Laman

Minggu, 14 April 2013

5. Panggung Penghukum Dewa

Tubuh Sim Sian Li atau Rara Ayu yang telanjang tanpa pakaian melayang ringan bagaikan kapas ke tanah. Sesaat sebelum tubuh itu menyentuh tanah, sepotong jubah yang lebar telah menyambar dan menggulung tubuh yang indah berkilat itu, kemudian sepasang tangan yang kekar telah menadahnya dan memeluknya dengan erat.
“Li-moi, bertahanlah…!” Suara Sian Lee setengah berbisik di telinga gadis itu. Sejenak dia memeriksa tubuh gadis itu kemudian menarik nafas panjang. Kemudian matanya di alihkan kearah ke empat gadis yang terkapar tak berdaya di depannya.
Perlahan dia mendekati mereka kemudian memasukkan pil obat ke dalam mulut mereka. Setelah itu tubuhnya bergerak pergi dari tempat itu. Khong Bhok Hwesio yang tadinya terluka dan baru selesai bermeditasi menyembuhkan luka dalamnya, segera berdiri dan berseru:
“Sicu, gunakanlah Dipan Pualam Dingin yang ada di goa larangan di belakang kuil kami untuk menyembuhkan Li-Lihiap yang terluka. Tempat itu adalah daerah terlarang bagi Siauw Lim Sie kami, namun karena sicu berdua telah berjasa mempertahankan keutuhan kuil kami, maka sicu boleh menggunakan Gua Pualam dingin tersebut untuk mengobati…”
Sian Lee termenung sejenak. “Terima kasih paderi Agung, tolong tunjukkan jalannya?” Pemuda itu mempersilahkan. Saat akan berlalu dari tempat itu, sekilas dia melirik keempat gadis yang masih pingsan tadi. “Tolong rawat mereka dan bebaskan saja. Ilmu mereka telah musnah sebagian, jadi tidak perlu di khawatirkan.”
Khong Bhok Hwesio mengangguk dan memerintahkan murid-muridnya untuk mengurusi. Kemudian diapun berlalu dari situ dan mengantar kedua tamunya. Sian Lee memasuki gua Pualam dingin tersebut dan membaringkan Sim Sian Li di atasnya dipan Pualam dingin. Sementara Khong Bhok Hwesio hanya tinggal di luar saja.
Setelah mengambil posisi yang sesuai, sesaat kemudian dia sudah duduk di sisi si gadis, tanganya menempel di pusar dan di ubun-ubun dari si gadis dan mulai mengerahkan tenaga dalamnya untuk menyembuhkan. Entah sudah berapa lama dia mengerahkan tenaga tiba-tiba dia merasakan perasaan yang aneh. Tenaganya tidak bisa di tarik lagi dari tubuh gadis tersebut. Merasakan keanehan ini, hatinya tidak tenang dan tenaganya mulai kacau. Saat itulah terdengar bisikan lirih dari Sim Sian Li:
“Lee-ko, tenangkan pikiranmu…tenagaku sedang berputar dan menyatu dengan tenagamu, aku sudah mengerti rahasianya, aku merasakan suatu kekuatan yang amat dahsyat, sepertinya perpaduan tenaga Batara Naga Mas-ku, Ajian Cakra Pancasona, Telapak Begawan Pamungkas dan Darah yang telah kau miliki telah saling melebur dengan Ilmu Delapan Dewa milikmu. Sebenarnya aku telah sembuh dari tadi, hanya jika kau menarik tenagamu, maka kaulah yang akan di rugikan karena kau akan kehilangan semua tenagamu. Ikutilah rapalan Ajian Bataracaya Sakti ini dan kita latih bersama….”
Demikianlah Sim Sian Li atau Rara Ayu memberi petunjuk yang dia ingat pernah di bacakan oleh gurunya. Hanya saja dulu belum mampu untuk di latihnya. Namun sekarang peningkatan terhadap ilmu tersebut telah menjadi mungkin dengan penemuan yang tak terduga ini.
Sian Lee pun menurut saja, tak lama kemudian tubuh mereka berdua mulai memancarkan sinar terang werna-warni. Dalam sekejab seluruh pakaian yang mereka kenakan telah hancur. Dengan mata tertutup kedua muda-mudi ini merasakan tubuh mereka terangkat dan bergerak berputaran di udara dan di bungkus oleh sinar warna-warni tersebut, kemudian tangan Sian Lee terlepas dari tubuh Sim Sian Li mengikuti tubuh mereka yang turun perlahan di tanah.
Perlahan mereka membuka mata dan saling memandang. Saat itulah Sim Sian Li menjerit tertahan sambil memalingkan wajah ke kanan.
“Eh, Li-Moi ada apakah? Apa lukamu belum semb…semb...” Tanpa terasa Sian Lee mengeluarkan pertanyaan itu, namun belum habis pertanyaannya tiba-tiba di rasakannya pertanyaannya itu sangatlah konyol bila di lihat keadaan mereka berdua. Mulutnya hanya melongo tak dapat melanjutkan kara-katanya…sementara matanya menatap terpesona tubuh gadis yang polos bagaikan pualam di hadapannya itu.
Agaknya si gadis dengan cepat menyadari akan hal ini, segera dia menjerit lagi dan membalikkan tubuhnya. Namun gerakan apapun itu tetap tak bisa menyembunyikan bentuk tubuhnya yang indah itu dari belakang sekalipun. Mereka terdiam sejenak.
“Li-moi…akhhh…maafkan aku, aku tak bermaksud berbuat kurang ajar padamu!” Sian Lee membalikkan tubuhnya membelakangi pemandangan yang indah itu. “…biar ku carikan pakaian untuk kita…” Segera dia berlalu dari gua itu. Karena pikirannya khusuk, tanpa terasa dia justru berjalan cukup lama ke bagian dalam dari gua yang gelap itu.
Agak lama dia berjalan sampai mulut goa itu semakin menyempit hingga dia harus merangkak dan akhirnya keluar di ruangan lain yang lebih besar dan terang. Di dinding sebelah depannya tertulis huruf-huruf yang gagah dan indah: “Ruang Samadhi Tat-Mo Cousu”
Matanya tertegun, ruangan itu sangat luas. Setelah dia mengamati ternyata tidak ada satu bendapun di situ, namun setelah di perhatikan lebih teliti di seluruh ruangan maka tampaklah di seluruh dinding ruangan itu tujuh puluh dua ukiran-ukiran gambar serta tulisan kecil orang-orang bersilat dengan berbagai jurus yang dahsyat.
Sian Lee tertegun sejenak, saat matanya yang tajam memperhatikan dengan teliti tulisan dan gambar itu satu persatu, dia teringat semua jurus-jurus yang di latih bersama dengan gurunya serta kakek aneh Penunggang jagat.
Sekali lihat saja dia telah mengerti dengan baik sehingga tanpa terasa tubuhnya bergerak perlahan mengikuti semua gerakan teresebut makin lama makin cepat di ikuti tenaga Ajian Bataracaya Sakti di dalam tubuhnya yang baru saja di latih bersama dengan Sim Sian Li tadi memancar keluar dan bergerak bergolak dengan cepat dan secara otomatis bergerak mengikuti setiap gerakan yang di lihat dengan mata kepalanya. Tenaganya bergerak selaras dan bersambungan bagai air bah mengalir sehingga menggetarkan ruangan tersebut.
Empat jam lebih Sian Lee bergerak tanpa henti, tanpa dia sadari tenaga saktinya mulai menemukan bentuk dan penyaluran yang amat dahsyat sampai ke taraf kesempurnaan yang dia sendiri tak akan percaya. Bahkan semua ilmu-ilmu yang pernah dia miliki telah terbentuk dalam suatu penggabungan yang lebih sempurna sehingga dapat di gunakan atau saling bertukar sekehendak hatinya tanpa halangan.
Tanpa di sadarinya dia telah melatih seluruh intisari dari 72 ilmu rahasia dari Siauw-Lim-Sie yang ratusan tahun ini tidak seorangpun dapat melatihnya, meskipun telah berubah dalam bentuk yang sedikit berbeda karena bercampur dengan ilmu-ilmu asing dari negeri JawaDwipa. Meski ciangbunjin saat itu Khong Bhok Hwesio sekalipun di usia tuanya hanya dapat menguasai dua belas ilmu saja dari tujuh puluh dua ilmu tersebut.
Gua Pualam Dingin adalah goa yang sangat terlarang bagi para murid Siauw-Lim-Sie, meski ketuanya sekalipun hanya sekali saja boleh memasuki daerah itu. Sementara 72 ilmu itu dahulu telah di tulis dan di simpan dalam ruang penyimpanan kitab kuil tersebut, namun tak seorangpun yang menyangka bahwa di dinding, jauh di belakang goa Pualam Dingin ada tertulis akan semua ilmu tersebut.
Sejenak kemudian dia berhenti dan menarik nafas panjang, tubuhnya menjadi sangat ringan sekali, bahkan dapat melayang di ataas tanah. karena ingin cepat-cepat memberitahukan penemuan baru ini kepada Rara Ayu, segera dia berlutut Sembilan kali kemudian berlalu dari ruangan tersebut.
Namun saat dia kembali ke ruangan tempat Dipan Pualam Dingin, dia hanya menemukan seperangkat pakaian hwesio di sana namun dia tidak menemukan Sim sian Li. Cepat dia mengenakan pakaian itu sambil tersenyum-senyum kemudian melangkah keluar dari goa Pualam Dingin tersebut pikirnya, mungkin gadis itu menunggunya di luar.
Sesampainya di luar keadaan sepi. Tidak di temuinya satu orangpun di situ, maka segera dia menuju ke paseban agung dari kuil itu untuk menemui Khong Bhok Hwesio yang sedang bersemedhi. Khong Bhok Hwesio membuka matanya dan memandang Sian Lee dengan tajam.
“Omitohud, sicu sudah keluar, bagaimana dengan Li-lihiap, apakah luka dalamnya sudah sembuh sepenuhnya?...”
“Salam paderi agung, cahye berterima kasih atas kebaikan hati losuhu mengijinkan kami melakukan pengobatan di Goa Pualam Dingin…dia sudah sembuh sama sekali, hanya saja tadi dia lebih dahulu keluar dari goa tersebut, tidak tahu apakah ada murid-murid kuil ini ada yang melihatnya keluar atau tidak?...” Sambil menghormat, Sian Lee balas bertanya.
“Omitohud, pinceng akan menanyakannya…” Ssaat dia memberi tanda kepada sutenya untuk mengecek. Beberapa saat kemudian hwesio tersebut telah kembali lagi sambil membawa sepotong batu pipih dan menyerahkannya pada khong Bhok Hwesio. Tampaknya di atas batu pipih tersebut ada tulisan yang sengaja di tinggalkan seseorang.
Setelah membacanya Khong Bhok Hwesio lalu menyerahkannya pada Sian Lee yang segera membacanya, agaknya ini memang di tujukan kepadanya:
“Aku kembali ke Istana Atas Angin, jagalah diri baik-baik sampai kita bertemu lagi,”
Sian Lee termangu-mangu sampai lama. Khong Bhok Hwesio dan para sutenya memaklumi keadaannya sehingga hanya berdiam diri saja. Akhirnya pemuda itu mengangkat kepalanya dan menarik nafas panjang dengan wajah kecewa.
“Paderi agung, tanpa eengaja cahye sudah menerima kebaikan dari kuil Siauw-Lim-Sie ini, walaupun secara kebetulan, namun akupun tidak ingin menjadi orang yang serakah. Maka sebelum cahye meninggalkan tempat ini, cahye ingin membantu Paderi Agung dan yang lainnya untuk memungkinkan pada peningkatan ilmu yang lebih tinggi lagi…harap paderi agung tidak menganggap ini sebagai suatu kelancangan...”
Demikianlah Sian Lee kemudian membanti Paderi Agung dan ke lima sutenya untuk menyempurnakan ke ilmu-ilmu yang mereka telah miliki sebelumnya. Tentu saja tidak sedikit kemajuan yang mereka peroleh. Hanya dalam waktu lima hari itu saja, kepandaian Khong Bhok Hwesio berenam telah mengalami kemajuan sepuluh kali lipat daripada keadaan lima hari sebelumnya.
***
Di bawah pengaruh dari Khong Bhok Hwesio dan Thian in Kiam ong, maka di kibarkanlah “Hok-Mo-Enghiong-Khi” (Panji Orang Gagah Pembasmi Iblis), dengan harapan ini akan menjadi satu-satunya pertahanan terakhir dari kaum putih.
Namun sejak hancurnya Sian-Thian-San, dunia persilatan, telah di mulainya suatu babak baru dalam sejarah persilatan di Daratan Tengah ini, meski dengan adanya “Hok-Mo-Enghiong-Khi”pun tetap tak dapat berbuat banyak. Tujuh bulan berlalu dengan cepat. Bahkan sejak hancurnya beberapa partai besar, maka desas desus kekuatan, kekejaman dan ambisi untuk menguasai dunia dari orang-orang Jit-Cu-Kiong semakin menyebar ke seluruh Tionggoan. Rimba persilatan serasa mati. Tidak ada orang yang berani memunculkan diri lagi. Apalagi saat tersiar kabar munculnya seorang dedengkot sakti dari negri JawaDwipa yang menjadi pelindung di balik Jit-Cu-Kiong.
Yang paling menyedihkan ialah para ciangbunjin beberapa partai besar berhasil di tawan oleh begundal-begundal Jit-Cu-Kiong ini. Walaupun banyak tokoh-tokoh tua yang sudah lama mengasingkan diri akhirnya bermunculan untuk mengatasi ancaman ini, namun merekapun tidak dapat berbuat banyak karena kekuatan Jit-Cu-Kiong terlalu kuat dan merekapun hanyalah merupakan kumpulan-kumpulan kecil yang bergerak sendiri-sendiri.
Waktu itu telah genap tujuh bulan dunia persilatan terdiam. Kejahatan orang-orang Jit-Cu-Kiong kian merajalela. Banyak tawanan-tawanan jago-jago persilatan dari berbagai cabang yang di bunuh di atas “Panggung Penghukum Dewa” yang di dirikan oleh Po Tee Giok setengah bulan terakhir ini. Setiap dua hari ada saja satu orang jago aliran putih yang di sembelih dengan sadis di panggung tersebut. Total yang sudah mati hingga saat itu sudah lima belas orang.
Mayatnya tidak di kuburkan, melainkan hanya di buang saja di bawah panggung dan di biarkan membusuk sampai habis di makan burung gagak. Tuntutannya hanya satu, yaitu meminta orang-orang dari Sian Thian San untuk menyerahkan diri.
Matahari semakin tinggi menjelang tengah hari, sesosok bayangan pria berjubah hitam tiba-tiba telah berada di atas panggung tersebut. Di tangannya menyeret dua orang tua berpakaian lusuh. Salah satunya berpakaian tambal-tambalan yang bukan lain adalah Kiam-Lek-Cu (Si Pedang Petir) Ciang Wi Tosu yang merupakan ciangbunjin Go-Bie-Pai serta Liong-Tung Sin-Kai (Pengemis sakti tongkat Naga) Lok kai yang juga adalah ciangbunjin Kay Pang cabang selatan.
Tiba-tiba terdengar suara tawa dari pria tersebut. Tanpa berbicara apapun, kedua tangannya bergerak dan satu per satu mematahkan kedua lengan dua orang tawanan itu kemudian tangan tersebut di lemparkan kepada kawanan anjing buas yang di rantai di bawah panggung. Ini menimbulkan jeritan kesakitan yang amat memilukan. Bahkan pria itu dia mulai mencongkel mata ke dua orang itu dan melemparkannya kepada anjing-anjing tersebut. Semua ini di lakukan dengan sadis dan tidak mengenal perasaan.
“Wuuuuussssshh…Blammm”
Sementara dia melakukan hal itu, tiba-tiba pria berpakaian hitam tersebut melompat ke atas menghindari serangan pukulan berapi yang dahsyat. Namun dia kecele karena pukulan tersebut ternyata tidak di tujukan kepadanya. Melainkan kepada kedua tokoh yang sudah sekarat itu.
Dalam sekejab saja kedua tubuh itu hangus dan lenyap dari tempat itu. Sementara pria berpakaian hitam itu sudah tegak kembali di tempatnya tadi sambil memandang tajam kearah pendatang baru yang baru muncul. Terdengar suara yang perlahan dan halus seperti orang berdoa:
“Semoga locianpwe berdua memaafkan cahye. Cahye hanya bermaksut membebaskan ji-wie locianpwe agar tidak menderita lagi…”
“Siapa yang cari perkara dengan Hek-Jiu--Mo (Iblis Bertangan Hitam)..?” Pria berjubah hitam yang ternyata adalah tokoh sesat yang telah lama menghilang dari dunia persilatan itu membentak dengan suara dingin. Namun dia tertegun sejenak, karena di depannya telah berdiri seorang remaja tanggung yang memakai jubah merah dengan lengan yang tergulung sampai di sikut.
“Hem… Hek-Jiu--Mo (Iblis Bertangan Hitam), kalian mencari orang-orang Sian Thian San bukan? Sekarang sudah ada di depanmu, kau tunggu apa lagi?...” Remaja tanggung itu balas menatap pria tersebut dengan tatapan tajam.
“Hahaha, ku kira siapa? Tak tahunya hanya anak kemarin sore yang coba berlagak. Apakah Sian Thian San memang sudah kehilangan jagoannya sehingga mengajukan anak kecil ini? Sungguh memalukan…” Suaranya menggelegar, sengaja di perdengarkan ke angkasa.
Namun belum habis suaranya tiba-tiba:
“Jangan tekebur kau, belum tentu kau sanggup bertahan duapuluh jurus dengannya…!” Terdengar suara mendengus dingin di belakangnya. Cepat dia berpaling, ternyata di belakangnya sudah berdiri sekitar delapan orang yang berpakaian dan berkerudung hitam seperti kerucut. Cepat dia berlutut menyembah dengan hati gusar karena di sepelekan.
“Hehee, kau tidak percaya perkataanku bukan? Kalau begitu kuberi kesempatan padamu untuk menjajalnya…kalau kau menang barulah kau bunuh diri…” Kembali terdengar suara dingin itu menyahut.
Hek-Jiu--Mo (Iblis Bertangan Hitam), segera mengangkat mukanya dan membalikkan tubuh memandang remaja tanggung di depannya dengan sinar mata ganas. Tanpa banyak bicara lagi, mulutnya mengeluarkan pekik nyaring dan sudah menerjang dengan kecepatan kilat menyerang dengan dua pukulan dahsyat kearah lawannya itu.
“Huh, tak tahu diri…!”
Remaja tanggung itu mendengus sambil memandang dengan mata berkilat. Tubuhnya tetap diam di tempat, namun saat pukulan lawan hampir menyentuh tubuhnya, tiba-tiba bayangan tubuhnya berubah menjadi dua dalam pandangan Hek-Jiu--Mo (Iblis Bertangan Hitam).
Iblis ini terkejut dan berusaha menarik pukulannya, namun terlambat. Sebuah pukulan keras berhawa panas telak menghantam dadanya. Tubuhnya terlempar bagai layang-layang putus dengan dada hangus. Ternyata dia telah terkena salah satu jurus dari Hok Liong Hwee Sian ciang (Telapak Dewa Api Penakluk Naga).
Sebenarnya Hek-Jiu--Mo (Iblis Bertangan Hitam) bukanlah tokoh kacangan. Dia adalah salah satu dari Lima Siluman Bumi yang agaknya telah berhasil di taklukkan oleh pihak Jit-Cu-Kiong. Kepandaiannya bukan olah-olah hebatnya, namun dia terlalu memandang enteng lawan. Sementara remaja tanggung itu, tak lain adalah Beng Sian, yaitu murid terkasih dari Sian Lee.
Sejurus kemudian Beng Sian menyapu ke delapan orang yang telah hadir di tempat itu, kemudian mendengus.
“Hah…tak ku sangka hari ini bisa mendapat penyambutan yang se meriah ini darimu orang she Po? Tapi kau terlalu keji dengan mengadakan pembantaian ini…”
“Hehehe, Bocah setan, mengandalkan apa kau mau mengguruiku. Apa kau piker masih dapat lolos dari tempat ini dalam keadaan hidup?...” Suaranya pemuda itu yang tak lain adalah Po Tee Giok dingin dengan mata mencorong tajam memperhatikan Beng Sian dari balik kerudungnya.
“Hah, aku takkan datang kalau tak yakin akan kemampuanku. Sekarang katakan apa maumu?...” Tandas Beng Sian dengan suara tak kalah dinginnya.
“Hem, aku mau kepala Pat Sian dari Sian Thian San, kalau tidak aku akan bunuh semua tokoh-tokoh persilatan ini di atas panggung ini. Akan ku lihat bagaimanakah kalian dapat menyelamatkannya.”
‘Huaaahahahaha…kau pikir Pat Sian adalah anak kemarin sore…aku justru membawa pesan guruku untuk di sampaikan kepada kalian…”
“Siapa gurumu?...” terdengar suatu suara mendengus dari samping kiri Po Tee Giok. Ternyata adalah seorang tua berkerudung hitam yang tidak mau memperlihatkan wajahnya.
Melihat lagak orang berkerudung tersebut, timbul sifat angkuh dari Beng Sian “Heh, tidak ada urusanmu di sini anjing penjilat! Kalau kau bisa menangkan aku, aku akan memperhitungkan kau orang…”
“Baik, apa susahnya menangkapmu…!” Belum lagi kata-kata beng Sian habis di ucapkan, tubuh orang berkerudung hitam itu telah melesat dengan kecepatan bagai sambaran kilat. Jari-jari tangannya bagai capit baja menjepit ke tubuh Beng Sian.
‘Heh, jika aku dapat kau tangkap sedemikian mudahnya, maka aku akan menarik diri dari Tujuh Dewa Bumi Pelindung Sian Thian San…”
Beng Sian mendengus sambil tertawa hambar. Tak tampak sedikitpun kegugupan di wajahnya. Tanpa menggerakkan kakinya, tiba-tiba tubuhnya berubah menjadi tiga bayangan, dan lain kejab semua serangan itu telah di hindarinya dengan manis.
Hal itu tentu mengejutkan orang berkerudung tersebut. Tanpa berhenti tubuhnya berputar cepat dan mengirimkan delapan belas serangan dari atas yang menghadang semua gerak mundur dari Beng Sian. Tenaga yang di kerahkannyapun bukan olah-olah, bagaikan gugur gunung dahsyatnya.
Sesaat semua pukulan itu akan menghantam Beng Sian, tiba-tiba tubuhnya merendah dan berputar maju dengan cepat menyongsong pukulan-pukulan tersebut dari arah bawah. Jurus ke lima dari Hok Liong Hwee Sian ciang (Telapak Dewa Api Penakluk Naga) segera di lancarkan dengan pengerahan tenaga penuh.
“Dhuaaaaarrr….!” Delapan belas bayangan pukulan tersebut sirna, hanya tampak sepasang telapak tangan yang beradu dan menimbulkan ledakan yang dahsyar. Orang berkerudung itu terlempar ke belakang dan muntah darah sedangkan Beng Sian tergentak ke belakang setindak. Namun dia tak kurang suatu apapun.
“Iiihhh…” “Hebattt…” Terdengar seruan kaget bercampur dengan pujian. Sesungguhnya hampir tiada seorangpun yang percaya. Remaja itu paling-paling baru berapa tahun berlatih, tapi tenaga dalamnya ternyata sudah mampu mengungguli rekan mereka yang tak lain adalah Bu-Tek Thian-Mo (iblis Langit Tanpa Tanding), yaitu seorang dari antara Lima Iblis Langit yang sudah lama mengasingkan diri. Diam-diam mereka terkejut, baru salah satu dewa bumi pelindungnya saja sudah begini hebat, sampai di manakah kekuatan Sian Thian San yang sebenarnya? Kalau di pikir memang mereka sangat mudah menaklukkan Sian Thian San tempo hari di karenakan hampir semua jago-jagonya tidak berada di tempat. hanya enam dari Tujuh Dewa Pelindung Bumi saja yang menjaga tempat tersebut. Sedangkan Delapan Dewa waktu itu belum terbentuk.
Beng Sian masih tetap berdiri tegak, sedangkan di sudut sebelah kanan tampak seorang berkerudung yang lain yang memiliki tubuh berbau kuburan yang sedang memandang ke arahnya dengan sorotan mata yang tajam bagai sembilu.
Pelan-pelan orang ini berjalan ke arahnya. Saat itu juga Beng Sian merasakan tekanan yang amat kuat mengurungnya dari berbagai penjuru. Tahulah dia bahwa lawan kali ini tak boleh di pandang ringan. Paling tidak dia bisa mendeteksi bahwa tenaga orang ini masih di atas lawannya yang pertama dan kedua.
Kedua tangannya di buka ke samping dengan jari-jari menghadap ke bawah. Saat itu juga dia kerahkan tenaga Hok Liong Hwee Sian ciang–nya. Tekanan yang tadi menghimpitnya sirna dalam sekejap, berganti dengan hawa panas menyengat di sekeliling tubuhnya. Sementara matanya tajam mengawasi gerak-gerik kakek tersebut.
“Marilah layani lohu bermain-main sedikit…!” Seketika itu juga tangannya melakukan gerakan menotok aneh yang mengurung dari delapan penjuru. Semua totokannya mendatangkan perbawa tenaga tajam yang berlipat kali lebih kuat dari Bu-Tek Thian-Mo tadi. Beng Sian tidak pandang akan keanehan jurus-jurus tersebut, karena pengetahuannya telah di matangkan oleh Sian Lee akhir-akhir ini, namun dia hrus berhati-hati kedahsyatan tenaga dari totokan-totokan tersebut yang hampir dapat membobol perlindungan kekuatan khie-kang tubuhnya.
Namun di saat bersamaan pula tubuhnya bergerak cepat sambil mengempos seluruh kekuatannya. Tangannyapun melakukan gerakan-gerakan mengimbangi yang tak kalah anehnya dari serangan orang berkerudung tersebut, sehingga orang berkerudung itu jadi kheki di buatnya. Dalam waktu singkat terjadi pertukaran jurus sebanyak limapuluh jurus tanpa ada yang terdesak, kemudian tubuh mereka terpisah dengan cepat dalam jarak dua tombak.
Kemarahan dan gengsi yang memuncak sudah hampir sampai di ubun-ubun orang berkerudung tersebut. Tiba-tiba terdengar pekik menggelegarnya yang amat dahsyat. Tubuhnya melambung ke atas sambil melayangkan hujanan pukulan tajam yang amat dahsyat. Inilah pengerahan seluruh kekuatannya. Tampaknya dia bertekad untuk memperoleh kemenangan dalam sekali serang.
Beng Sian tak memberi angin lawannya ini. Sedetik itu juga ke dua kakinya terpantek di tanah sedalam setengah jengkal. Sementara tubuhnya dengan punggung merendah hampir menyentuh tanah di belakang dengan tubuh menghadap ke atas. Sementara tangannya tiba-tiba mengeluarkan api berwarna biru. Inilah pengerahan tertinggi dari Hok Liong Hwee Sian ciang.
Kehebatan dari jurus ini adalah terletak dari punggung yang merendah menempel di tanah. Karena saat itu dia menyerap tenaga “Im” dari tanah sehigga tenaganya berlipat ganda, dan tersalur dengan di bungkus oleh kekuatan hawa panasnya. Jadi seolah-olah Beng Sian memukul dengan hawa panas berapi, tapi kekuatan yang paling dahsyat terletak pada hawa dingin di balik pukulan berapi tersebut, karena hawa dingin ini tak dapat di tahan. Bahkan dapat menyusup dengan tenaga lawan dan menghancurkan pusat tenaga lawan sehingga lawan akan jadi lumpuh.
“Blaaammmmm…”
Terdengar ledakan yang dahsyat bagai gugur gunung, namun semua orang terkejut. Tubuh orang berkerudung itu terhuyung lima langkah dengan tubuh bergetar keras. Sedetik kemudian kembali dia memuntahkan darah kental…
“Hahahaha…adik kecil, kau hebat sekali…keberanianmu benar-benar menambah semangat lohu yang sudah puluhan tahun tidak bergebrak ini…mari…mari lohu temani engkau menyingkirkan tikus-tikus ini…”
Belum habis suara itu, di saat bersamaan muncul dua sosok bayangan dari arah yang berbeda. Sangat cepat sekali. Satu bayangan muncul di samping kanan sambil terbahak-bahak kesenangan. Sedangkan yang satu bayangan lagi berkelebat ke sebelah kiri Beng Sian dan menyapanya: “Adik Sian…minumlah ini dan sembuhkan lukamu dulu”.
Pendatang kedua ini tak lain adalah Hong Er Yong adanya. Sambil berdiri tegak menjaga di samping Beng Sian, dia memandang tajam kearah kakek aneh yang terkapar di tanah sambil memuntahkan darah tersebut.
Kemunculan bayangan ke dua sungguh tak di sangka oleh kakek yang baru datang ini, diam-diam dia tercengang dan berdecak kagum: “Eh nona cilik, umurmu hanya seukuran cucuku, namun kau hebat sekali, bisa datang tanpa sepengetahuan lohu….benar-benar ombak sungai tiangkang mendorong ombak di depannya…”
Er Yong hanya tersenyum saja: “Mohon tanya, siapakah nama cucu locianpwe…?”
“Hem…anak Bengal itu bernama Cui Im Yan…”
“Aakh…ternyata Cui Im Yan cici. Kalau begitu locianpwe adalah Mo Kauw Kauwcu Kian Kun Mo Cui Ho Meng?...’
“Eh, kau juga kenal budak cilik itu?” Jawab Kakek tersebut dengan bajah cerah.
“Dia ada bersama dengan kami, bahkan merupakan salah satu dari Delapan Dewa Sian Thian San…”
“Apa??? Dia juga Dewa dari Sian thian San…” Kakek itu bertanya penasaran, namun baru saja dia hendak melanjutkan tiba-tiba terdengar bentakan keras.
“Bangsat…Apa kalian kira tempat ini adalah tempat bernostalgia…?”
Saking gusarnya Cui Ho Meng memelototkan matanya kepada orang berkerudung yang mengeluarkan suara tersebut: “Penipu licik, murid durhaka, sampai ke liang kuburpun lohu takkan dapat melupakan baumu yang busuk itu…kebetulan kita bertemu di sini…”
Tubuh Po Tee Giok gemetar sesaat…kemudian tenang kembali. Dia terkejut bahwa orang tua ini masih dapat mengenalnya walau dia sudah mengenakan penutup wajah, namun kembali dia tenangkan diri karena percaya pada kemampuan orang-orang yang di bawanya.
“Hem, orang tua…kau tak usah gembar-gembor di sini, itu semua salahmu yang terlalu pelit membagi ilmu. Sekarang dengan kedudukanmu sebagai iblis dari mo-kauw kauwcu, siapakah yang akan kau bantu…?”
“Huh, banyak bacot, meskipun lohu Kian Kun Mo, tapi tak dapat lohu sejalan dengan pembokong dan pencuri licik sepertimu…” Bentak kakek tersebut sambil tubuhnya berkelebat menyerang dengan pukulan-pukulan dahsyat dari Kian Kun Sin Kang kearah Po Tee Giok.
Pemuda itu segera menghindar dengan sebat ke belakang. Sedangkan tempatnya kemudian di gantikan oleh dua orang berkerudung lain. Cui Ho Meng terkejut, dari pertemuan tenaga barusan, dia dapat menduga kalau kekuatan kedua lawan yang menghadangnya hanya setengah tingkat di bawahnya. Entah siapa mereka?
Saat itu tiba-tiba terdengar suitan nyaring dari arah timur. Tubuh Po Tee Giok tersenyum mendengarnya: “Hahaha…Selamat datang Guru!” Segera tubuhnya membungkuk kearah sumber suara tadi di ikuti yang lain. Cui Mo Heng yang merasa tidak di pedulikan jadi kheki bukan main dan membentak.
“Bangsat, jangan salahkan lohu yang tidak sopan…” Tenaga Kian-Kun Sin-Kangnya di kerahkan kemudian memukul kearah dua orang berkerudung yang tadi menghalanginya.
“Ddaaaarrrr!…Aaaaakh...!” Terdengar bunyi ledakan keras, namun bukan kedua orang berkerudung itu yang terlempar, melainkan Cui Mo Heng yang terlempar mundur dengan memuntahkan darah segar.
Entah bagaimana, tahu-tahu di tengah panggung itu telah berdiri seorang kakek asing yang berjubah hitam dan bersorban hitam.
Sementara itu Beng Sian membuka mata setelah memulihkan luka dalamnya, kemudian bertanya kepada Er Yong. “Yong-Cici, Siapakah orang tua ini?...”
“Entahlah…melihat gelagatnya, sepertinya kita bertemu lawan tangguh…” Er yong berbisik sambil terus menatap kakek itu yang juga sedang menatapnya.
“Hehehe…Tee Giok, apakah ini nona kecil yang kau katakan tidak mau takluk itu?…”
Cepat-cepat Po Tee Giok maju kemuka dan menjawab. ”Benar guru…mohon petunjuk?...”
“Baik, kau tangkaplah dia sekarang…aku mau lihat dia dapat berbuat apa...” Kata kakek itu tenang sambil menyeringai.
Po Tee Giok menganggukkan kepalanya sambil mendekati Er Yong. “Nona Yong, harap kau orang suka menyerah dan tunduk…”
“Huh, kau pemuda mesum yang tak tahu diri…rasakan pedangku…” Bentak Er Yong dingin. Pedangnya langsung berkelebat mencecar dengan sembilan belas tusukan kearah leher Po Tee Giok dengan jurus “10 Titisan Dewa Angin”. Sementara tangannya mengerahkan Ajian Cakra Bayu menghantam dengan gencar.
Po Tee Giok terkejut. Belasan jurus di muka dia hanya bisa menghindar dengan berat saja tanpa bisa balas melawan hingga perlahan dia mulai terdesak. Hatinya mulai panik. Tiba-tiba…
“Heh sungguh bodoh, hanya Sepuluh Titisan Dewa Angin” saja kau takutkan, lalu apa gunanya kau belajar jurus “Seribu Bianglala iblis”?...” Terdengar makian kakek itu. Segera Po Tee Giok tersadar
Saat itu juga dia memekik nyaring dan mengerahkan Kian-Kun-Mo Kang yang andalan ketua Mo-kauw untuk menangkis pukulan gadis itu. Sedangkan pedangnya sudah di loloskan dan bergerak dengan ilmu ”Seribu Bianglala iblis” ajaran kakek asing itu untuk menggentak mundur lawan. Sebenarnya ilmu tersebut baru saja di pelajarinya, khawatir mempermalukan gurunya, maka tak berani dia menggunakannya. Kini mendengar ucapan kakek itu segera dia tertawa.
Kali ini Er Yong tidak dapat berbuat banyak…keadaan mereka jadi sama kuat…bahkan dengan beberapa petujuk dari kakek itu, pada jurus-jurus selanjutnya gadis itu mulai berbalik terdesak hebat.
“Hahaha…nona Yong…menyerahlah…!” Sahut pemuda itu dengan suara bangga.
Saat-saat menggenaskan itu, tiba-tiba Er Yong memejamkan matanya. Gerakan kaki tangannya berubah, lebih sederhana, tidak ada keanehan di dalamnya, namun semua yang melihat terkejut. Semua serangan dan desakan Po Tee Giok kandas di tengah jalan. Dari mendesak kini malah kembali terdesak. Tak ada yang mengerti mengapa bisa demikian.
“MINGGIR…” Tiba-tiba terdengar bentakan kakek itu. Saat itu juga tubuh Po Tee Giok tergeser ke pinggir panggung.
“Istirahatlah Yong-moi…kakek ini bagianku…!” Terdengar suara halus di telinga Er Yong yang segera tersenyum dan mundur ke tepi panggung. Tiba-tiba di hadapan kakek itu, entah bagaimana, tak seorangpun yang melihat telah berdiri seorang pemuda tampan berpakaian putih dengan rompi kulit harimau putih. Pemuda itu tak lain adalah Sian Lee adanya
Kedua orang itu, satu tua dan satu muda saling berhadapan. Pancaran tenaga yang amat kuat saling bentrok hingga seluas limabelas tombak. Melihat kekuatan tenaga orang, diam-diam pemuda ini coba menduga: apakah ini tokoh sakti dari Istana Mustika langit yang di sebutkan oleh “Si Penunggang Jagat”, yaitu: Ki Reksa Sadewa yang di negri JawaDwipa lebih di kenal dengan julukan Maharaja Petaka Bumi, yaitu adik seperguruan dari Maharaja Petaka Langit yang menjadi ketua dari Istana Mustika Langit?.
Memang sejak semula dia sudah merasakan firasat yang amat kuat tentang adanya satu kekuatan yang tersembunyi ini, namun tak di sangkanya akan secepat ini bertemu. Tadinya Ki Reksa Sadewa masih coba memberi petunjuk kepada muridnya namun dia heran karena semakin di beri petunjuk, muridnya justru semakin tak kuat melawan, segera dia merasakan perbawa kekuatan lain yang dahsyat di sekitar situ.
Itulah sebabnya segera dia menyuruh muridnya untuk mundur. Saat merasakan kekuatan yang dipancarkan pemuda di depannya untuk menangkis pukulannya, dia segera sadar bahwa murid-muridnya sekalipun takkan dapat memengatasi pemuda ini.
Sementara itu Sian Lee mengamati sekelilingnya. Walaupun wujud-wujud mereka belum kelihatan namun pemuda itu dapat merasakan pancaran-pancaran hawa sakti pekat yang telah mengurungpanggung tersebut. Getar-getar tenaga yang di pancarkan ke sekeliling dalam jarak lima tombak mendapatkan perlawanan kuat. Segera dia dapat mendeteksi banyak jagoan lain yang mengurung tempat tersebut ada sekitar duapuluh orang banyaknya.
“Hem, anak muda, aku kagum dengan bakatmu. Semuda ini sudah mampu membuat terobosan yang luar biasa dalam ilmu silat. Sayang sekali jika aku harus melenyapkanmu…bersiaplah” Dengan mata yang tertuju pada Sian Lee, Ki Reksa Sadewa berkata dengan aksen latah tanpa menggerakkan bibirnya. Sementara itu tenaganya mulai di pancarkan untuk mengurung Sian Lee dari berbagai penjuru.
“Orang tua, selamanya daratan Tionggoan dan JawaDwipa terpisah jauh dan tidak saling menyinggung, mengapa kalian datang mengacau dan berbuat jahat di sini?” Jawab Sian Lee dengan suara datar.
“Anak muda, Sian Thian San dan Istana Atas Angin selalu menyombongkan diri sebagai satu-satunya kekuatan yang dapat menjaga perdamaian dunia sehingga berusaha menyingkirkan kami yang di anggap sesat. Dendam ini sudah lama terpendam di hati kami…kaupun tidak perlu banyak bicara lagi…”
Berkilat mata Sian Lee. Saat itu juga dia mengerahkan tenaganya menolak desakan tenaga lawan ini sehingga terjadi benturan tenaga yang kasat mata yang hebat. Akibatnya terdengar jeritan-jeritan kecil di sekeliling saat orang-orang yang bersembunyi terdesak dan akhirnya bermunculan satu per satu dan berdiri dengan pandangan garang.
Namun tak lama kemudian terdengar desiran-desiran halus yang aneh, di lain saat di atas panggung itu telah berdiri bertambah enam orang yang ternyata adalah orang-orang muda semua. Mereka bukan lain adalah Giok Hui dan kawan-kawan yang telah memunculkan diri di situ. maka lengkaplah Delapan dewa bersama salah satu dari Tujuh Dewa Bumi Pelindung Bumi Beng Sian di situ.
Kehadiran mereka segera membentuk benteng kasat mata yang tak tertembus. Diam-diam Ki Reksa Sadewa terkejut akan kekuatan ini.
“Perbuatan kalian menghancurkan Sian Thian San belum sempat ku perhitungkan, agaknya thian memang sudah mengatur semua ini….Hem, baiklah apa maumu sekarang?...” jawab Sian Lee dengan suara datar dengan nada menantang.
“Bagus, kau berjiwa besar…aku akan bermurah hati untuk memberi kematian yang utuh bagimu…” Kembali kakek itu tertawa.
“Menilik gelagat ini, selain bertempur dengamu, aku tak punya pilihan bukan?” Kembali Sian Lee menyindir dengan suara sinis.
Melotot mata kakek itu. Wajahnya memerah seketika. “Kau tekebur sekali, apa kau pikir dapat lolos dari tanganku?”
“Mohon Tanya, apa kepandaian kau orang tua dapat melebihi kesaktian “Si Penunggang Jagat?”
Ki Reksa Sadewa melengak mendengar pertanyaan ini: “ Huh, si bangsat itu apa hebatnya? Tak perlu kau menggunakan namanya untuk menggertakku…”
“Maaf, aku tak ada muka tebal untuk menunggangi namanya. Pengelana Tangan Sakti tidak tidak hanya ku dapat dengan membonceng nama orang…hanya saja aku mendapat wasiatnya untuk mencari kau orang tua dan mengembalikan ke penjara abadi di Istana Atas Angin…entah kau suka ikut atau tidak?...”
Mendelik mata Ki Rekso Sadewa. Mukanya memerah tanda gusar. “Baik anak muda, agaknya aku harus melenyapkan sesumbarmu dulu…”
Tiba-tiba mulut Ki Rekso Sadewa tertawa keras. Suaranya membahana bagaikan dentuman halilintar yang amat banyak menyerang Sian Lee. Hakekatnya itu adalah Ajian Kidung Ngampar yang sangat dahsyat. Tataran Ajian ini berada setingkat lebih tinggi dari Gelap Ngampar. Kehebatannya adalah menyerang melalui getaran ultra sonic di alam, mengubahnya menjadi tenaga penghancur dan menjalar melalui suara sehingga mampu melumpuhkan tenaga lawan yang bagaimana hebatnyapun. Hakekatnya hampir musthil ada manusia yang sanggup menghadapi ilmu ini tanpa terluka. Sekarang ilmu tersebut di gunakan menyerang Sian Lee.
Tampak tubuh Sian Lee itu bergetar sesaat. Segera dia mengerahkan seluruh tenaganya. Hanya sesaat saja kemudian tenang kembali. Matanya terpejam dan mulai mengikuti alur tenaga dari ajian tersebut. Sejak memahami Ajian Bataracaya Sakti yang di lebur dengan intisari 72 ilmu-ilmu warisan Tat-Mo-couwsu serta semua ilmu-ilmu yang dia miliki sebelumnya, dia telah menyingkirkan penghalang dari semua ilmu-ilmu yang ada sehingga dengan sekali lihat, rasa atau dengar saja dia dapat menciptakan penangkalnya.
“Mustahillll…!” Terdengr pekikan nyaring dari mulut Ki Rekso Sadewa. Detik itu juga tubuhnya lenyap dari hadapan Sian Lee. Tak terjadi apa-apa saat tenaga yang membalik menghantam bangunan megah di belakang Ki Rekso Sadewa tadi. Namun sesaat kemudian saat angina bertiup, bangunan itu runtuh menjadi serbuk halus. Saat itu juga terdengar seruan-seruan kaget dari mulut para jago-jago yang mengepung tempat tersebut.
“Mustahil!...seumur hidup belum pernah ada ilmu lain yang dapat mengalahkan ilmu ini kecuali bertarung seimbang…ilmu apa yang kau gunakan bocah?...” Ternyata kakek itu telah berada di belakang Sian Lee, memandang pemuda itu dengan muka pucat pias.
Sian Lee menarik nafas panjang dan menatap dingin pada kakek tersebut. “Ilmu itu adalah Thian-Sian-Ho-kang (Titah Dewa Langit) yang baru ku ciptakan setelah merasakan getaran dan daya penghancur ajian yang baru kau orang tua keluarkan tadi…yah memang belum sempurna, tapi aku yakin dua atau tiga kali lagi ku gunakan, pasti akan lebih hebat lagi…”
“Bocah setan…!” Tampak Ki Reksa Sadewa tergerak mundur dengan tubuh bergetar. Dia sungguh terkejut sekali, orang yang dapat menciptakan ilmu penangkal terhadap ilmu lawan dengan sekali lihat dan merasakan, sungguh seorang yang luar biasa. Pemilik Istana Atas Angin maupun penguasa Sian Thian San dulupun tidak ada yang seperti itu. Segera dia sadar bahwa sangat mustahillah memenuhi ambisinya untuk menguaasai daratan tionggoan ini. Perlahan dia menarik nafas panjang.
“Kali ini Bintang Pamungkas (Kemujuran) benar-benar berpihak pada Sian Thian San… baiklah aku akan mengundurkan diri dari sini dan tidak akan kembali lagi di tionggoan sini, namun sudilah kiranya engkau memenihi dua keinginanku…” Kakek itu menatap tajam kepada Sian Lee dengan tatapan mengharap.
Sian Lee terhenyak dan balas menatap orang tua di depannya ini. “ Silahkan kau orang tua bicar…”
“Pertama kita adu dalam gerakan silat…dan kedua akan ku sampaikan jika aku kalah… bagaimana?”
“Baik! Silahkan kau orang tua mulai…!” Sian Lee mengangguk sambil mempersilahkan. Ki Reksa Samudra mendengus sekali kemudian tubuhnya bergerak dengan kecepatan tinggi menyerang dengan jurus-jurus silat.
Saat itu juga terjadi pertukaran jurus yang amat dahsyat dan aneh dari kedua orang tersebut. Yang lebih aneh lagi, pertarungan itu hanya berlangsung dalam lima gebrakan. Namun dalam lima gebrakan itu, Ki Reksa Samudra telah mengerahkan semua jurus-jurus silat dan ajian yang paling aneh dan dahsyat yang di ketahuinya, seperti Aji Wisanggeni, Aji Serat Biru, Ajian Cakrabuana Sukma, Ajian Gelap Sewu dan Ajian Lembur Kuning dang menerikan, namun dia terkejut karena tetap saja serangannya tak bias menyentuh seujung bajupun dari pemuda tersebut.
Bahkan dia merasa semua serangannya melempem dan tak bisa di kembangan di bawah tekanan-tekanan lawan yang hanya menangkis seadanya tapi yang berakibat semua pukulannya tak bisa maju. Merasa semua usahanya sia-sia segera dia mengundurkan diri setelah gebrakan ke lima.
“Anak muda, aku menunggumu di Istana Mustika Langit…” Tanpa banyak bicara kakek itu lalu membalikkan tubuhnya dan berlalu dari situ. Di ikuti semua murid-muridnya yang berasal dari luar tionggoan tersebut. Tersisa empat orang di antara Lima Iblis Langit yang masih hidup serta dua orang sisa dari antara Lima Siluman Bumi. Tadinya mereka mengikuti Po Tee Giok.
Sian Lee tidak menghalangi kepergian orang tua itu. Ucapan “Menunggumu” sudah cukup baginya. Dan melihat pamor datuk sesat itu dia yakin takkan ingkar janji. Maka walaupun dia juga mengetahui saat bayangan Po Tee Giok melarikan diri dari situ sudah tidak di gubrisnya lagi. Diam-diam dia menarik nafas panjang. Tak di sangkanya kekacauan ini bisa berakhir tanpa banyak kesulitan seperti ini. Tiba-tiba dia bertelut dan berseru:
“Orang tua berdua, murid Sian Lee mohon petunjuk…” Ternyata di depannya telah berdiri Lo-Jin dan si Kakek Penunggang Jagat yang memandangnya sambil tersenyum.
“Hemmm…satu kesulitan sudah teratasi, namun belum selesai, kau masih harus menjawab tantangan Ki Rekso Sadewa untuk pergi ke istana Mustika Langit…” selesai berkata demikian tubuh keduanya lenyap.
Sementara keenam iblis sesat itu sudah berlutut di depan Sian Lee. Sesungguhnya setelah menyaksikan pertarungan tadi mereka telah takluk lahir batin dan menyadari kemampuan mereka yang jauh di bawah orang
“Taihiap…apa yang harus kami buat…?”
“Asal kalian insaf, aku tidak akan memperpanjang lagi masalah ini…” Sian Lee berkata sambil berbalik meninggalkan tempat tersebut .
..........
Bagaimanakah kisah kasih Sian Lee dengan gadis-gadis cantik ini? Akankah dia bertemu lagi dengan Rara Ayu? BAgaimana pertarungannya dengan majikan Istana Mustika langit di negri JawaDwipa? ikuti kelanjutannya berikut ya...