearahnya sambil tersenyum: “Sudahlah, tak usah di masukkan di hati, sekarang apa rencanamu? Apa kau mempunyai maksud tertentu di kota ini?”
Hong Sin terhenyak sejenak. “Nona Goat, tampaknya orang yang menyuruh kedelapan manusia ini sangat menginginkanmu, apakah engkau mengetahui siapa dia?”
Gadis itu tidak menjawab. Tangannya bergerak kearah mayat-mayat tersebut dan sekejap saja kerudung yang mereka kenakan hancur. Tampak wajah-wajah mereka terasa asing. “Hemm…aku tidak kenal mereka, juga tidak tahu siapa yang menyuruh mereka, tapi tampaknya mereka bukan orang sembarangan…”
“Benar, aku mengenal dua dari mereka yang merupakan tokoh sesat penguasa daerah kwi-tang berjuluk “Sepasang Tengkorak Beracun”…tampaknya orang yang menggerakkan tokoh-tokoh hitam ini bukan sembarang manusia…” Suaranya terakhir ini lebih pelan, tampak seperti mengguman. Setelah itu dia tersenyum kemudian bertanya: “Sekarang nona Goat hendak kemanakah?...”
Goat Hui Hwa tidak menjawab pertanyaan tersebut sesaat lamanya. Saat dia melirik kearah Hong Sin, pemuda itupun sedang menatapnya dengan mesra. Otomatis wajahnya jadi merah karena jengah di pandangi sedemikian. Tiba-tiba dia membalikkan tubuh, di lain saat bayangannya lenyap dari situ, hanya tertinggal suaranya: ‘Sampai jumpa lagi…tampaknya kita harus berpisah di sini, aku sedang mencari Seng-ciciku, Selama dalam pencarian ini aku juga akan berhati-hati dan memasang mata menyelidiki kasus ini.”
Hong Sin menarik nafas panjang, hatinya rasa hampa. Entah kenapa, perpisahan dengan gadis yang baru di kenalnya itu membuat semangatnya lenyap entah kemana. Perlahan tubuhnya berkelebat meninggalkan tempat itu.
Sesaat setelah tubuh keduanya lenyap, tiba-tiba berkelebat sebuah bayangan biru bagaikan hantu cepatnya berhenti di samping ke delapan mayat tersebut sambil memandang tajam kearah lenyapnya Hong Sin dan Goat Hui Hwa.. Di lihat dari perawakannya, tampaknya seorang wanita. Namun wajah itu memakai sebuah topeng kemala yang menutupi seluruh wajahnya.
Sesaat kemudian sebuah bayangan lainnya tak kalah sebat tiba-tiba telah berada di samping kanan si Topeng Kemala tersebut. Penampilan orang kedua ini tidak jauh beda. Dia memakai jubah biru, namun seluruh rambutnya berwarna putih semua dan mengenakan topeng Perak. Tampaknya dia seorang yang sudah cukup tua.
Dengan suara lirih, Si Topeng Kemala bertanya kepada si topeng Perak: “Hemmm…bagaimana? Apakah kau punya cukup keyakinan untuk memenangkan pemuda itu?...”
“Dari sorot matanya, aku yakin dia bukan manusia sembarangan…pancaran tenaganya menunjukkan kalau dia tak asing dengan beracun, bahkan dia bisa memecahkan rahasia barisan tadi hanya dalam sekali lihat, ini sungguh luar biasa. Mungkin dia setanding dengan Duta Topeng Emas. Jika tidak di tutupi oleh kedelapan manusia tak berguna ini, jejak kitapun pasti sudah konangan dari tadi, tampaknya kita harus bergerak lebih awal, jangan sampai usaha kita tercium olehnya…”
“Apakah kau takut dengannya?” Kata Si Topeng Kemala dengan dingin.
“Huh, siapa menang siapa kalah masih terlalu pagi untuk mengeluarkan kata takut. Hanya saja kita perlu waspada jangan sampai hal yang kecil ini mengacaukan pekerjaan besar. Ku yakin kaupun takkan lepas dari tanggung jawab bila ada sedikit saja kegagalan dari rencana Majikan!” Si Topeng Perak berkata tak kalah ketusnya.
“Baiklah, kalau begitu aku akan menangani masalah ini…” Kata si Topeng Kemala.
“Tidak biar aku dan dua duta Topeng Perak lainnya yang menangani sendiri operasi kali ini, engkau tidak usah terlibat. Lebih baik kau bersiap untuk mulai menjalankan rencana B saja!” Si Topeng Perak memotong dengan cepat, kemudian membalikkan tubuh dan berkelebat lenyap dari tempat itu. Gadis bertopeng kemala itu menarik nafas panjang sejenak kemudian diapun berkelebat lenyap dari situ, mengarah ke jurusan Hong Sin.
***
Kelenteng sederhana di luar kota Su Chuan itu terletak agak terpencil. Tampaknya sudah lama di tinggalkan oleh pemiliknya. Sesosok tubuh berjubah hitam tampak berdiri di depan altar Budha yang besar. Agak lama dia berdiam diri, sepeminuman teh kemudian berkelebat seorang pria berusia empat puluhan, berlengan kiri bunting yang langsung berdiri diam di belakang tubuh berjubah hitam tersebut. Pria ini mengenakan caping lebar sehingga menutupi wajahnya. Di punggungnya tersoreng sebatang pedang hitam panjang.
“Bagaimana perkembangan penyelidikan paman sejauh ini?...” Sahut pemuda tersebut tenang.
“Sin-ji (anak Sin), dari informasi yang kami dapatkan, organisasi rahasia ini memiliki tiga markas besar. Salah satunya yang bisa kami lacak adalah yang di Se Chuan ini. Hebatnya lagi, bahwa dua dari lima partai sesat yang merejalela saat ini, berada di bawah kendali dari markas yang di Se Chuan ini, yaitu Hian-beng-kau dan Hek-Sat-kau dan tampaknya mereka menggunakan kelenteng Kwan-Kong-bio sebagai kedok. Dalam dua-tiga hari ini mereka sedang merencanakan suatu pergerakan yang rahasia, itu sebabnya kekuatan kedua partai tersebut di pusatkan di kota ini” Sahut pria itu kepada pemuda berpakaian hitam yang tak lain adalah Hong Sin. Tak salah lagi, pria tersebut pastilah Kwi-Beng Hek-Kong-Kiam (Pedang bersinar Hitam Pengejar Iblis) Kwie Chun.
“Bagaimana dengan kedua pemuda yang bernama Talibu Cin dan Gan-kongcu tersebut? Ilmu kepandaian mereka hebat?...”
“Hemm…Talibu Cin masih penuh rahasia, hanya saja dia baru beberapa bulan ini turun gunung. Sedangkan pemuda yang bernama Gan-kongcu tersebut ternyata seorang pemuda yang sangat ambisius. Namun paman berani memastikan bahwa dia adalah Mo-kongcu sebenarnya, sembilan puluh sembilan persen pasti benar…saat ini dia sedang mengurung diri di satu tempat rahasia untuk memperdalam ilmunya yang di sebut Ngo-Kwi-Tok Sin-Khi (Hawa Sakti Lima Racun Iblis).”
Hong Sin membalikkan tubuhnya menatap Kwie cun. Alis matanya sedikit menyipit. Agaknya dia sedang memikirkan sesuatu masalah yang pelik sekali, namun enggan di keluarkan. Kwie Cun yang melihat akan hal ini segera maklum akan sesuatu, perlahan dia tersenyum kemudian berkata:
“Ehem, apa keberadaan gadis itu merisaukan hatimu?”
Hong Sin mengangkat kepalanya memandang Kwie Cun sambil tertawa: “Hahaha, ternyata hal sekecil itupun tak bisa mengelabuhi paman, harap paman memasang mata menyelidiki keberadaannya di tengah jalan. Baiklah, aku harus melakukan sesuatu, tiga hari lagi kita bertemu di tempat ini?” Kwie Cun mengiyakan kemudian berlalu dengan cepat dari tempat itu.
Hong Sin mengenakan caping bambunya kemudian tubuhnya berkelebat cepat menuju kota Su Chuan. Dalam waktu yang singkat dia telah tiba di tengah kota yang ramai tanpa di ketahui siapapun. Segera dia singgah di sebuah rumah penginapan kemudian masuk ke dalam kamar.
Tak lama kemudian dia telah menyusup keluar dari jendela. Kali ini dandanannya sudah berubah lagi. Dia mengenakan pakaian seperti buruh kasar yang akan pergi bekerja. Setelah melompati tembok yang tinggi, dia tiba di sebuat warung mie yang sederhana. Sekilas pikiran terbersit di kepalanya. Sambil tersenyum, dengan langkah tenang dia berjalan menuju warung tersebut.
Setibanya di warung itu, dia memesan semangkok mie. Tidak begitu banyak orang di warung tersebut. Yang makan di situpun bukanlah orang-orang yang kaya. Melainkan hanyalah orang-orang kasar yang pas-pasan.
Tak lama kemudian pelayan membawa semangkok mie di yang masih mengepulkan asap panas di hadapannya. Setelah mencium sejenak, Hong Sin tertawa dan berkata: “Waahh, mie enek dan lezat…” Setelah itu dia makan dengan lahapnya. Beberapa saat kemudian, sumpit di tangan Hong Sin terlepas, kepalanya tengkurap di atas meja, di lain saat terdengar suara mendengkurnya yang nyenyak.
Saat itu tak menunggu lama pelayan yang membawa mie tadi telah berada di dekat tubuh pemuda itu kemudian melancarkan tigabelas totokan di seluruh tubuh Hong Sin. Dengan wajah tersenyum dia memanggulnya ke dalam rumah.
Dia berjalan terus sampai di ruangan dapur. Beberapa orang menyambut kedatangannya dengan tertawa-tawa. Salah seorang diantaranya berseru: “Hah, tak ku kira semudah ini menangkapnya…Duta Topeng Perak pasti senang sekali”
Pelayan itu terus memanggul Hong Sin, kemudian dia mendekati salah satu sudut tembok di dapur dekat perapian, lalu menekan salah satu sudutnya. Terlihatlah sebuah pintu rahasia yang terbuka dengan tangga menuju ke bawah tanah. Perlahan pelayan itu melangkahkan kakinya sampai di undakan ke tujuh, tiba-tiba pintu di belakangnya tertutup dengan sendirinya.
Ruangan itu jadi gelap gulita. Namun pelayan itu tetap berjalan seolah-olah memiliki mata yang terang saja. Tak lama kemudian sampailah dia di sebuah ruang batu. Tampak sebuah tempat tidur di sana. Baru saja dia meletakkan tubuh Hong Sin, tiba-tiba terdengar seruan dingin di belakangnya: “Ah Liok…apa yang kau bawa?”
Pelayan yang di panggil Ah Liok membalikkan badan dan melihat seorang nenek bungkuk bertongkat hitam besar sedang memandang dengan wajah kereng kepadanya. Dengan cepat dia membungkuk dan berkata dengan suara bangga: “Hormat Liu-congkoan, orang ini di cari-cari oleh Duta Topeng Perak, dan hamba telah berhasil meracuninya dengan bubuk racun pelemas, harap Lui-congkoan melaporkan ini kepada duta Topeng Perak.
“Heheh…benarkah kau berhasil meracuninya?...biar ku periksa…” orang yang di panggil Liu-congkoan itu melangkah maju ke dekat Hong Sin untuk memeriksanya…tapi baru saja dia melangkah maju ke tepi pembaringan, matanya terbeliak…dengan gusar dia membentak: “Ah Liok…apa kau mau mempermainkanku?...”
Ah Liok kaget dan segera mengangkat kepalanya memendang ke pembaringan yang telah kosong, saat itu juga matanya terbelalak kaget: “Liu-congkoan, ini…ini…bagaimana mungkin?...” Namun sangat di sayangkan, belum lagi perkataannya habis nyawanya sudah amblas meninggalkan tubuhnya terkena hajaran tongkat Liu-congkoan. Sambil memaki panjang-pendek, Liu-congkoan kemudian berlalu dari kamar tersebut.
Sesaat kemudian, sesosok tubuh melayang turun dari atas dan menapak di lantai kamar tanpa suara sedikitpun. Sosok itu ternyata adalah Hong Sin adanya. Dengan tersenyum sinis, pemuda itu memandang sekeliling kemudian melangkah perlahan keluar dari ruangan tersebut dan membayangi Liu-congkoan yang memaki kalang kabut tanpa menyadari kalau ada orang yang mengikutinya.
Ketika sampai di sebuah dinding, Liu-congkoan menekan sebuah tombol sehingga dinding tersebut bergeser membuka…perlahan dia melompat masuk. Namun saat itu gerekannya terhenti di depan pintu, tubuhnya bergetar kaget, di depannya tampak dua bayangan tubuh. Keduanya menatap dengan sorot mata tajam dan buas dan serasa ingin menelannya. Agaknya congkoan ini belum menyadari akan kesalahan fatal yang telah di buatnya.
Tiba-tiba di sekeliling tempat itu tampak hawa beracun yang amat pekat mencapai dua tombak lebih. Liu-congkoan terkejut, segera menjatuhkan diri berlutut…”hormat duta Topeng Perak, hamba terima salah…” Dia hendak maju memegang kaki salah satu diantaranya, tiba-tiba si Topeng Perak yang berada di sebelah kiri membentaknya: “Minggir kau…!” Tangannya mengibas, dan tubuh Liu-congkoan terlempar ke pinggir dan semaput. Saat itu terdengar suara dingin menggema dalam ruangan itu:
“Heheh…kalau kau marah, toh tak haru mengumbar kejengkelan seperti itu di depanku…sungguh memuakkan perutku saja…” Suara itu kalem dan datar, sementara sepsang mata yang menyorot tajam kehijau-hijauan menatap kedua lawan di depannya…tampaknya pertarungan dahsyat tak dapat di hindari lagi.
Bersambung…