Laman

Minggu, 14 April 2013

3. Munculnya Jit-Cu-Kiong

Langit mendung, awan hitam berarak yang di ikuti guntur sabung menyabung menutupi sebuah lembah tak bernama yang terletak di tempat yang paling utara dari pegunungan Himalaya.
Terpencil, di antara jurang-jurang yang curam dan yang sangat sukar di datangi manusia biasa, tampak empat buah kuburan berukuran masing-masing berukuran 20-an meter dengan berbagai bentuk yang aneh-aneh tampak berdiri di antara ribuan tulang-tulang tengkorak manusia yang tinggi membentuk sebuah bukit. Di tengah-tengah empat kuburan tersebut berdiri berhadapan enam orang. Empat di antaranya tampak sangat tua sekali. Bentuk tubuh mereka yang ganjil memiliki perbawa hawa iblis yang menakutkan.
Di hadapan mereka tampak dua orang pemuda dan pemudi yang berparas tampan dan cantik sekali sedang bersila dalam posisi yang aneh. Tubuh mereka melayang dengan kepala di bawah. Punggung saling membelakangi. Sementara mereka berdiam diri sambil mengerahkan tenaga pada puncaknya, tiba-tiba terdengar pekikan yang aneh dari antara keduanya, satu tangan mereka di rentangkan ke samping, tangan yang lain di ulurkan menyentuh telapak dua di antara ke-empat kakek yang segera bersila menyambut tangan mereka dengan kepala di bawah dan tangan yang juga terulur menempel pada tanga mereka. Sedangkan dua kakak ganjil yang lain melayang di atas sambil memegang ke dua kaki pemuda dan pemudi tersebut.
Tampak asap mengepul dari tubuh mereka. Sekeliling tubuh mereka menyebar hawa tenaga sakti yang amat kuat dari ke empat kakek ganjil tersebut yang berputaran di sekeliling sepasang pemuda tersebut.
Keadaan ini berlangsung hampir dua jam. Saat semua telah mencapai titik puncak yang paling kritis dari pengerahan tenaga dalam mereka, tiba-tiba keempat kakek tersebut membentak keras. Tubuh mereka mencelat mundur. Masing-masing terlempar ke arah empat kuburan yang membuka dengan sendirinya serta menyambut tubuh mereka.
Sementara sepasang muda-mudi itu berputaran seperti gazing. Tiba-tiba terdengar teriakan mereka yang membahana. Di saat itulah tubuh keduanya terpisah ke dua arah yang berbeda. Yang wanita melesat ke atas sambil melakukan gerakan-gerakan aneh memainkan ilmu silat tingkat tinggi bagaikan elang yang menyambar-nyambar, sedangkan yang pria menembus ke dalam bumi sehingga membuat lubang yang sangat dalam, beberapa saat kemudian dia muncul lagi sambil melakukan gerakan silat yang anehdan dahsyat. Gerakannya kokoh dan selalu menyambar-nyambar dengan cepat sehingga tubuhnya berpindah-pindah tanpa terlihat bayangannya.
Tak lama kemudian keadaan diam, tenang. Kedua orang yang melesat ke atas dan yang menembus ke bumi tersebut seolah-olah hilang tanpa bekas. Tanah yang berlubang itupun sudah menutup kembali dengan sendirinya, seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa.
Namun beberapa saat kemudian terdengar suara tertawa yang mengidikkan. Keempat pintu kuburan terbuka lagi dan keempat kakek ganjil yang sakti itu telah keluar. Sesaat terdengar suara salah satu dari antara mereka:
“Heheheheheh…akhirnya tidak sia-sia juga kita membuang tenaga selama lima tahun ini. Keluarlah kalian untuk menerima perintah…!”
Entah dari mana datangnya, tiba-tiba di hadapan keempat kakek tersebut muncul kabut kemerahan dan kebiruan yang amat pekat. Setelah kabut tersebut sirna, di hadapan mereka muncul kedua muda-mudi tadi.
Si pemuda berusia 22 tahun, berparas tampan dengan mata yang besar. Sinar matanya mencorong tajam berwarna merah darah itulah perbawa dari ilmu arian Kitab Bumi. Sedangkan si wanita berusia 19 tahun, sangat cantik dengan tubuh yang padat menggiurkan, matanya yang lentik itu bersinar-sinar kebiruan bagai samudra, yang juga merupakan perbawa dari ilmu Tarian Kitab Langit.
“Selama dua-puluh tahun kami menyembunyikan diri sambil terus melatih dan menggabungkan semua ilmu kami dengan ilmu dalam kitab Thian Tee Kek Sian Ciang (Pukulan Dewa Kutub Langit & Bumi) sehingga terciptalah Thian-Te Kip-Kwi-Li-Ciang (Tarian Kitab Iblis Langit Bumi). Sekarang dengan tambahan tenaga dari kami, maka kemampuan kalian masing-masing sudah setara dengan tiga orang diantara kami kalau bergabung. Rasanya tiada lagi orang yang akan sanggup mengalahkan kalian dengan mudah….hahahahahahahah?”
Sang pria kemudian mewakili sumoinya bertanya: “Terima kasih atas petunjuk su-wi suhu, selama hidup kami pasti takkan melupakan budi kebaikan su-wi suhu”
Salah satu dari ke-empat kekek ganjil tersebut menyahut dengan suara kereng dan mengejek:
"Hah, ketahuilah…dengan sempurnanya melatih ilmu Thian-Te Kip-Kwi-Li-Ciang tersebut, maka dalam tubuh kalian juga sudah mendekam racun jahat yang tak akan bisa di sembuhkan oleh obat apapun sehingga memperpendek umur kalian sampai pada umur 30 tahun, lewat dari itu jika kalian tidak mendapat penawarnya, kalian akan mati menggenaskan. Tapi jika sebelum mencapai umur tersebut kalian telah mampu menjalankan tugas yang kami perinthkan, maka kalian akan mendapat penawarnya, kalau kalian menolak, walau kalian mampu membunuh kami sekalipun, kalian tidak akan mendapatkan obatnya.” Selesai berkata demikian, ke-empat kakek tersebut menatap sepasang muda-mudi itu yang sangat terkejut.
“Suheng, apa maksudnya ini?...” Tanya si gadis dengan sinar mata yang tajam bergantian ke arah ke-empat orang tersebut dan ke arah suhengnya.
“Entahlah sumoi, ternyata mereka telah menipu kita selama ini…” Suaranya dingin dan datar. Sedangkan sepasang matanya bersinar-sinar aneh menakutkan, tapi dengan tenang dia menyahut:
“Kalau boleh tahu kami tahu apa maksud su-wi suhu melakukan hal ini kepada kami…?”
“Heemmm, sejak semula di antara kita tidak ada ikatan guru dan murid, kami mengambil kalian untuk mewarisi semua ilmu silat kami agar kalian dapat mengerjakan keinginan kami untuk membalaskan dendam kami kepada musuh-musuh kami serta menghancurkan sepuluh partai besar, enam perkampungan dan tigapuluh enam perkumpulan dari golongan putih yang ada sekarang untuk menguasai dunia persilatan, dan kalian tidak memiliki pilihan lain….hahahahah”
Kedua muda-mudi tersebut saling pandang dengan tatapan mata marah dan bersinar-sinar aneh, namun mereka hanya diam saja. Sampai keempat kakek tersebut mengundurkan diri kembali ke dalam kuburan mereka masing-masing, merekapun hanya diam saja. Kemudian dengan tanpa suara pemuda itu berlalu dari tempat itu. Diikuti oleh sang gadis yang juga berlalu ke arah lain.
---000---
Seorang gadis bermata biru seperti samudra duduk dengan tenang di atas sebuah keledai telinga panjang yang berjalan perlahan dengan langkah satu-satu. Wajah sang gadis maupun keledainya nampak letih, rupanya mereka baru saja menempuh perjalanan yang jauh sekali
“Harap nona berhenti sebentar…” Seorang pria cebol yang aneh telah berdiri menghadang sambil kedua tangannya bergerak kearah kepala keledai tersebut. Tak terdengar suara apapun, tiba-tiba saja keledai itu meleguh dan terbanting ke tanah, sementara gadis itu sudah melompat sambil membentak marah:
”Kau…kau…Mengapa kau membunuh tungganganku yang tidak bersalah?...” Suara gadis itu meski terdengar marah namun tetap saja lembut dan enak di dengar…
“Hehehe, aku Tai Thouw Kwi (Setan Berkepala Besar) Bo Thong, jagoan nomor tiga dari Lima Iblis Langit, asal aku suka, siapapun tak nanti dapat menghalangiku …melihat kecantikanmu, maka mulai sekarang engkau akan ku jadikan permaisuriku” Orang cebol itu tampak jumawa sekali, sambil berkata demikian matanya berkilat-kilat menatap si gadis dengan penuh nafsu.
“Bagus, engkau mau mengandalkan nama 5 Iblis Langit untuk mencari perkara denganku, kau akan menyesal seumur hidupmu” Sekali tangannya bergerak, selarik sinar kebiruan yang lembut dari Ilmu Tarian Kitab Iblis Langit, keluar perlahan dari jarinya mengarah ke dada orang cebol tersebut. Tiada suara, tiada perbawa tenaga yang dahsyat. Tak heran Tai Thouw Kwi hanya pandang sebelah mata.
“Hohoho, gadis muda yang sombong, jika dalam tiga jurus aku tak dapat membekukmu, aku akan menyembah di kakimu…” Seru si iblis Kepala Besar itu dengan sombongnya. Tangannya di angkat dengan enteng, menepis pukulan lawan dengan mulut tersenyum-senyum sinis. Hasilnya sunguh luar biasa. Tubuh si setan kerdil itu mencelat tiga kali lebih cepat dari datangnya serangan lawan. Tubuhnya menghantam pepohonan sampai pohon ke tiga baru berhenti dan terbanting ke tanah dengan mata mendelik. Ternyata dia telah terluka sangat dalam dan parah.
Ke duapuluh sembilan anak buah Thai thouw kwi terbeliak kaget sama sekali. Tak di sangka, majikan mereka yang telah malang-melintang puluhan tahun hampir tanpa tanding ini di bikin mencelat dan semaput hanya dalam segebrakan saja. Pastilah wanita ini adalah dewi yang turun dari khayangan untuk memberi pelajaran pada mereka. Serentak mereka melemparkan senjata ke tanah dan berlutut menyembah si gadis.
“Mohon Sian-Li maafkan kami yang tidak tahu tingginya gunung dalamnya laut sehingga berani mengganggu ketenangan Sian-Li, mulai sekarang kami tunduk dan mengabdi pada Sian Li”
Gadis itu yang tadinya sangat marah, tiba-tiba tersenyum aneh, suatu rencana besar tersirat di kepalanya. Entah apa itu, tapi hasilnya pasti jauh lebih baik daripada hanya membunuhi mereka saja.
---000---
Hari itu langit tampak bersinar cerah. Suara burung berkicauan memenuhi langit di sekitar puncak Sian thian San (Puncak Para Dewa). Namun pemandangan yang cerah ini di pecahkan oleh berkelebatnya bayangan seorang pemuda yang memondong dua orang gadis muda yang bukan main cantik wajah mereka dan juga memiliki tubuh yang indah menggiurkan, apalagi dengan baju merah dan putih yang mereka kenakkan, bagaikan bidadari yang turun dari khayangan.
Pemuda tersebut berwajah tampan dengan alis mata yang gagah seperti golok. Sinar matanya tampak biasa, namun halus dan tajam tanda menyimpan rahasia kekuatan yang dahsyat dan sempurna tiada tara.
Siapakah pemuda ini adanya? Dan siapakah kedua gadis tersebut?
Pemuda itu bukan lain adalah Sian Lee, sedangkan kedua gadis yang dibawanya itu adalah Im Hong Sian Li (Bidadari Angin Dingin), Hong Er Yong, dan Lian Giok Hui. Mereka berdua masih dalam pengaruh hawa keji dari Sepasang Golok Iblis.
“Jai-hwa-cat (penjahat pemetik bunga) dari manakah berani memasuki puncak terlarang ini tanpa izin?” Tiba-tiba terdengar suara yang tenang dan berwibawa menyambut kedatangan Sian Lee, di lain saat tampak enam bayangan berkerudung hitam berkelebat mengurungnya.
Sian Lee terkejut dan mengerutkan kening melihat para penghadang ini, segera dia menurunkan kedua gadis dalam pondongannya “Hemm, lo-enghiong, kita tidak pernah bertemu, seharusnyalah aku yang bertanya siapa kalian yang berani menghalangiku karena aku adalah pemilik tempat ini?”
Seorang yang berada di tengah segera menyahut dengan suara penuh teguran: “Hohoho, bocah lancang, kami adalah enam dewa pelindung puncak Sian-Thian-san ini, sedangkan engkau, mau apa engkau datang kemari sambil membawa dua orang gadis yang tertotok, hemmm…pasti engkau mau melampiaskan nafsu bejatmu bukan…sayangnya engkau bertemu dengan kami, dan kalau kau tidak melepaskan kedua gadis itu, kami akan memberimu hukuman…”
Sian Lee mengerutkan keningnya dan berpikir dalam hati: “Terlalu! Masa dia di tuduh penjahat pemetik bunga? enam dewa? Apa-apaan ini? Hem apakah Lo-jin yang mengirim mereka ke mari, ada baiknya biar ku coba mereka…” hatinya jadi gembira dan mulutnya tersenyum aneh. Tanpa banyak bicara, tangan kanannya nya bergerak menjadi sembilan bayangan dengan dua jari menotok tanpa mengeluarkan suara kearah dada orang berkerudung hitam yang berbicara dengannya tersebut, sementara tangan kirinya bergerak ke arah kerudung yang di pakai lawan.
Sengaja dia mengerahkan setengah bagian tenaganya dan menyerang dengan salah satu jurus dari ilmu Tarian Jari Sembilan Dewa , karena dia melihat tatapan orang berkerudung tersebut sangat lembut, tanda memiliki tenaga dalam yang sempurna.
Orang berkerudung itu terkejut melihat serangan yang aneh dan dahsyat ini, dia tidak mendengarkan suara, tapi dirinya seperti di tindih oleh kekuatan yang sangat dahsyat, tapi tidak menjadi gugup. Dalam sekejap tubuhnya berputar setengah lingkaran ke kiri dan tangan kanannya dengan jari terbuka tiba-tiba keluar ledakan keras seperti petir menciptakan perisai seluas dua jengkal menyambut totokan pemuda itu sekaligus menghadang serangan tangan kiri yang mencoba menarik kerudungnya, sementara tangan kirinya berubah seperti ribuan bayangan banyaknya menyerang dengan cepat ke tigapuluh dua titik penting di tubuh lawan.
Sian Lee kagum bukan main. Itulah jurus pertama dari ilmu Seng Hip Lui Sian Ciang (Telapak Dewa Petir Pemutar Bintang) yang amat dahsyat, dan kakek ini memainkannya hampir sama baik dengannya, tampaknya tingkat yang di miliki kakek ini masih di atas dari kepandaian ketua Siauw Lim Pai, Khong Bhok Hwesio.
Tangannya kirinya tidak berhenti mengarah ke kerudung lawan, sementara tangan kanannya dengan gerakan memutar setengah lingkaran yang aneh, tahu-tahu sudah menotok kaku tangan kiri kakek itu yang sedang menyerang tigapuluh dua titik penting di tubuhnya.
“Aiiiiiihhhhh…”, “Tak mungkin?...bagaimana engkau bisa mematahkan jurus ini?” Terdengar seruan-seruan kaget dari kakek itu yang segera meloncat mundur, bahkan dari ke lima orang berkerudung yang menonton dari samping. Serentak mereka bergerak dan sudah mengurung pemuda tersebut.
“Lo-cianpwe, tentu saja aku bisa mematahkannya karena aku juga memiliki ilmu tersebut, lihat ini…” Berkata demikian, Sian Lee mulai memainkan jurus-jurus dari ilmu Seng Hip Lui Sian Ciang dengan dahsyat dan sempurna, bahkan keenam kakek tersebut sangat terkejut saat Sian Lee memainkan secara lengkap jurus ke-satu sampai ke-tujuh dari Pat Sian Giam Lie Ciang (Tarian Maut Delapan Dewa).
Saat pemuda itu selesai memainkan ilmu tersebut, serentak keenam orang itu melepaskan kerudung mereka masing-masing dan berlutut di depan pemuda itu. Tampaklah wajah tiap orang yang rata-rata berusia empatpuluh sampai limapuluh tahun di hadapannya.
“Selamanya Ilmu Pat Sian Giam Lie Ciang hanya memiliki satu pewaris yang menguasai secara lengkap, maafkan kami yang tidak mengenal It-Thian-Sian, kami sudah lama menanti di sini…” Sahut yang paling tua, namun sebelum dia melanjutkan, Sian Lee sudah memotongnya: “Eh, paman, apakah kalian semua di kirim oleh Lo-jin?” Keenam orang itu serentak mengangguk.
“Paman sekalian, aku masih harus menyembuhkan kedua gadis itu yang terkena hawa Iblis Sepasang Golok Iblis, harap paman sekalian bersabar, setelah ini nanti kita bicara lagi. Tanpa menanti jawaban mereka, Sian Lee sudah melangkah dan kembali memondong kedua gadis itu yang dalam keadaan lemah. Di lain saat, tubuhnya berkelabat lenyap ke dalam bangunan Sian Thian San tersebut.
Pemuda tersebut meletakkan kedua orang gadis ini di atas kedua tempat tidur batu pualam dingin yang berdekatan. Sejenak dia termenung memandangi kedua gadis itu tanpa tahu harus berbuat apa. Kedua gadis itu terkena pengaruh yang aneh dari sepasang senjata aneh yang datang dari tanah seberang. Pendekar dari tanah seberang yang bernama Paksi pamungkas-pun hanya mengatakan bahwa dialah yang bisa menyembuhkan kedua gadis itu, tapi tidak mengatakan bagaimana caranya.
Ada setengah jam dia termenung, tanpa di sadarinya, ke dua gadis itu telah siuman dan memandangnya tanpa bersuara. Tiba-tiba suara Giok Hui yang merdu memecahkan keheningan:
“Lee-ko, mengapa engkau diam saja, apakah yang menggundahkan hatimu?...”
“Eh..oh..kalian berdua sudah sadar?...” Mukanya jadi merah, saat di dapatinya ke dua gadis itu memandanginya, “Bagaimana dengan kondisi kalian? Apa yang kalian rasakan?”
“Kami baik-baik saja meskipun kami tidak bisa mengerahkan tenaga, agaknya kami telah kehilangan tenaga murni dan tidak bisa bersilat lagi…” Seru gadis itu sedih, sehingga matanya berkaca-kaca hal mana membuat Sian Lee terharu dan tidak tega…
“Kau tenanglah Hui-moi, nanti kalau sudah sembuh, aku akan mintakan Lo-jin untuk mengambil kalian sebagai murid…”
“Ada satu cara…” Tiba-tiba Er Yong menyahut pelan, setengah berbisik
“Eh, benarkah Yong-Moi? Apakah engkau tahu…?” Sian Lee dan Giok Hui memandang ke arah Er yong dengan penuh tanda tanya. Apalagi Giok Hui, mengetahui kalau ada obat yang bisa menyembuhkannya, segera dia mendesak Er Yong yang menatap mereka berdua bergantian dengan tatapan ragu. Mukanya yang cantik itu tampak merah karena jengah sehingga dia berpaling ke kanan.
“Lee-ko, rahasia penyembuhan ini terkait dengan rahasia kami para wanita, bisakah engkau keluar sebentar, ada yang perlu ku rundingkan dengan Giok Hui-cici? Tapi ku mohon engkau jangan mendengar pembicaraan kami?..” Tatap gadis itu dengan suara penuh permohonan.
“Baiklah, aku akan keluar sebentar, sepuluh menit lagi aku akan kembali.” Berkata demikian, pemuda itu melangkah keluar dari kamar batu pualam tersebut.
Sian Lee berdiri di luar kamar sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal. Beberapa saat kemudian terdengar suara panggilan dari dalam kamar batu, segera dia masuk ke dalam.
“Lee-ko, sebelum engkau menyembuhkan kami, cobalah engkau jawab dengan jujur pertanyaan kami. Apakah ada di antara kami yang kau sukai?” Er yong bertanya perlahan sambil menatap tajam pemuda itu, demikian juga Giok Hui.
“Eh, ini…ini….? Me…mengapa kalian bertanya begitu, apa hubungannya dengan kesembuhan kalian? Tanya Sian Lee gagap. Bagaimanapun juga, hatinya benar-benar kaget. Kalau dia harus menjawab ke dua gadis itu di dua tempat berbeda, lain lagi ceritanya, tapi ini di hadapan keduanya sekaligus, bagaimana dia gak khaki!
“Kami dalam keadaan sekarat, tentu saja jawabanmu sangat penting artinya untuk sesembuhan kami, sekarang kau jawablah dengan jujur, bagaimanakah perasaanmu terhadap kami?” Kembali Er yong menimpali.
Setelah termenung sebentar, maka sambil menarik nafas panjang Sian Lee menjawab perlahan: “Sesungguhnya memang harus ku akui, bahwa aku suka pada Yong-moi, tapi juga sayang pada Hui-moi, kalian semua sangat berarti di hatiku sehingga sukar bagiku untuk memilih…lagipula aku belum ingin menikah karena ada tugas yang harus di selesaikan .” Dia terdiam sejenak mengambil nafas, “nah…sudah ku katakan dengan terus terang, terserah apa pendapat kalian.”
Sian Lee merasa lega di hatinya. Raasanya semua beban yang di tahan dalam dada telah bebas. Tapi dia mengerutkan kening saat melihat Er Yong memalingkan wajahnya yang memerah sambil berkata pada Giok Hui: “Hui-cici, engkau sudah dengar bukan, pemuda mata keranjang ini ingin sekali panah mendapatkan dua ekor burung dara, sekarang terserah padamu…?!”
“Oh, Yong-moi, bukan begitu maksudnya…” Sian Lee jadi gak enak dan pucat…dan kepalanya menunduk, tidak tahu harus bilang apa.
“Lee-koko, tahukah kau kalau kami berdua juga tidak menolakmu? Cuma kami masih ragu apakah engkau mau dan sanggup menjaga kami berdua? Kalau bisa berbagi adil dengan kami, maka tidak ada masalah lagi, begitu juga dengan penyakit kami ini.”
Kepala yang tadinya tertuntuk malu, tiba-tiba terangkat dengan wajah yang penuh tanda Tanya. Mulutnya hendak bertanya, tapi hakekatnya tidak perlu lagi, karena tatapan kedua gadis itu sudah menjawab semuanya. Meskipun Sian Lee adalah seorang yang bodoh, tapi masakkan dia tidak mengerti arti perkataan wanita-wanita itu. Boleh di kata ini adalah keputusan yang mungkin luar biasa bagi kedua gadis itu tapi juga keberuntungan baginya.
Hanya masih ada satu tanda Tanya dalam pikirannya. Namun Er yong seperti mengerti, lalu menjawab: “Menurut, suhu Paksi Pamungkas, pengaruh hawa iblis dalam darah kami hanya bisa di tawarkan oleh darah gaib dari pemilik Ajian Tapak Begawan Pamungkas dan Ajian Cakra Pancasona. Dan kalau itu terjadi, berarti kami tidak mungkin bisa menikah dengan orang lain kecuali pemilik darah gaib tersebut, karena hanya orang itulah yang bisa memiliki serta menyentuh tubuh kami.
Sian Lee terkejut, dia tidak habis pikir kalau ada kejadian se aneh itu. Tapi dia merasa kasihan pada ke dua gadis itu, jika dia menyanggupi permintaan tersebut, bukankah berarti dia telah membelenggu mereka.
“Lee-koko, engkau jangan kwatirkan kami, jika engkau memang mencintai kami, kamipun rela bersama denganmu selamanya, hanya janganlah kau permainkan ketulusan hati kami?!” kembali Giok Hui menambahkan.
Sian Lee terharu mendengar ini. Dia tidak punya jalan lain, akhirnya di mulailah pengobatan terhadap kedua gadis itu dengan menggunakan darahnya. Pengobatan yang aneh, karena darah gaibnya itu bukan di salurkan melalui mulut atau bagian yang lain, melainkan hanya melalui bagian yang paling sensitiv dan paling rahasia dari wanita.
---000---
Sian Lee berkelebat keluar, di dapatinya keenam orang tadi masih berdiri di luar sambil menantikannya. Segera dia bertanya pada kekek yang paling tua:
“Baiklah paman, sekarang jelaskan kepadaku apa arti semua ini? Dan apa maksud kalian menyebutku It thian Sian?”
“Harap It thian Sian membaca surat dari Lo-jin ini!” Segera orang itu menyerahkan sesampul surat yang terbuat dari kulit beruang yang sudah di awetkan. Jelas di situ tulisan tangan Lo-jin yang amat di kenalnya. Dengan mengerutkan keningnya, dia membaca sampai habis kemudian mengangguk-angguk.
“Baiklah, Lo-jin mengatakan bahwa kalian memang di persiapkan untuk membantuku mempertahankan Sian Thian San dari serangan musuh yang amat tangguh tapi beliau tidak menjelaskan musuh yang bagaimanakah itu…?”
Kakek itu segera menjelaskan: “Limapuluh tahun yang lalu, Lo-jin pernah mengalahkan lima gembong dunia hitam yang merajalela. Yang empat orang pertama adalah Thian Tee Bong Su-kwi (Empat Iblis Kuburan Langit Bumi) yang akhirnya di buang dan di asingkan sampai jauh ke pegunungan Himalaya, sedangkan yang satu lagi, adalah Mo-Kauw Kaucu, Kian Kun Mo Ong Cui Ho Meng, yang di usir ke Persia. Lo-jin baru mendapat tahu gerakan Thian Tee Bong Su-kwi selama tiga bulan ini yang berencana untuk mengambil alih Sian Thian San untuk di jadikan pusat kebangkitan dari partai mereka, sedangkan dari Mo-Kauw sendiri belum jelas, itu sebabnya Lo-jin memanggil kami kembali untuk membantu kongcu…”
Setelah merenung sejenak, akhirnya dia berkata: “Baiklah, kalau begitu saya menerima tugas ini, mulai sekarang, para paman ini akan memakai julukan Tujuh Dewa Bumi Pelindung Sian thian San. Satu lagi yang perlu di ingat, jangan menyebutku dengan sebutan kongcu, para paman lebih tua dari saya, itulah sebabnya para paman harap menyebut saya Lee-ji (Anak Lee) saja.”
“Bila itu kemauan ananda Sian Lee kami setuju, tapi bila di luar kami tetap harus menyebutmu dengan gelar sebenarnya, untuk menegakkan wibawa Sian Thian San. Oh ya, kami hanya berenam, mengapa kongcu katakana bertujuh? Siapakah pewaris Hong Liong Hwee Sian Ciang?”
“Oh, dia adalah muridku, seorang anak kecil berusia sebelas tahun, namanya Beng Sian, tapi tenaga dan kepandaiannya hampir tidak selisih jauh dari paman berenam hanya dia masih kurang pengalaman. Untuk saat ini dia akan ikut denganku terus sampai dia bisa mandiri.”
“Satu lagi, harap paman mengutus orang ke bukit Pek In Kok san (bukit Awan Putih), untuk menjemput Beng Sian, katakan bahwa aku memanggilnya ke mari. Selama tiga bulan ke depan ini kita perlu berbenah diri tidak perlu melakukan pergerakan apapun, aku akan tinggal untuk sementara baru kemudian akan melanjutkan penyelidikan.
Demikianlah sejak saat itu Sian Lee, tinggal di Berdiam selama tiga bulan di Sian Thian San sambil menyempurnakan ilmu dari keenam pelindung tersebut. Di samping itu dia menyuruh mereka mengumpulkan enambelas murid pilihan mereka dan dia sendiri juga yang melatih mereka secara khusus dengan Ilmu Pat Sian Pek Kut Jiauw yang terdiri dari delapan jurus. Ilmu ini dia gubah dari Pat he Pek Kut Jiauwnya Siluman Bongkok, dia merasa sayang jika ilmu yang aneh ini hilang begitu saja, namun Ilmu ini sudah di sempurnakan dan di hilangkan sifat-sifat kejinya, sehingga menjadi lebih dahsyat.
---000---
Tiga bulan berlalu dengan sangat cepat. Ternyata tidak sedikit juga kejadian-kejadian baru baru yang menghebohkan di dunia persilatan. Setelah di basminya Thian Bu Tek atau Pangeran Ragakaca sang pemegang Sepasang Golok Iblis, dunia persilatan kembali di gemparkan oleh kematian menggenaskan para murid-murid lima partai besar dari Siauw Lim Pai, Kun Lun Pai, Cing Ling Pai, Bu Tong Pai dan Thai San Pai.
Peristiwa yang menggeparkan ini sangat mengganggu ketenangan dunia persilatan dan meresahkan setiap orang. Peristiwa kehancuran Khong Tong pai, Cing San Pai, Go Bie Pai dan Hoa San Pai di tangan Sepasang Golok Iblis dan begundalnya dulu sudah merupakan pukulan yang berat bagi golongan putih, sekarang ditambah lagi dengan peristiwa ini, benar-benar merupakan keresahan yang makin memperburuk wibawa golongan putih. Apalagi kematian para murid partai-partai ternama ini di ikuti pula dengan hilangnya salah satu kitab pusaka pegangan perguruan mereka. Tak pelak lagi, partai-partai tersebut yang tadinya tidak melibatkan diri dengan urusan-urusan di luar partai, sekarang turun gunung dan mulai mengadakan penyelidikan yang ketat dan hasilnya sungguh mengejutkan.
“Sian Thian San!” Nama ini bergema di berbagai penjuru, sebagai penyebab semua kekacauan ini. Banyak bukti-bukti dan saksi mata yang menguatkannya sehingga tidak dapat menghindar. Hanya saja, nama Sian Thian San adalah suatu nama yang agung dan penuh misteri yang tersimpan selama ratusan tahun, siapakah yang berani menyantroninya?.” Tidak ada jalan lain, isu yang menghebohkan ini akhirnya memancing munculnya para tokoh-tokoh tua simpanan dari berbagai partai besar ini yang telah lama mengasingkan diri dari dunia persilatan untuk keluar mempertahankan wibawa mereka. Mereka harus mencari keadilan, tapi mereka juga sadar bahwa itu tidak mudah karena yang mereka akan hadapi adalah Sian Shian San. Cuma, benarkan Sian Thian San pelaku dan sumber dari semua malapetaka ini? Mereka masih belum yakin seratus persen.
Sudah satu bulan Sian Lee mengadakan penyelidikan. Namun sampai sejauh ini dia belum menemukan titik terang siapa yang begitu kurang ajar berani menggunakan nama Sian Thian San untuk mengacau. Gerakan ini begitu rapi dan terorganisir dengan baik.
Sore itu Sian Lee sendirian mendaki puncak Thai San Pai. Kedatangannya ke puncak itu adalah untuk menyelidiki adanya gerakan rahasia yang akhirnya menuntunnya sampai di bawah kaki. Dengan lenggang seenaknya dia berjalan dengan kepala tertunduk. Namun tidak begitu lama, telinganya menangkap gerakan pertarungan dari arah depan, segera dia berkelebat menyembunyikan dirinya sambil terus mendekati sumber suara tersebut. Dari persembunyiannya, dia melihat seorang gadis berusia limabelas tahun, sedang duduk di atas sebuah tandu dengan sikap yang jumawa sekali. Jubahnya panjang dengan gambar Matahari dan Bulan bersilang di dadanya. Di sampingnya tampak dua orang pemuda yang berdiri tenang.
Sementara tak jauh dari situ, tampak dua orang kakek yang lain. Yang satu berusia enam puluh sedangkan yang satu sebaya dengan yang pertama dan sedang duduk bersila di atas sebuah batu. Dia segera mengenal kakek yang berusia enampuluh itu sebagai Thai Yang Siansu, yaitu ketua Thai San Pai sendiri, tapi yang sedang bersila itu dia tidak tahu. Mereka tampaknya sedang mengamati pertarungan itu dengan wajah serius dan khawatir. Di hadapan mereka tampak dua orang pemuda yang sama usia, bertarung dengan sengit sekali.
Sekejap Sian Lee mengamati pertarungan itu, dia terkejut karena salah satu dari pemuda itu menggerakkan sepasang pedang dengan cara yang amat aneh. Sinar pedangnya bergulung-gulung membentuk lingkaran-lingkaran tanpa akhir yang mengurung lawan dengan ketat sekali. Dia kagum karena tampaknya itulah Thai Kek Kiam sut yang telah di kuasai dengan sangat mahir sekali. Tapi setelah di amati, pemuda yang menjadi lawannya juga bukan lawan empuk karena ilmu pedangnya itu adalah PakThian Hui Sian Kiam (Pedang Dewa Terbang ke Langit Utara), salah satu dari sembilan pusaka Wasiat Dewa yang sedang di carinya.
Tampak pertarungan itu, walaupun pemuda yang menggunakan Thai Kek Kiam Sut itu cukup hebat, namun lambat laun, setelah lewat delapanpuluh jurus, mulailah daya serangnya berkurang.
“Hahaha…Thai Kek Siansu, sungguh hebat engkau bisa melatih pewarismu dengan ilmu Thai Kek kiam sut yang sudah lapuk itu, namun kau harus ingat! Di atas langit masih ada langit. Lihatlah ilmu pedang PakThian Hui Sian Kiam ciptaan ayahku itu akan menghancurkan kebesaran partaimu, kecuali engkau tunduk dan mengakui keberadaan kami, maka partaimu akan selamat...” Gadis di tandu itu mengejek dengan seenaknya.
“Huh, bocah tidak tahu adat, katakan pada ayahmu, mengapa dia begitu pengecut mengutus anak bau kencur sepertimu untuk membuat kekacauan. …” Yang membalas ini adalah Thai yang Siansu.
Sian Lee mengerutkan keningnya. Tahulah dia apa yang terjadi, ternyata pemuda yang memainkan PakThian Hui Sian Kiam itu adalah rombongan dari si gadis yang jumawa tersebut dan agaknya merupakan murid dari seorang tokoh yang telah berhasil mendapatkan salah satu dari Sembilan Pusaka Dewa. Hatinya gembira sekali karena akhirnya dia menemukan jejak ilmu itu, namun saat itulah dia mendengar suara sang gadis:
“Suheng, berhenti bermain-main, segera selesaikan pemuda goblok itu…”
“Baik Niocu” Saat itulah pedangnya berkelebat amat cepat. Pemuda yang di sebut suheng oleh gadis itu telah mengerahkan jurus terakhir dari PakThian Hui Sian Kiam yang dahsyat.
Sial Lee memperhatikan, ternyata pemuda itu baru menguasai PakThian Hui Sian Kiami tidak sampai setengah saja. Namun demikian, pemuda yang menjadi lawannya itu hampir tidak sanggup lagi melawan dan tampaknya akan segera kalah dalam dua jurus di muka. Segera Sian Lee berbisik dengan ilmu “mengirim suara Jarak Jauh” ke telinga pemuda itu. Saat itu semua orang melihat pemuda yang telah terdesak itu tiba-tiba memejamkan mata sambil menggigit bibirnya. Hasilnya hebat sekali, keadaan pertarungan berobah, karena secara aneh pemuda itu dapat menangikis dan meloloskan diri dari setiap serangan mematikan yang dahsyat dari PakThian Hui Sian Kiam. Padahal pemuda itu hanya memainkan gerakan-gerakan dasar dari Thai Kek Kiam Sut yang sederhana, ternyata dapat di pakai membendung ilmu pedang lawan yang sangat hebat. Hal itu membuat si gadis penasaran, namun tidak bisa berbuat apa-apa. Bahkan Thai Yang siansu serta Thai Kek siansu juga heran.
Pertarungan kembali berlangsung dengan keadaan yang amat aneh itu hingga tigapuluh jurus, sampai akhirnya sang gadis membentak sengit: “Hentikan pertarungan, kita pulang…!” Saat itu sang suheng memperhebat serangan dan kemudian melompat mundur dengan wajah penasaran. Namun pemuda itu tetap bergerak memainkan ilmu Thai Kek Kiam sut itu seorang diri tanpa memperdulikan lawannya lagi.
“Thai Kek Siansu, masalah ini belum selesai, bila tiba waktunya ayahku dan Toa-ciciku yang sakti pasti akan meluruk ke mari untuk menyelesaikan hutang lama ini….” Dalam sekejap rombongan itu telah berlalu.
Pemuda itu masih terus bersilat dengan mata yang tertutup rapat. Thai Yang siansu memburu ke arahnya dengan penasaran dan hendak berkata sesuatu untuk menghentikannya, namun Thai Kek Siansu segera menepuk pundaknya dari belakang.
“Biarkan dia, jangan di ganggu! Dia sedang mengalami penyempurnaan dari seorang sakti.”
Thai Yang siansu terdiam sambil memandang ke sekeliling. Namun dia tidak menemukan siapa-siapa. Saat dia melihat ke arah susioknya, di lihatnya mata sang susiok tertuju pada kumpulan pohon bambu di sebelah kanan. Segera dia melesat ke sana untuk melihat, tapi dia tidak menemukan siapa-siapa selain dua buah benda yang melayang perlahan ke arahnya. Yang sebuah adalah daun sebesar telapak tangan bertulisan sesuatu, dan yang lain adalah sebuah kitab. Segera dia menangkap kedua benda tersebut, namun dia terkejut karena tangannya bergetar keras. Di sampul kitab itu tertulis dengan tulisan yang gagah “Cui Beng Sian Kiam Ciang” (Pukulan Pedang Dewa Pengejar Roh), ini salah satu kitab pusaka persilatan. Thai Kek siansu juga sangat terkejut melihat kitab ini. Sedangkan di atas daun tersebut tertulis beberapa kata:
“Maaf atas kekurang sopananku Thai Yang-Ciangbunjin, lain waktu cahye pasti akan mampir mengantar salam dari Lo-jin. Kitab ini telah memilih sobat muda itu. Tertanda: Sian Thian San”
Thai Yang siansu terpaksa kembali ke tempat susioknya dengan langkah lesu. Sementara si pemuda telah berhenti dan membuka mata. Segera dia berseru: “Akh, susiok, sayang wajahnya tidak sempat ku lihat…dia bergerak seperti angin.”
“Orang muda yang luar biasa, entah siapa dia…? Hakekatnya dia tidak bergerak seperti angin, melainkan telah mencapai tingkatan ‘mendahului angin dan bayangan’ satu tingkat di bawah ‘menjejak cahaya’ yang mungkin hanya di miliki oleh para dewa saja…” Desah Thak Kek siansu perlahan.
“Susiok, di daun ini tertanda ‘SianThian San’, apakah pemuda yang susiok lihat itu mengenakan rompi kulit harimau putih?”
“Benar, tahukah kau siapa dia?” Tanya Thai Kek siansu.
“Dia pendekar yang baru muncul dengan julukan ‘Pengelana Tangan Sakti’ tidak ada yang tahu sampai di mana ketinggian ilmu silatnya, Hemm, kalau benar dia, mungkin saja kekacauan dunia persilatan ini akan dapat di atasi…” Sehabis berucap, Thai Yang siansu menghela nafas panjang sambil memandang kepada pemuda tampan di hadapannya. “Kang-ji, Kau terimalah kitab ini dan mohon susiok memberi petunjuk. Ilmu ini adalah salah satu dari sembilan Ilmu pilihan dunia persilatan, kau sangat beruntung.…”
---000---
Sian Lee berlari menuruni puncak Thai San Pai dengan penuh tanda Tanya. Siapa adanya gadis remaja dan pemuda yang mengerti ilmu PakThian Hui Sian Kiam tersebut. Dia mengerahkan tenaganya ke seluruh tubuh dan di lain saat dia telah mengerahkan ilmu “Menjejak Angin, Mengejar Cahaya”, tubuhnya melesat bagai asap ke arah Timur.
Sekian lama dia berlari, namun belum juga dia menemukan di mana adanya gadis remaja dan rombongannya tadi. Akhirnya dia berhenti di pinggir sebuah sungai Yang Cu-Kiang yang cukup lebar. Tiga perahu besar berhenti di tengah-tengah sungai tersebut. Dari bendera yang berkibar, dia membaca tulisan “Jit-Cu-Kiong” atau “Istana Mustika Matahari”.
Perhatiannya segera beralih ke tempat lain. Sekitar limapuluh tombak dari tempatnya berdiri, matanya menangkap suasana yang tidak mengenakkan. Segera tubuhnya melasat ke sana. Dilihatnya puluhan mayat bergelimpangan di mana-mana. Hatinya sedih melihat kekejaman ini. Tubuhnya melesat ke depan. Tak berapa lama dia mendengar suara desingan senjata tajam dan hawa pukulan yang dahsyat saling beradu.
Dia terkejut! Ini bukan pertandingan biasa, tapi pertandingan antara dua orang ahli silat tingkat tinggi, dan tingkat mereka jauh di atas rata-rata pada ciangbunjin sembilan partai besar.
Pedang terbang yang menyambar-nyambar bagaikan kilat mengurung lawan itu di gerakkan oleh seorang gadis muda berusia sembilan belas tahun yang amat cantik dan berperawakan bukan seperti orang tionggoan. Sedangkan lawan yang di hadapinya ternyata tak kalah hebatnya. Tubuhnya bergerak seperti orang menari dengan ratusan hawa panas-dingin yang tajam dan mengerikan keluar dari sekeliling tubuhnya, menangkis dan bahkan balas menyerang lawan dengan dahsyat.
“Hahaha…nona Im, kau sungguh hebat sekali. Aihh, sebenarnya pertempuran ini tidak perlu di teruskan. Jika saja engkau mau bergabung dengan kami, tentu kita akan menjadi lebih kuat untuk menaklukkan musuh kita…bagaimana?”
“Huh, engkau pengkhianati kami dan membawa lari pusaka perguruan, serta membunuhi para pengikutku, sekarang seenaknya engkau mengajukan penawaran…makan pedangku” Tampak gadis itu amat marah. Di saat itu pedangnya bergerak lebih cepat lagi. Namun pemuda itupun tidak tinggal diam. Diapun segera meningkatkan pengerahan ilmunya sampai tingkat yang lebih tinggi.
Melihat hal ini, Sian Lee terkejut. Kedua orang itu memiliki tingkat kekuatan maupun penguasaan ilmu yang sama, jika mereka tidak di pisahkan sekarang, takutnya hanya akan berakhir dengan parah antara keduanya. Segera tubuhnya melesat dengan sebat ke arah pertarungan. Dengan mengerahkan Thian Kin Hong Sian Ciang (Telapak Dewa Angin Pelentur Langit) dan Bu Eng In Sian Ciang (Telapak Dewa Awan Tanpa Bayangan), tubuhnya menyusup bagaikan awan di antara kedua orang tersebut.
Kedua orang ini terkejut bukan main karena tiba-tiba saja suatu kekuatan yang amat dahsyat menangkis semua serangan mereka dan mendorong mereka untuk mundur. Sambil berseru keras mereka menarik tenaganya dan melompat mundur.
“KAU…!!!” Si pemuda terkejut setengah mati saat melihat pemuda yang memisahkan mereka. Tubuhnya tergetar sesaat.
“Yah, aku…apakah kita pernah bertemu?” Tanya Sian Lee heran dengan keterkejutan lawan.
“Hemm, Engkau tidak mengenalku, tapi aku sangat mengetahui dirimu…” Belum selesai perkataannya, tubuhnya sudah melesat mengarah ke arah perahunya.
Sian lee terkejut. Namun saat dia hendak bertanya kepada si gadis, tiba-tiba di lihatnya si gadis juga telah membalikkan tubuhnya untuk berlalu dari situ.
“Heiiii, nona tunggu…!” Terpaksa Sian Lee melompat mengejar. Si gadis terkejut karena tiba-tiba pemuda itu sudah menghadang di depannya.
“Apa maumu?...mengapa engkau menghadangku…?” Suara si gadis terdengar halus dan lembut meskipun tampak menyembunyikan perasaannya.
“Maaf nona, aku tidak bermaksud buruk. Namaku Sian Lee, aku kebetulan lewat di tempat ini dan melihat kalian sehingga menghentikan pertarungan hidup mati kalian…apakah tidak keberatan jika aku mendapat penjelasan?”
Si gadis tersenyum. Hanya sebuah senyum saja, namun hakikatnya tidak ada pria normal manapun yang bisa tahan dengan senyum seperti itu. Tak terkecuali Sian Lee. Matanya terbeliak terpesona saat memandangi kecantikan gadis itu.
“Baiklah, namaku Cui Im Yan, aku sudah tahu siapa engkau, asal kau tidak ceriwis seperti pemuda tadi, akupun suka meladenimu.” Berkata demikian gadis itu kemudian melanjutkan perjalanannya dengan berlari cepat. Sian Lee terkejut mendengarnya. Segera dia mengikuti dan mensejarkan langkanya.
“Nona Cui, apakah hubunganmu Mo-Kauw Kaucu Cui Ho Meng?”
“Beliau adalah kakekku” Jawabnya singkat. Namun ini saja sudah cukup membuat Sian Lee mengerti semua keadaan. Ternyata gadis ini adalah orang Mo-Kauw yang telah di usir oleh Lo-jin puluhan tahun lalu. Banyak pertanyaannya, tapi diapun segera paham keadaan dan menyimpannya dalam hati dulu. Segera dia mengalihkan pertanyaannya ke lain:
“Baru saja aku bertemu dengan serombongan gadis remaja dan pemuda yang memainkan ilmu pedang yang sama seperti yang nona Cui mainkan…apakah kau mengenalnya?
“Akh...ternyata kau sudah bertemu dengan adikku Cui Im Cu…di manakah mereka?” Gadis itu terkejut dan balik bertanya.
“Aku melihat dia mengacau di Thai San Pai, jadi aku memberi pelajaran kepadanya. Sayangnya aku tidak tahu di mana dia sekarang.” Maka sian Lee menceritakan peristiwa yang baru saja dia saksikan di puncak Thai San pai.
“Anak itu ternyata masih juga beradat keras…kalau terjadi ke salah pengertian dengan Ciangbunjin Thai San Pai, bukankah akan repot? Aku harus memberi pelajaran pada anak itu.” Katanya dengan suara kesal. Sian Lee hanya diam saja.
“Maaf nona Cui, apa maksudmu kesalah pahaman, dan kalau tidak salah, tadi nona mengatakan sudah mengenalku, darimana nona mengetahui…?”
Gadis itu tersenyum simpul. Manis sekali. “Kau adalah pendekar muda yang baru muncul dengan julukan Pengelana Tangan Sakti dari Sian thian San. Sampai saat ini tidak seorangpun tahu sampai di mana kehebatanmu, dan kau sangat susah di temui, bahkan kau di kabarkan sama seperti dewa yang berdiam di antara manusia untuk menolong mereka, benar tidak tebakanku…?”
“Akh…mengenai nama julukanku, memang orang menyebutku demikian, tapi soal kehebatan, kurasa nona terlalu melebih-lebihkan. Aku hanyalah pemuda biasa…”
“Ya…ya, pemuda biasa yang namanya sudah menggetarkan seluruh penjuru persilatan…bahkan Pelindung kanan dari Jit cu Kiong-pun tak berani memperpanjang masalah denganmu…” Gadis itu terus mendesak sambil tersenyum.
Sian Lee menarik nafar panjang. Dia tidak habis mengerti, siapa yang menyebarkan isu-isu seperti itu di dunia kang-ouw. Namun dia kemudian terus bertanya:
“Siapakah pemuda yang bertarung dengan nona tadi?”
“Bangsat yang tadi bertarung denganku itu adalah Po Tee Giok, dia masuk ke dalam partai kami tiga bulan lalu dan menjadi orang kepercayaan kakek, tapi ternyata dia adalah seorang pengkhianat karena dialah Pelindung kanan dari Jit Cu Kiong. Sepuluh hari lalu dia melarikan pusaka ilmu rahasia Kian Kun Sin Kang kami. Sukur dia belum menguasai ilmu tersebut dengan baik. Kalau sudah, tentu akan sulit bagi kami untuk menandinginya. Tapi aku harus tetap mengejarnya.”
“Mengapa kakek kalian tidak mengejar sendiri dan merebut kembali kitab pusaka tersebut serta menghukum murid murtad itu..?” Kata Sian Lee sedikit penasaran.
“Puluhan tahun yang lalu Kakeku di kalahkan oleh seorang sakti dari Sian Thian San dan di paksa kembali ke Persia. Tadinya beliau ingin membalas setelah memperdalam ilmunya, namun dia mengurungkan niat tersebut saat usianya terus bertambah dan saat dia mengetahui suatu peristiwa besar akan terjadi di Tionggoan ini. Sepuluh hari lalu dia terluka parah oleh bokongannya yang licik dari Po tee Giok. Kekuatan kami berkurang, sehingga kami sulit untuk menempurnya. Kedatangan kami kembali ke tionggoan ini sebenarnya di sebabkan adanya berita rahasia dari mata-mata kami tentang adanya pergerakan rahasia yang bergerak untuk menguasai wilayah Tionggoan ini. Kami belum berhasil mengetahui dengan jelas siapa mereka, tapi satu-satunya yang kami tahu ialah bahwa mereka memiliki bantuan kuat dari tokoh-tokoh silat dari suatu negeri di seberang lautan yang di sebut Jawadwipa. Bahkan mereka telah memiliki orang-orang yang telah di seludupkan di semua partai besar dan perkumpulan yang ada di tanah sentral ini….”
Sian Lee terkejut sekali. Dalam hati dia berpikit: Ini adalah sesuatu yang sama sekali tidak di duganya. Dia tahu bagaimana kehebatan orang-orang dari negeri seberang itu karena salah satu dari lo-cianpwe yang mengajarinya ilmu silat berasal dari sana. Apakah ini yang di maksud orang tua itu saat mengatakan bahwa dirinya akan memikul tugas yang berat?
“Saat mendatangi partai-partai besar yang ada, kami hanya bermaksud menyelidiki keberadaan orang-orang yang di susupkan oleh Jit Cu Kiong saja dan tidak ada maksud lain. Hanya saja kami tidak bisa terang-terangan mengatakan pada para ciangbunjin partai-partai tersebut tentang keadaan yang sedang terjadi karena mereka takkan percaya pada Mo-Kauw.” Kembali gadis itu menjelaskan.
Tak terasa mereka telah berjalan cukup jauh hingga sampailah mereka berdua di sebuah hutan yang lebat. Saat itu langkah mereka berdua terhenti. Di sekeliling mereka tampak bermunculan bayangan-bayangan yang segera mengepung tempat itu dengan senjata terhunus. Jumlah mereka tidak kurang dari lima orang.
Sian Lee mengernyitkan keningnya. Kemunculan mereka ini sebenarnya tidak mengagetkan bagi Sian Lee karena dengan kepandaiannya yang sangat tinggi, bila dia berkonsentrasi, tiada satu gerakanpun yang bisa lolos darinya dalam jarak tigapuluh li.
Yang mengagetkannya ialah karena orang-orang itu sangat di kenalnya dan mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Di tambah lagi keadaan mereka tampak aneh sekali dengan pakaian serta jubah yang awut-awutan dn mata merah. Mereka adalah Ketua Siauw Lim Pai, Khong Bok Hwesio; Ketua Kun Kun Pai, Pek I cinjin; Ketua Bu Tong Pai; Thian In Kiam Ong; Ketua Cing Ling Pai, Bu Eng Sianjin; serta Ketua Kai Pang Sian Tung Sin Kai.
Namun demi dilihat adanya Khong Bok Hwesio, Sian Lee coba tersenyum dan segera menyapanya: “Apa kabar Khong Bok Losuhu? Baik-baikkah selama ini?”
Hwesio itu tersenyum aneh dengan mata mencorong kemerahan, “Sangat baik Sian-sicu, cuma ada banyak kejadian aneh yang menuntut pertanggungjawaban sicu…” hanya itu saja. Tiada yang lain. Siapapun tahu itu tidaklah cukup di pakai sebagai alasan untuk suatu pertempuran yang membuang nyawa, namun siapa yang mau peduli? Meski Sian Lee mau jawaban yang lebih juga terpaksa hanya bisa tersenyum masam. Karena tubuh ke lima orang itu sudah bergerak menyerangnya dengan dahsyat.
Anehnya, hanya Sian Lee yang mereka serang. Sedikitpun mereka tidak berusaha menyentuh Cui Im Yan. Bahkan melirikpun tidak.
Begitu bayangan ke lima orang itu bergerak, liba sinar senjata yang dahsyat juga bergerak. Sian Lee-pun bergerak. Entah siapa yang lebih cepat, tapi semua berakhir begitu saja. Tak ada suara keluhan maupun teriakan kesakitan, hakekatnya Cui Im Yan yang menyaksikanpun di buat tertegun dan berdecak kagum. Tak habis pikir membayangkan kalau ada manusia yang mampu bergerak sebegitu cepat seperti itu, tapi dia tidak bisa berpikir banyak karena kenyataan sudah terpampang di hadapannya.
Pemuda itu berjalan perlahan menuju ke arahnya.
“Mereka menyerangku hanya mengandalkan kecepatan tanpa jurus silat. Serangan yang sangat berbahaya karena entah aku menghindar atau tidakpun mereka tetap akan menjadi korban senjata kawan yang tidak bias di kendalikan. Tampaknya pikiran mereka di kuasai oleh ilmu I Hun to Hoat tingkat tinggi dan racun perampas ingatan. Itu sebabnya mereka bertindak liar sehingga mudah bagiku untuk menotok mereka.”
“Apa yang akan kau lakukan pada mereka?” Tanya gadis itu sambil memandang pemuda di hadapannya. Terbersit rasa kagum yang tidak bisa di sembunyikan dari tatapan matanya.
Sian Lee tersenyum. “Apa nona punya sebuah mangkok?”
“Ada…” Cui Im Yan lalu mengeluarkan sebuh mangkok dari buntelan pakaiannya dan menyerahkannya pada pemuda tersebut.
Sian Lee mengambil mangkok yang di sodorkan lalu menggigit ujung jari dan mengeluarkan darahnya di atas mangkok tersebut sampai setengah. Cui Im Yan hanya memandangi saja dengan heran. Setelah itu Sian Lee bergerak cepat meminumkan darahnya ke pada kelima ciangbunjin tersebut. Selang lima menit saat khasiat darah gaib itu mulai bekerja dia membebaskan totokan mereka. Kelimanya segera duduk bersila mengatur jalan darah untuk menetralisir hawa di tubuh mereka yang menjadi panas seperti bara api.
Melihat keadaan telah tenang, Sian Lee melepas pengawasan terhadap keadaan di sekelilingnya. Namun tanpa disadari oleh, dua pasang mata yang bersinar lembut dan luas saling pandang sambil menatap tak berkedip ke arah mereka. Saat itu terjadi pembicaraan rahasia di antara keduanya.
“Anak itu menguasai Ajian Cakra Pancasona dan Tapak Begawan Pamungkas…! Apakah kakek usil itu juga sudah sampai di tempat ini?” Bisik yang se orang ke pada rekannya dengan ilmu mengirim suara.
“Tampaknya demikian, tapi apalah artinya, dia toh masih sangat muda?” jawab yang satu, juga menggunakan ilmu mengirim suara jarak jauh.
“Benar masih muda, tapi tidakkah kau lihat getaran tenaga yang di pancarkan oleh matanya, kekuatannya jauh lebih hebat dari Po Tee Giok, bahkan tidaklah di bawah kita berdua…Kemungkinan dia setara dengan guru kita Ki Reksa Sadewa…”
“Kau benar kakang...hebat, walau kita sudah berlatih sekian tahun dengan menggunakan berbagai benda-benda mujizat untuk meningkatkan tenaga dalam, tak nyana masih ada juga tokoh yang bisa menandingi, dan lagi masih sangat muda…”
---000---
Di tempat yang lain, Puncak Bu Tong Pai…
Mayat berserakan di mana-mana. Pertempuran yang besar tampaknya baru saja terjadi, bahkan pertarungan yang lain masih sementara berlangsung antara empat orang. Di undakan tangga aula bangunan Bu Tong Pai, tampak lima orang sedang duduk bersila karena luka dalam. Mereka adalah para pengurus utama Bu Tong Pai yang telah terluka dalam.
Di sisi sebelah sini tampak seorang pemuda berpakaian siucai dengan sepasang senjata Poan-koan-pitnya yang hebat masih sedang menempur dua orang aneh yang sakti. Mereka adalah Siluman Elang Sakti dan Siluman Ular Sungai Kuning.
Sedangkan di sisi yang lain seorang pemuda berpakaian putih yang lain, bergerak dengan jurus-jurus dahsyat bagaikan Rajawali menyambar, dengan sepasang trisula pendek, juga sedang menempur hebat dua orang manusia aneh yaitu Sepasang Siluman Tengkorak Biru.
Pemuda yang pertama bukan lain adalah Kai Ong yang bersenjatakan sepasang pit dengan ilmu Hong In Sian Pit Ciang yang sakti. Sedangkan pemuda yang kedua adalah Liem Kun, murid Hoa San Pai yang mewarisi Kim Tiauw Sian Kang yang dahsyat.
Pertarungan itu masih terus berlangsung dengan seimbang dan dahsyat, tiba-tiba terdengar suara mengguntur yang dahsyat di keempat penjuru: “Hohoho… empat Siluman yang terkenal tidak sanggup menyingkirkan dua orang pemuda yang tidak ternama? Sungguh mengherankan.”
Suara tersebut menyerang dengan hebat ke arah Kai Ong dan Liem Kum. Otomatis konsentrasi mereka terganggu. Di tempat itu tampak dua orang kakek tua bersorban yang berperawakan aneh, logatnya waktu berbicara, tampak seperti bukan penduduk asli tionggoan.
Kai Ong dan Liem Kun bersiaga meningkatkan kewaspadaan. Saat itu tiga bayangan berkelebat tiba dari bawah bukit. Tampak dua orang gadis yang amat cantik serta seorang anak berusia sebelas tahun telah berdiri dekat dengan tempat pertempuran tersebut sambil memandang ke arah kedua kakek bersorban terdebut.
‘Hui-cici, tampaknya kedua kakek ini sekomplotan dengan kedua nenek bersorban biru dan hijau tadi. Apa perlu kita lumpuhkan mereka sekalian?” Suara gadis itu perlahan dan lembut, namun anehnya suara itu dapat terdengar jelas oleh keempat orang yang sedang bertarung tersebut.
Dua orang kakek aneh tersebut terkejut dan melirik sekilas ke arah gadis-gadis yang baru datang itu. Tentu saja mereka mengerti apa arti perkataan gadis berbaju putih itu karena nenek bersorban biru dan hijau yang di maksud pastilah Nini Naga Hijau dan Nini Racun Hitam, rekan mereka yang membantu penyerbuan ke Cing Ling pai. Dan tampaknya kedua orang itu telah tertawan musuh.
“Yong-moi, mari kita Bantu mereka…tawan saja hidup-hidup…” Seru si gadis yang di panggil Hui-cici itu yang langsung menyerbu ke dalam gelanggang pertempuran di ikuti oleh gadis yang satu lagi.
Pertempuran antara kedua kakek bersorban tersebut melawan Hui Giok dan Er Yong berlangsung dengan sangat ramai. Apalagi saat Er Yong meningkatkan ilmunya dengan menggabungkan permainan Hok Mo Cap Sha Kiam Sut dengan Jurus Titisan Dewa Angin serta di selingi Ajian Cakra Bayu yang merampas semangat lawan. Lawannya si kakek bersorban merah keteteran dan terkejut. Ini sama sekali tidak di sangkanya ada orang yang dapat memainkan Ilmu dari para penguasa Kerajaan Atas Angin yang dahsyat tersebut.
Selang sepuluh jurus kemudian terpaksa Si kakak bersorban merah itu harus mengakui keunggulan Er Yong. Pada jurus ke tigapuluh delapan, ajian Cakra Bayu bersarang telak di dada kakek bersorban merah itu yang langsung terlempar dengan dada hangus dan tenaga musnah.
Sementara itu di saat yang sama, Giok Hui juga telah meningkatkan permainan silatnya sampai pada kekuatan puncak dari Ajian Gelap Sewunya yang sakti, meski demikian ternyata kakek bersorban kuning yang menjadi lawannya itu masih mampu menahan pukulannya. Segera dia meloncat ke atas. Dari atas tangannya bergerak-gerak melancarkan Ajian Lebur Samudra, tangannya bersinar biru seketika itu juga. Si kakek bersorban kuning sama sekali tak menyangka akan adanya pukulan yang di takuti rimba hitam ini, namun terlambat. Baru saja kakek itu berseru kager, tubuhnya seudah di lingkupi cahaya kebiruan yang menyerap habis seluruh tenaganya dalam sekejap.
Melihat akan hal ini empat siluman yang di layani oleh Kai Ong dan Liem Kun jadi surut nyali mereka. Segera mereka membanting sesuatu ke tanah yang menimbulkan asap tebal. Di lain saat, mereka telah lenyap sambil membawa tubuh kedua kakek aneh bersorban itu.
Segera Kai Ong dan Liem Kun mendekati kedua gadis itu sambil tersenyum. Sedangkan kelima wakil dari bu Tong Pai itupun mendekati dan mengucapkan terima kasih pada mereka. Berlima.
Kai Ong yang sudah pernah bertemu dengan Hui Giok sebelumnya, sangat gembira ketika melihat gadis itu lagi, segera dia menyapa sang gadis:
“Ahh, selamat bertemu lagi nona Lian Giok Hui, apa kabar selama ini?”
“Baik saudara Kai Ong…Eh bagaimana kalian berdua bisa sampai di tempat ini?” Balas Giok Hui sambil tersenyum simpul.
“Saya kebetulan bertemu dengan saudara Liem Kun ini dalam perjalanan. Beliau inilah yang memberitahu kepadaku mengenai adanya penyerbuan rahasia dari para tokoh golongan sesat tersebut…”
Semua mata kini di arahkan pada Liem Kun. Merasa dirinya di pandangi, mau tak mau Liem Kun akhirnya angkat suara juga: “Kemarin aku sedang beristirahat di kelenteng Kwan Im Bio. Saat aku terbaring di atas palang atap, bayangan keempat Siluman ini muncul dan membuat rencana mereka. Bahkan menyebut-nyebut nama Jit Cu Kiong (Istana Mustika Matahari) dan juga nama Sian Thian San”
“Eh apa yang mereka katakan tentang Sian Thian San…?” Tiba-tiba Er Yong bertanya lebih lanjut dengan nada penasaran.
“Entahlah nona, meraka tidak menyebutkan banyak, hanya katanya…’Sian Thian kosong, segera selesaikan’…”
“Aiiihhh, Saudara Liem, informasi anda sangat berharga sekali, saying kami tidak bias menemani lebih lama, jika ada waktu datanglah ke Sian Thian San…permisi” Lian Giok Hui berseru sambil bersoja kea rah mereka semua di ikuti oleh Er Yong dan Beng Sian. Sesaat kemudian mereka telah membalikkan tubuh tanpa banyak bicara dan melesat meninggalkan tempat itu.
---000---
Sian Lee memandangi gadis cantik bermata biru di depannya itu sambil berdecak kagum. Belum pernah dia melihat seorang gadis yang memiliki mata yang bersinar biru seperti samudra lepas itu.
Tadinya setelah menyelamatkan para ciangbunjin partai-partai besar yang ada, dia terpisah dengan Cui Im Yan yang membawa darahnya untuk di minumkan pada ayahnya. Dalam perjalanan Sian Lee bertemu dengan gadis bermata kebiruan ini yang sedang di keroyok oleh orang-orang Jit Cu Kiong. Segera dia menurunkan tangan membantu mengusir enam panglima Jit Cu Kiong dan semua pengikutnya.
“Nona, mengapakah engkau berurusan dengan Jit Cu Kiong?”
Gadis itu terdiam. Hanya memandang kepadanya dengan sinar mata yang aneh. Sekian lama tanpa suara. Tiba-tiba dia menarik nafas panjang.
“Maukah engkau berteman denganku?” Pertanyaan yang aneh. Hakekatnya jawaban ini tidak berhubungan dengan pertanyaan yang di tanyakan oleh Sian Lee. Namun demikian, Sian Lee melihat sesuatu yang lain di mata itu. Sesuatu yang sangat menyedihkan dan tidak dapat di obati oleh yang lain selain seorang sahabat. Gadis itu sedang kesepan.
“Tentu saja mau, aku mempunyai banyak kawan dan sahabat. Bila di tambah dengan kau, bukankah sangat bagus sekali…?”
“Apakah kau sungguh-sungguh?” Kembali pertanyaan itu di ucapkan. Kali ini dengan mata yang tajam yang coba menjenguk isi hatinya yang terdalam. Sian Lee diam. Dia tidak menjawab dengan jawaban seperti pertanyaan yang sebenarnya tidak perlu di tanyakan. Hakekatnya diapun hanya tersenyum, suatu senyuman yang sederhana, yang keluar dari hatinya yang paling dalam, tapi tanpa di ketahuinya telah merubah hati seorang Iblis wanita maha sakti yang menjadi tangan kiri dari Jit Cu Kiong, Lo Thian Sian Li (Bidadari Pengacau Langit).
“Tapi jika aku adalah musuhmu, masih maukah engkau berkawan denganku?…” Kembali mata itu mencoba menyelidiki kedalaman hatinya.
“Nona, kalau seorang mau berkawan denganku, tidak perduli siapa dia, asalkan dia baik padaku dan tidak merugikanku, maka tiada alasan bagiku untuk menjauhinya…”
Gadis itu termenung beberapa saat. Kepalanya tertunduk tanpa berkata apapun. Ketika dia mengangkat wajahnya, dilihatnya pemuda itu sedang memandangnya dengan penuh kasih. Segera dia akan mengatakan sesuatu, namun saat itulah seseorang melayang mendekat ke arah mereka:
“Sumoi, apa yang kau lakukan? Apakah kau sudah lupa akan sumpahmu…?”
“KAUUU…? Sian Lee terkejut melihat pemuda ini. Karena pemuda ini bukan lain adalah Po Tee Giok. Pemuda itu memandangnya sambil tersenyum-senyum. Saat wajahnya di alihkan ke arah gadis itu, tampak raut wajah yang cantik itu membesi dengan tatapan dingin.
“Akhh, ternyata tadi kau hanya bersandiwara untuk menipuku?” kata Sian Lee dengan suara yang penuh penyesalan
“Sekarang kau tahu siapa aku? Aku adalah Pelindung kiri Jit Cu Kiong Lo Thian Sian Li, Lie Fu Lan…” Tanyanya dengan sinar mata mencorong. Sian Lee melihat ini, tapi tatapan itu masih sama seperti tadi, tatapan menyelidik, walaupun sekarang penuh bertenaga.
Segera dia mengerahkan tenaganya untuk mengirimkan suara jarak jauh ke telinga gadis itu: “Lan-moi, kau tetap sahabatku… dan itu tidak akan berubah…”
Sekilas tampak seurat senyum cerah di wajah gadis itu. Tapi tidak lama. Namun itu cukup bagi Sian Lee untuk memahami hati gadis itu. Saat itulah terdengar bentakan dari Po Tee Giok yang memberi aba-aba kepada sumoinya untuk mulai menyerang Sian Lee dengan ilmu gabungan mereka.
“Kau pergilah, Sian Thian San akan di serbu, jangan habiskan waktu di sini…kau harus melukai aku supaya akupun tidak perlu menyerbu ke sana…” Tiba-tiba suara halus itu terdengar di telinga Sian Lee.
Sian Lee berkonsentrasi melihat serangan mereka yang menebarkan hawa mujizat. Si gadis menyerang dari atas, sedangkan sang pria menyerang dari bawah. Hebatnya, hawa yang di keluarkan dari tangan mereka bagaikan kabut tipis yang menyerang atas bawah, sehingga menghambat pergerakan tangan maupun kakinya.
Diam-diam dia terkejut karena ini mengingatkan dia terhadap salah satu Ilmu dari Sembilan Pusaka Dewa yang sedang di carinya, Thian Tee Kek Sian Ciang (Pukulan Dewa Kutub Langit & Bumi). Ternyata ilmu ini jatuh pada mereka berdua.
Sian Lee tidak mau mengambil resiko. Segera dia kerahkan tenaganya dan tubuhnya melesat kedepan melancarkan pukulan dengan jurus Kwi Jian Pian Tee Sian Ciang (Telapak Dewa Bumi Merantai Ribuan Iblis) yang dahsyat.
Ribuan bayangan telapak dengan hawa mujizat saling tindih di udara, saat pukulan dan tapak mereka bertiga saling beradu. Sian Lee kagum bukan main. Diantara semua yang menguasai ilmu-ilmu dari Sembilan Pusaka Dewa, inilah yang terhebat yang pernah dia hadapi.
Namun Sian Lee bukanlah anak kemarin sore yang baru belajar silat. Benar kata Cui Im Yan bahwa tidak ada yang mengetahui kedalman ilmu silatnya. Inipun terbukti. Tigapuluh jurus mereka bertarung, tapi tak satupun tanda bahwa Sian Lee kewalahan.
Akhirnya dia mengerahkan Tarian Jari Sembilan Dewa yang dahsyat untuk mencecar lawan. Tanpa di sadari keduanya, tiba-tiba Lie Fu Lan terlempar ke belakang dan memuntahkan darah segar dan pingsan. Sedangkan Po Tee Giok jatuh terduduk dengan kedua tangan tergantung lemas di kanan-kiri. Segera dia menggerakkan kakinya dengan ilmu meringankan tubuh, dia lari dari tempat itu sambil matanya melirik sekejab ke arah sumoinya sambil berkata dalam hati:“aku akan balaskan dendammu sumoi…”.
Sementara itu Sian Lee segera menyambar tubuh si gadis yang pingsan dan di bawa lari dari tempat itu dengan kecepatan yang sulit di ikuti oleh mata orang berilmu tinggi sekalipun, “Menjejak Awan, Mengejar Cahaya”….
______________________________
Bagaimanakah nasib Lie Fu Lan? Apa yang terjadi saat Sian Lee terlambat tiba di Sian Thian San yang sudah hancur tinggal puing-puing berserakan? Nantikan pertempuran besar yang akan terjadi saat Sembilan Pewaris Pusaka Dewa bersatu menghadapi Jit Cu Kiong yang di dukung oleh para pesilat-pesilat dari tanah Jawadwipa dalam seri yang ke IV.