Laman

Minggu, 14 April 2013

4. Hancurnya Sian-Thian-San


“JDDAAAAAAAAAARRRR…..”
Suara ledakan yang membahana terdengar di kejauhan. Asap dan api mengepul tinggi terlihat sangat mengerikan menyapu dan membumi-hanguskan semua yang ada di puncak tersebut.
Alam menjadi sunyi. Semua mata dari delapan penjuru tertuju pada puncak tersebut. Kekagetan, ketakutan dan kesedihan semua membayang di wajah mereka yang melihat dari kejauhan. Apalagi saat mereka mengetahui dari mana datangnya suara yang dahsyat tersebut.
“SIAN THIAN SAN HANCUR!…SIAN THIAN SAN HANCUR!...” Teriakan itu sungguh sangat mengejutkan bagi siapapaun yang mendengarnya.
Benarkah Sian Thian San hancur? Benarkah Legenda Para Dewa Pelindung Bulim sudah berakhir. Siapapun takkan percaya. Dan siapapun takkan bisa percaya. Namun yang nampak di depan mata ini bukan hanya suatu khayalan. Semua mata dapat melihat dengan jelas. Jauh di ketinggian puncak sana, Sian Thian San sedang terbakar dan masih terbakar…
---000---
Sesaat setelah terjadinya ledakan di puncak itu, sesosok bayangan melesat sangat sepat. Kecepatannya tak terkira. Melebihi angin, secepat cahaya… Ilmu “Menjejak Angin, Mengejar Cahaya” itu di kerahkan sampai pada tingkat paling tinggi yang bisa di kuasainya, menuju ke puncak Sian thian San.
Beberapa menit kemudian, tampak bayangan-bayangan yang lain melesat naik, menuju ketinggian puncak tersebut. Dalam sekejap mereka tiba di atas. Namun mereka tidak dapat berbuat apa-apa. Nampak hanya berdiri saja seperti patung. Di hadapan mereka tampak pemandangan yang menyedihkan. Semua bangunan yang ada telah rata dengan tanah. Tidak satupun yang tersisa.
Tampak seorang pemuda berpakaian putih dengan rompi kulit harimau putih berdiri di tengah-tengah reruntuhan seperti patung. Matanya memandang kedepan dengan sinar mata mencorong tajam. Di hadapannya tampak enam mayat bergelimpangan dengan tubuh yang hampir hancur. Mereka adalah keenam dewa Peindung Sian stain San yang telah mati. Sementara di samping pemuda tersebut tampak seorang gadis yang amat cantik terduduk sambil menangis tanpa mengeluarkan suara.
Matanya yang bersinar kebiruan itu sangat indah. Siapapun pasti akan terpesona memandangnya. Tapi kini gadis itu menangis. Mengiringi semua kesedihan yang ada di sekitarnya.
“Akhh Lee-ko, kalau saja perjalananmu tidak tertunda karena mengobatiku, tentu tidak begini jadinya…kau…kau bunuh sajalah aku untuk menebus dosa ini…” Suara gadis itu terdengar amat memilukan…
Tiada jawaban dari pemuda di sampingnya. Bahkan bergerakpun tidak. Maka tanpa pikir panjang sang gadis bermata biru itupun tidak tahan lagi. Segera dia angkat kedua tangannya sambil menggerakkan kekuatan tertinggi dari Thian-Te Kip-Kwi-Li-Ciang (Tarian Kitab Iblis Langit Bumi) yang dahsyat, dia memukul ke arah kepalanya.
Sesaat lagi tangan itu pasti menguraikan isi kepalanya yang cantik. Namun saat tinggal beberapa inci dari batok kepalanya, tiba-tiba tangan itu terhenti dan tidak dapat maju lagi. Dua orang telah berdiri di sampingnya, tangan seorang memegang tangan yang lain. Gadis ini heran siapa kedua gadis yang berani menahannya itu. Selagi dia hendak memberontak, sekejap kemudian dia mengurungkan niatnya tersebut.
Matanya tertuju ke depan sana. Tepat di tengah-tengah di antara reruntuhan tersebut tampak sebuah meja batu bulat berdiameter lima meter yang terbagi sembilan bagian besar dengan sembilan warna. Tampak bayangan samar-samar di atasnya dua orang kakek yang sudah tua sekali namun sedang berdiri berhadapan tanpa bergerak. Tidak seorangpun mengenal mereka, kecuali Sian Lee. Karena mereka adalah gurunya serta kakek aneh yang telah mewariskan tiga ilmu silat sakti kepadanya.
Selagi mereka memandangi meja batu bulat tersebut, tampak tubuh Sian Lee melayang kearah meja tersebut dan berdiri di tengah-tengahnya dengan mata tertutup. Sesaat kemudian terlihat bayangan tubuhnya di tengah-tengah kedua orang kakek tersebut yang menyerangnya dengan berbagai gerakan silat yang amat cepat dan dahsyat. Sian Lee juga menyambutnya dengan memainkan delapan jurus Ilmu silat yang aneh sekali dengan sangat cepat dan dahsyat tak terkira bahkan berganti-ganti dengan ilmu lain yang aneh. Hakekatnya merekapun belum pernah melihat ilmu yang aneh dengan perbawa yang dahsyat seperti ini.
“Aiikh...itu Pat Sian Giam Lie Ciang...tapi mengapa begini aneh?...” Sahut seorang anak kecil berusia sebelas tahun dengan wajah keheranan bercampur takjub. Dia adalah Beng Sian, murid tunggal dari Sian Lee.
Tentu saja Beng Sian tidak tahu bahwa saat itu Sian Lee sedang mengerahkan semua jurus ilmu silat yang di ketahuinya termasuk tiga ilmu sakti warisan si kakek aneh itu untuk melawan kedua orang tua itu.
Tubuh mereka bergerak dengan sangat cepat sehingga sulit di ikuti mata ahli silat sekalipun. Sekitar tiga puluh menit lamanya Sian Lee bersilat dengan gerakan-gerakan ilmu silat yang tinggi dan dahsyat, samar-samar dia mendengar suara bergema di telinganya secara bergantian. Ternyata itu adalah suara dari kedua kakek tersebut yang bergantian memberinya petunjuk. Makin lama-gerakannya makin berkurang bahkan akhirnya berada dalam keadaan diam sama sekali sedangkan kedua kakek itu tetap bergerak dengan gerakan yang amat cepat, bahkan kadang-kadang menghilang.
Pertarungan ini sebenarnya adalah berkah yang besar buat Sian Lee. Tanpa di sadarinya, dengan menggabungkan semua pengetahuan ilmu silat yang di milikinya sehingga setelah hampir lima jam pertempuran dengan berbagai petunjuk dari kedua kakek tersebut, dia telah memasuki pemahaman dasar baru yang lebih tinggi atas semua jenis ilmu silat berkat bantuan dari kedua orang kakek tersebut.
Kalau tadi dia bergerak sangat cepat seperti kedua kakek itu sehingga dia hampir kewalahan, namun semakin lama dia bergerak dia semakin memahami inti berbagai pergerakan, kecepatan, tenaga, perhitungan semua dasar ilmu silat yang di mainkan oleh kedua kakek tersebut. Semakin lama gerakannya makin terarah dan sederhana hingga akhirnya mencapai tahap berdiam diri. Namun tampaknya saja dia berdiam karena sesungguhnya dia sedang bergerak dalam kecepatan yang amat sukar di ikuti mata para ahli sekalipun untuk menghadapi serangan kedua kakek tersebut.
Inilah tingkatan tertinggi dalam ilmu silat. Dalam keadaan ini Sian Lee bergerak namun seperti tidak bergerak, diam seperti tidak diam, bergerak dengan ribuan jurus tapi nampak seperti tanpa jurus, bertenaga namun tampak seperti tanpa tenaga.
Tak lama kemudian ketiganya berhenti. Sinar warna-warni yang tadi melingkupi tubuh Sian Lee sirna. Meja Batu Bulat itu telah hancur tak berbekas. Tampak wajah Sian Lee segar dan bersinar-sinar, sedangkan kedua kakek itu nampak letih.
Sian Lee segera berlutut di hadapan kedua orang tersebut: “Lo-Jin, Lee-ji sujud menghadap kau orang tua...Lee-ji tidak mampu menjaga keutuhan Sian Thian Sian dengan baik...” Pemuda itu berlutut dengan kepala tertunduk sedih.
“Jangan sedih anakku! jauh sebelumnya, peristiwa ini sudah di ramalkan oleh para almarhum tetua di Sian thian San ini. Namun ramalan itu juga menyebutkan bahwa dari tengah-tengah kehancuran Sian Thian San akan muncul sang tunas dewa yang akan mempersatukan dua aliran ilmu ke dewaan yang kelak akan menghancurkan kekuatan jahat yang akan merajalela di dunia persilatan.”
Semua terdiam. Peristiwa ini sungguh mengejutkan. Namun mereka tetap diam menatap bibir kakek itu sambil terus menunggu.
“Sian Thian San adalah lambang kebanggaan,perlindungan dan keadilan. Limaratus tahu yang lalu, ada dua kekuatan besar yang muncul di atas dunia ini. Yang pertama adalah Sian Thian San di daratan cina ini, dan kedua Istana Atas Angin di sebuah negeri seberang yang di sebut JawaDwipa. Kedua kekuatan ini merupakan simbol dan lambang kewibawaan dunia persilatan pada masanya dan bahkan masa-masa sesudahnya. Tapi Seratus tahun yang lalu, terjadi bencana di Kerajaan Atas Angin. Karena salah seorang pemimpinnya memberontak dan membebaskan para tahanan abadi dari istana tersebut kemudian meloloskan diri dan mendirikan Istana tandingan yang di sebut “Istana Mustika Langit”... Kakek itu kemudian terdiam sesaat.
“Istana sesat itu bergerak secara rahasia. Bahkan mereka memiliki ilmu-ilmu mujizat yang amat hebat. Tak kalah dengan para penghuni Istana Atas Angin sendiri. Mereka bahkan hampir menguasai istana itu kalau saja tidak muncul sahabatku ini, si Kakek Sakti Penunggang Jagat yang meredam kekuatan mereka. Namun demikian, Kekuatan Istana Mustika Langit ini tidaklah musnah, bahkan tokoh sakti yang saat ini memimpin Istana tersebut memiliki ilmu yang amat mengerikan dan dahsyat bahkan boleh dikata seimbang dengan kami. Dia berumur empatpuluh tahun dan memiliki julukan “Maharaja Mustika Langit”...”
“Maaf Lo-cianpwe, siauw-tit hanya ingin tahu, apakah hubungannya mereka dengan Jit Cu Kiong?” Tiba-tiba Hui Giok bertanya. Hakekatnya pertanyaan ini ingin juga di dengar oleh semua orang, maka merekapun lebih memperhatikan lagi.
“Keduanya setali tiga uang, berasal dari akar yang sama. Hanya saja Jit Cu Kiong (Istana Mustika Matahari) sengaja di bangun di daratan tionggoan ini dan di kepalai oleh tiga murid terpandai dari si Maharaja Mustika Langit. Mereka adalah Si Penunggang Angin, Si Penghancur Bumii. Tujuan mereka ialah menghancurkan Sian Thian San, Istana Atas Angin dan menguasai dunia persilatan serta membentuk dunia baru yang berdasarkan ideologi mereka...”
“Eh, bukankah ada tiga, siapakah yang satu lagi? Liem Kun bertanya dengan suara penasaran.
Kakek itu tersenyum. Tapi matanya di arahkan kepada salah satu dari antara mereka, yakni si cantik Lie Fu Lan. Demi mendapat tatapan tajam dari sang kakek, si gadis tak kuasa menahan, akhirnya dia menundukkan kepalanya dan berkata dengan suara perlahan:
“Itu...aku adanya, ya...akulah si Dewi Pengacau langit dari Jit Cu Kiong...”
“Iiikhh...kalau begitu kau memata-matai kami?” Lu Kong Ci berteriak marah sambil bersiap untu menyerang. Begitu juga teman-teman yang lainnya.
Namun sebelum mereka berbuat apapun, Sian Lee sudah menarik Fu Lan ke sampingnya.
“Jangan ganggu dia, sekarang dia bagian dari kita...” Katanya sambil menatap tersenyum.
“Tapi..?” Kembali Kong Ci menyahut, tanda tak mengerti.
“Percayalah Lu-heng, jika dia seperti yang kau pikirkan, kedua-suhu pasti takkan membiarkannya.”
Lu Kong Cu terhenyak, dia pikir benar juga. Akh masa hal sesepele itu saja tidak terpikirkan olehnya. Diam-diam dia menjadi malu dan mengangguk-angguk diam.
Kakek itu juga terdiam. Begitu pula kakek aneh di sebelahnya. Sampai lama tiada seorangpun yang bersuara. Hening....
Siapapun juga sedang tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing. Terlalu banyak kejutan yang mereka alami dan dengarkan. Semua mulai tertunduk dan menilai diri serta kemampuan masing-masing.
Entah berapa lama keadaan seperti ini. Tiba-tiba suara mereka di pecahkan oleh suara lembut si kakek aneh:
“Mulai saat ini kalian akan menghadapi lawan-lawan yang lebih tangguh, itu sebabnya kami berdua akan mematangkan semua ilmu dewa yang telah kalian pelajari agar dapat di gunakan dengan sempurna. Asal kalian bertujuh berlatih dengan tekun, dan dengan tingkat yang kalian miliki di tambah pil dewa, rasanya tidak akan lebih dari sebulan kalian akan mendapat banyak kemajuan.”
Mendengar akan hal ini, ketujuh orang yang berdiri di belakang Sian Lee ini lalu menjatuhkan diri berlutut dan berterima kasih. Demikianlah Kai Ong dengan Hong In Sian Pin Ciangnya, Lu Kong Ci dengan Cui Beng Sian Kiam ciangnya, Lian Hui Giok dengan Hok Mo Cap Sha Ciangnya, Cui Im Yan dengan Pak thian Sian Hui Kiamnya, Liem Kun dengan Kim Tiauw Sian Kangnya, Hong Er Yong dengan Thian Liong Sip Pat Kiamnya, Lie Fu Lan dengan Thian Tee Kek Sian Ciangnya, Dan terakhir, seorang pemuda yang berada di bagian paling belakang. Pemuda ini tidak terlalu tampan. Namun tubuhnya tegap dan kokoh bagai batu karang.
Semua orang memandangnya dengan heran karena hakekatnya tidak ada orang yang mengenalnya. Namun setelah pemuda itu memperkenalkan diri, ternyata dia adalah Tio Kim Jin dari keluarga Tio pewaris ilmu Lam Tee Sian Hui To (Golok Terbang Dewa Bumi Selatan), salah satu dari Sembilan Pusaka Wasiat Dewa yang dahsyat.
Selama sebulan penuh mereka di haruskan bersamadi dan berlatih silat melalui daya pikiran. Cara melatih ilmu seperti ini sangat aneh dan berbahaya sekali karena tubuh mereka tidak bergerak dan tidak makan hanya pikiran mereka yang berkerja sesuai dengan arahan-arahan dari kedua kakek sakti tersebut, namun ternyata setelah di lewati, ternyata membawa hasil yang besar sekali. Walau hanya satu bulan, namun hasil yang mereka telah capai adalah sama dengan hasil latihan empat puluh tahun. Apalagi di tambah dengan pil dewa penambah tenaga.
---000---
Sian Lee mengajak Beng Sian meninggalkan puncak yang telah hancur itu. Meninggalkan ke tujuh rekan-rekannya bersama kedua orang gurunya yang akan melatih dan memperdalam ilmu mereka. Hanya sekejap saja tubuhnya telah berada di bawah dari puncak Sian Thian San tersebut. Keadaannya sangat jauh berbeda dengan beberapa jam sebelumnya. Dengan adanya pemahaman baru dalam ilmu silatnya, dia sesungguhnya telah menjadi seorang mahaguru yang sangat sukar di cari tandingannya.
“Kongcu...!” Tampak seorang pemuda memanggil Sian Lee dengan tubuh gemetar dan mata penuh air mata. Pemuda itu datang bersama keempat rekannya. Sekejap kemudian pemuda itu berlutut, diikuti oleh rekan-rekannya yang berlutut juga di sampingnya. Mereka adalah lima dari enambelas pengawal yang sempat selamatkan diri dari penyerbuan.
“Bangunlah, dan ceritakan apa yang terjadi?” Sian Lee tetap tenang dan menyuruh mereka berdiri.
Sejenak keempat orang itu berdiri dengan kepala tertunduk. “Kami tiba-tiba di serang oleh tigabelas orang kakek bersorban yang amat sakti. Kepandaian mereka tidaklah di bawah dari enam Pelindung bahkan mungkin setingkat di atas enam pelindung. Terjadi pertempuran yang dahsyat selama setengah hari, tapi kemudian enam pelindung dan kami juga tidak dapat bertahan. Saat mereka memasang peledak di sekeliling puncak, pelindung ke-enam sempat melemparkan kami ke bawah sebelum akhirnya dia mati terkena pukulan yang dahsyat.”
“Sekarang apa yang akan kalian lakukan?” Tanya Sian Lee dengan penuh selidik pada mereka.
“kong-cu, kami ingin terus mengabdi. Namun kami kawatir kalau tenaga kami hanya akan merepotkan kongcu saja?!” Kembali jawab pemuda itu dengan suara kaku dan setengah menyesal.
“Hemm, mendekatlah, aku akan membantu kalian...” Tiba-tiba tubuhnya berkelebat mengelilingi ke lima pengawal tersebut. Tangannya bergerak ke arah tubuh mereka masing-masing sambil menotok seluruh nadi penting di tubuh mereka. Setelah itu dia menyuruh Beng Sian mengambil mangkok besar. Di lukainya ujung jari tangannya dan mendorong keluar darahnya dengan tenaganya. Setelah itu dia mulai meminumkan datah tersebut kepada mereka berlima. Dan menyuruh mereka bersamadi sambil saling menempelkan tangan selama enam jam.
“Setelah bersemedi selama satu hari satu malam, maka kekuatan kalian akan meningkat duapuluh kali lipat dari sebelumnya. Tubuh kalian juga kebal dengan racun. Asal kalian rajin berlatih, kalian akan menjadi jago-jago yang pilih tanding. Aku mau kalian menyebar dan menghimpun kekuatan. Bila tiba saatnya Sian Thian San akan bangkit lagi untuk menggempur musuh, aku akan sangat membutuhkan bantuan kalian. Hanya ingat! Jauhi kejahatan dan jalan-jalan sesat.”
Setelah berkat demikian Sian Lee dan Beng Sian lenyap dari tempat tersebut menuju ke arah selatan. Tujuan mereka hanya satu, mencari jejak ketigabelas tokoh penyerbu Sian Thian San dan istana Jit Cu kiong.
---000---
“Hahahahahaha.... akhirnya Sian Thian San hancur juga...Rasakan pembalasanku...!” Po Tee Giok berdiri di atas singasana Istana Jit Cu Kiong sambil tertawa senang. Ambisinya untuk menghancurkan Sian Thian San dan menguasai dunia persilatan akan segera terwujud.
Di hadapannya tampak empat orang kakek aneh. Mereka bukan lain adalah Thian Tee Bong Su-kwi (Empat Iblis Kuburan Langit Bumi). Mata mereka memandang ke arah pemuda tersebut dengan sinis.
“Huh, apa yang kau sorakki? Perjuangan kita masih jauh dari keberhasilan.…” Seru orang tertua.
Po Tee Giok terdiam. Matanya memandang dengan sinar tajam ke arah mereka. “Dunia kang-ouw sekarang telah kehilangan pegangan mereka yang paling di harapkan. Kalau aku tidak gembira menyambut hal ini, lantas Su-Wi suhu suruh aku harus bagaimanakah?...”
“Ini memang hasil yang bagus, namun belumlah merupakan kemenangan. Masih ada musuh-musuh tangguh yang harus di hadapi…dan mereka sekarang sudah menyadari keberadaan kita. Setidaknya haruslah ada ada rencana yang matang untuk menghadapi serangan balik mereka…”
Pemuda itu mengerutkan kening. Dia hendak bicara, namun di urungkan juga karena di sampingnya tiba telah berdiri dua orang kakek dan nenek yang berperawakan aneh, serta seorang pemuda bertampang asing yang lebih tua lima tahun darinya. Segera Po Tee Giok menjatuhkan diri berlutut.
“Murid Poo Tee Giok menghadap guru berdua…serta suheng.?”
Perawakan Kakek dan nenek tersebut tidak seperti orang pribumi kebanyakan. Pakaian merekapun aneh bentuknya dan tampak seperti dari golongan ningrat berdarah biru. Namun yang menarik dari mereka adalah sinar mata mereka yang amat lembut.
Sinar mata seperti ini adalah tanda orang yang sudah mencapai tingkat tenaga dalam yang amat sempurna. Sementara bersujut, Po Tee Giok mendengar suara nenek itu:
“Po Tee Giok, benar apa yang di katakan keempat gurumu itu, masih banyak tugas yang harus kau kerjakan utuk mencapai keberhasilan. Suhengmu ini baru saja kembali dari Istana Mustika langit di Jawadwipa. Mulai sekarang dia akan memperkuat kekuatanmu di tempat ini.”
“Baik subo, namun sangat di sayangkan, sumoi telah terluka parah saat bertanding dengan si bangsat Sian Lee, dan sekarang dia lenyap tidak tahu kemana?...suatu saat nanti, aku akan membalas sematian sumoi...” Suara Po Tee Giok terdengar penuh kemarahan.
“Jangan khawatir, suhengmu akan menyelidiki masalah ini. Namun kau, segeralah bersiap. Jika enam Panglima Iblis dari Istana Mustika Langit dan empat Putri Gaib telah tiba, kita akan segera bergerak besar-besaran untuk menyempurnakan kekuasaan kita di tionggoan ini.” Kali ini si Kakek yang menjawab sambil terkekeh-kekeh.
“Maaf suhu, seberapa hebatkah kepandaian mereka dan berapa lama lagikah kita harus menunggu?” Kembali Po Tee Giok bertanya penasaran.
Tampak kakek itu menarik nafas panjang dan menjawab:
“Hemmn, Enam panglima Iblis mungkin setingkat dengan kepandaianmu saat ini, tapi ke-empat Putri Gaib adalah putri-putri pelindung Istana Mustika Langit yang sangat sakti. Satu orang saja dari mereka setingkat di atas suhengmu dan hampir menyamai kepandaian kami sendiri. Paling lambat mereka akan tiba satu setengah bulan lagi, oleh karena itu pergunakanlah waktu yang singkat ini untuk terus berlatih memperdalam ilmumu.”
“Baik suhu, tapi ada satu lagi yang menjadi pertanyaanku, bukankah kekuatan kita sudah cukup untuk menggempur para jago dari berbagai di tionggoan ini, kalaupun hanya sisa-sisa manusia-manusia tak berguna dari Sian Thian San termasuk si bangsat yang menamakan diri Pengelana Tangan Sakti itu, bukankah suhu dan subo sendiri bisa menghadapinya?”
“Hemmn, engkau terlalu menganggap enteng lawan, kami sudah melihat seperti apa adanya pemuda yang kau maksudkan itu, dalam hal ilmu silat mungkin kami masih sanggup menandinginya, tapi dia telah menguasai ilmu rahasia Darah Gaib yang sangat sakti. Sekuat apapun kami tetap tidak akan dapat menandinginya. Satu-satunya jalan ialah mencoba ilmu baru ciptaan Maharaja Mustika Langit yang khusus di ajarkan pada empat Putri Gaib.”
---000---
Waktu satu bulan setengah berjalan begitu cepat.
Sian Lee sedang termenung di atas batu karang di tepi laut Po-Hai. Pikirannya berkecamuk. Penyelidikannya selama satu bulan ini telah membawanya menyadari bahwa lawan-lawan yang akan mereka hadapi bukanlah lawan yang enak.
Sampai lama dia termenung, tiba-tiba, tubuhnya bergerak. Dalam kecepatan yang amat mengagumkan tubuhnya seolah menghilang dari tempat berdirinya. Saat itu juga tidak terdengar suara apapun. Tiba-tiba batu karang yang di dudukinya tadi berhamburan dan sirna bagaikan debu di tiup angin. Diam-diam Sian Lee terkejut sekali segera dia memandang ke arah datangnya serangan tersebut.
Dia terkejut sekali karena di depannya telah berdiri tiga orang gadis yang cantik dengan dandanan minim. Ketiga gadis ini tak kalah cantiknya dengan gadis-gadis yang pernah di temuinya. Hanya saja dari raut wajah, dan bentuk pakaian mereka, dia dapat menduga tentu mereka dari daratan yang sama dengan si Kakek Aneh yang mengajarkannya tiga ilmu sakti. Segera dia menyapa mereka:
“Maafkan cahye yang tidak tahu kehadiran nona sekalian sehingaga tidak menyambut dengan selayaknya...siapakah adanya nona bertiga ini?”
Gadis yang di tengah tersenyum manis dan berbicara dengan bahasa yang kaku namun suaranya merdu: “Maaf tuan, kami baru tiba di daratan cina ini. Namaku Tara Gita, ini adik-adik seperguruanku Tara Ningrum dan Tara Murti. Masih ada lagi kakak kami yang paling tua Tara Shinta, sayangnya dia sudah mendahului kami bersama keenam pengawal kami untuk bertemu dengan paman dan bibi guru kami.”
Setelah tersenyum sejenak, kembali gadis manis yang bernama Tara Gita itu melanjutkan: “Kami melihat tuan termenung, sehingga adikku telah lancang menjahili tuan. Sekali lagi kami mohon maaf.”
“Akhh, tidak apa-apa, jika kalian tidak bermaksut merugikan orang lain, maka lupakan saja kejadian tadi.” Sian Lee sudah menemukan ketenangannya dan segera membalas sambil tersenyum.
“Terima kasih tuan, anda baik sekali. Aku melihat tuan bisa menghindari serangan dengan begitu mudah, apa tuan termasuk salah satu pendekar terhebat di tanah cina ini?”
Pertanyaan ini membuat Sian Lee melengak dan tersipu-sipu.
“Hahaha, kalau hanya kepandaian sepertiku, mana ada harganya untuk di golongkan Pendekat Terhebat...masih banyak yang lain lagi.”
Ke tiga gadis itu saling menatap dengan sinar mata kagum. Tak di sangka baru saja mereka turun dari kapal, sudah bertemu dengan seorang jago yang mereka percayai ilmunya pasti tidaklah di bawah kepandaian mereka perorangan. Otomatis timbul rasa hormat mereka.
“Hemmn, sebenarnya kami masih ingin berbincang lama, namun waktu kami terbatas, lain kali saja kita bertemu lagi, kami mohon diri.” Selesai berkata demikian, mereka tersenyum dan berkelebat dari tempat itu.
Sian Lee terhenyak. Heran dia, mengapa banyak sekali orang-orang asing dari JawaDwipa datang ke daratan Tionggoan ini. Bahkan kepandaian merekapun tidaklah rendah. Apakah mereka bagian dari Istana Mustika Langit? Diam-diam dia mulai khawatir sampai akhirnya dia mendesah: “Akh, lawan begini banyak, bagaimana menghadapinya?”
“Hihihi...kau memiliki ilmu maha sakti, masakkan engkau takut?” Tiba-tiba sebuah suara yang amat merdu menimpali desahannya. Sian Lee terkejut sekali. Bagaimana mungkin dia tidak mendengar ataupun mendeteksi kehadiran seseorang dalam jarak tigapuluh li dari tempatnya, diam-diam dia menyesal atas keteledorannya.
Kali ini dia lebih tekejut lagi, karena orang yang mengeluarkan suara itu adalah seorang gadis yang amat cantik dan ayu bukan main. Dia terpesona! Gadis ini begitu cantik, setelah di amati tampaknya wajah gadis itu mirip-mirip ketiga gadis tadi namun juga tidak mirip. Dengan pakaian yang putih dari bahan halus seperti gadis-gadis daratan lainnya, bahkan yang ini lebih cantik lagi dengan tubuh yang indah. Gadis itu duduk di bawah pohon yang tak jauh dari situ.
“Nona ini...?”
“Aku adalah Sim Sian Li...di negeri Jawa Dwipa aku di kenal sebagai Rara Ayu, aku murid kakek Aneh Penunggang Jagat...?” Belum selesai Sian Lee bertanya, bibir manis yang merekah dari gadis itu telah memotong pembicaraannya bahkan memberi jawaban dengan lancar. Tentu saja dia tertegun dan makin terpesona memandang bibir tersebut.
Kembali gadis itu melanjutkan: “Aku mengenal tentang dirimu dari guruku, bahkan katanya kaupun telah mewarisi tiga jenis ilmu rahasia dari Istana Atas Angin kami?”
“Akh...nona, sebenarnya akupun tak menyangka namun...”
“Bagus, sekarang sambut seranganku...” Kembali gadis itu memotongnya sambil tubuhnya bergerak seebat dengan kedua tangan bergerak cepat mengeluarkan serangan yang dahsyat dengan jari-jari mungilnya yang mengeluarkan hawa pedang yang menggiriskan.
Diam-diam Sian Lee mendongkol juga dengan gadis ini. Datang-datang langsung menyerang. Tapi apa boleh buat, serangan itu sangat dahsyat, jika dia mandek saja, akan tidak baik buatnya. Segera dia bergerak mengikuti arah serangan lawan sambil mengerahkan ilmu meringankan tubuhnya. Di lain saat terjadilah pergantian jurus yang amat cepat dan dahsyat.
Berkali-kali sang gadis mengeluarkan ilmu-ilmunya yang aneh, namun Sian Lee juga menandinginya dengan ilmu-ilmu yang tak kalah aneh lagi. Akhirnya gadis itu berhenti.
“Huh, kalau engkau hanya bisa memakai tiga ilmu warisan guruku, bukankah engkau terlalu memandang rendah diriku? Kalau begitu sambut Ajian Batara Naga Mas yang satu ini..Heaaaahhhh”
Serangan yang satu ini luar biasa sekali. Segala sesuatu yang bergerak sejauh empat tombak seperti dari tempat itu seperti berhenti bergerak. Sian Lee pun terkejut di buatnya. Pukulan itu di lakukan dalam jarak dua tombak. Datangnya juga amat cepat melebihi angin.
Tak berani ayal, Kaki Sian Lee tertancap di tanah sebatas lutut. Tubuhnya terdiam dalam keheningan, namun pengaruh hawa yang keluar dari tubuhnya amat kuat melawan pengaruh dari Ajian Batara Naga Mas tersebut.
Dalam keadaan diam itulah, sesungguhnya tubuh Sian Lee sedang bergerak dengan kecepatan yang amat mengagumkan sambi mengeluarkan Ajian Tapak Begawan Pamungkas untuk menahan ajian sang gadis.
Tidak ada ledakan yang terjadi akibat pertemuan kedua tenaga dahsyat tersebut. Terjadi ledakan yang mat keras di iringi debu yang mengepul tinggi, setelah itu angin bertiup kencang dan semuanya tampak tenang dan mereka saling mengawasi dengan penuh selidik. Ternyata sesaat sebelum kedua pukulan mereka bertemu, keduanya segera menghentakkan pukulan mereka sehingga berbelok menghantam tanah di depan mereka.
Hal ini luar biasa sekali. Kalau tenaga dalam mereka tidak amat kuat, mereka pasti akan terluka dlam. Biasanya hanya para tokoh angkatan tua yang tenaga dalamnya sudah sempurna saja yang bisa melakukannya. Gadis itupun tersenyum. Sian Lee-pun ikut tersenyum. Saat tubuh mereka berkelebat lenyap, di tempat mereka berdiri telah membentuk lubang sedalam dua meter.
---000---
Puncak Siong San, dimana Siauw Lim Pai telah berdiri dengan megahnya selama ratusan tahun tampak tegang. Tak seorangpun tahu, tiba-tiba lonceng besar yang terdapat di tengah-tengah pendopo lenyap tanpa bekas.
Tak seorangpun tahu siapa yang mengambilnya. Ini membayangkan betapa tingginya ilmu pencuri tersebut.
Hari itu Siauw Lim Pai kedatangan tamu. Tamu ini bukan sembarang tamu. Khong Bhok Hwesio sendiri yang menyambutnya di iringi oleh seluruh jago-jagi Siauw Lim Pai yang ada serta tak kurang dari seratus limapuluh orang.
Siapa tamu istimewa yang mendapat penyambutan istimewa ini? Mereka tak lain tak bukan adalah empat orang gadis cantik bersama seorang pemuda tampan yang bukan lain adalah Po Tee Giok sendiri.
Di belakang mereka tampak duaratus orang yang di pimpin oleh enam orang berpakaian panglima perang yang aneh sekali.
“Khong Bhok Hwesio, aku Po Tee Giok ketua Jit Cu Kiong memerintahkan kau untuk tunduk di bawah perintah kami. Kalian takkan punya jalan mundur selain mengabdi kepada Istana Mustika Matahari. Kalau kalian menolak, kami akan membumi hanguskan puncak Siong-san ini sama seperti Sian Thian San...” terlihat senyum menyeringai dari Po Tee Giok yang pongah dan angkuh.
“Omitohud..., sicu terlalu memandang rendah Siauw Lim Pai kami ini. Bagaimanapun juga Siauw Lim Pai di puncak ini adalah lambang kejayaan ratusan tahun...kami takkan tunduk di bawahperintah siapapun juga.” Sahut Khong Bhok Hwesio dengan tenang.
“Kalau begitu aku rasa kita tidak perlu banyak bicara karena kalian sendiri yang mencari mati!...” teriak Poo Tee Giok, segera dia membari aba-aba. Serentak seluruh anak buahnya menyerbu sehingga terjadilah pertempuran yang seru.
Korban mulai berjatuhan, namun paling banyak dari pihak siauw Lim Pai. Kenyataannya seluruh pertempuran yang terjadi adalah berat sebelah karena lawan terlalu kuat. Hanya ada beberapa tokoh Siauw Lim Pai dari angkatan tua yang boleh bertahan sama kuat, tapi itupun tidak lama.
Tidak sampai tengah hari pertempuran terhenti. Tampak para hwesio Siauw Lim Pai tergeletak dengan luka-luka dan banyak yang mati. Beberapa tokohnya tampak duduk bersila untuk memulihkan luka dalam mereka.
“Hahaha...bagaimana Khong Bhok Hwesio, masihkan engkau berkeras untuk tidak mau tunduk di bawah Jit cu Kiong?” Kembali terdengar suara Po Tee Giok yang diiringi tawa menyeringai.
“Omitohudi...keputusan kami sudah bulat. Apapun yang terjadi kami tidak akan menyerah...”
“Bangsat hidung kerbau keras kepala, matilah...” Sangking gusarnya, Po Tee Giok tak dapat menahan dirinya lagi. Matanya berkilat kemerahan. Satu pukulan bentuk bola tenaga yang amat dahsyat di lancarkan. Sudah tentu pukulan ini amat hebat dan tidak dapat di tahan oleh hwesio yang sudah lemah tersebut.
Khong Bhok Hwesio memejamkan mata menunggu kematian...
Namun kematian itu tak kunjung datang juga. Sesaat pukulan itu akan menghantam Khong Bhok Hwesio, tiba-tiba tampak sepasang tangan halus yang bertenaga amat kuat menangkis pukulan tersebut.
Tangan tersebut amat lincah. Tidak ada bunyi yang di timbulkan saat pukulan Po Tee Giok bertemu dengan tangan halus itu. Ajaib, karena tangan itu tidak hancur, melainkan bergerak menangkap bola pukulan tersebut dan dengan entengnya membelokkan ke arahnya ke pohon terdekat.
“Dhuaaaaaarrrr.....” Pohon tersebut hancur berkeping-keping. Po Tee Giok melengak kaget, sekejap dia memperhatikan bayangan seorang gadis yang amat cantik.
“Kau...” Po Tee Giok terkejut saat melihat seorang gadis yang dapat menyambut pukulannya. Namun bukan ke arah sang gadis tersebut saja sumber keterkejutannya, melainkan pada pria yang berdiri di samping gadis tersebut. Dia sangat mengenal sekali pria tersebut...
---000---
Sementara penyerangan di puncak Siong San terjadi, gerakan yang lain juga terjadi di tempat yang cukup jauh dari situ, yaitu di Bu Tong San. Tiga belas orang bersorban warna-warni di pimpin oleh si Penunggang Angin menyerang Bu Tong Pai yang saat itu sedang tidak siap.
Pertempuran itupun tidak lama. Para penyerang terlalu tangguh, sementara para pemimpin teras Bu Tong Pai tidak berada di tempat. Syukurlah di saat-saat yang genting muncul tujuh orang yang memberi bantuan sehingga menyelamatkan Bu Tong Pai dari kehancuran. Mereka tidak lain adalah Kai Ong dan kawan-kawan yang baru saja turun dari Sian Thian San dan sedang mencari Sian Lee.
Terjadi pertempuran yang dahsyat antara tokoh-tokoh sakti jaman itu. Gerombolan Jit Cu Kiong tidak menyangka jika mereka akan mendapat perlawanan yang demikian hebat.
Si Penunggang Angin yang melihat Lie Fu Lan, sumoi-nya berada di antara ke tujuh orang tersebut segera bergerak menghampiri sambil berseru:
“Sumoi, apa maksudmu? Mengapa kau membantu pihak musuh?”
“Kok suheng, maafkan aku, sekarang aku tidak berpihak pada Jit Cu Kiong lagi...” Seru Fu Lan sambil tersenyum ke arah Si Penunggang Angin yang ternyata adalah she Kok tersebut.
Gadis ini tersenyum. Manis sekali, yah, hakekatnya tidak pernah sang suheng melihat senyuman cerah dari sang sumoy. Diam-diam dia heran.
“Sumoi tahukah kau bahwa subo juga ada di sini?”
“Aku tahu suheng, aku dapat merasakan hawa pembunuhnya!” Sahut si gadis tenang.
“Hik..hik..hik, kalau kau sudah tahu mengapa kau tidak segera berlutut dan memberi melapor?" Tiba-tiba muncul sebuah bayangan si nenenek aneh yang langsung berdiri di hadapan Fu Lan.
“Maafkan murid yang tidak berbakti, subo! Tapi murid tidak lagi bisa mengikuti Jit cu Kiong...” Kali ini Fu Lan berbicara dengan kepala tertunduk.
“Bagus, kalau kau tidak sehaluan lagi, matilah...!” Kata si nenek dengan suara geram. Segera dia mengangkat tangan hendak memukul, namun dua buah bayangan lain bergerak di menghalangi di depannya.
“Lan-moi, biar kami saja yang melawan mereka...” Menyusul Lian Giok Hui dan Hong Er Yong yang telah menghadang dengan senjata terhunus di tangan.
“Siapa kalian?” Nenek itu bertanya dengan ketus sambil memandang dengan mata berkilat.
“Tidak perlu tahu siapa aku, kalau engkau hendak menyusahkan Lan-moi, aku takkan membiarkanmu...” Giok Hui segera bergerak menyerang sambil mengerahkan jurus Thian Liong Sip Pat Kiam Sut-nya.
Nenek itu mendengus melihat serangan lawan. Diam-diam dia terkejut karena lawannya yang masih muda ini ternyata memiliki ilmu yang dahsyat. Segera dia mengerahkan salah satu ilmu tongkat paling saktinya yaitu “Ilmu Seribu Tongkat Menyengat Dewa” .
Gerekan-gerakannya aneh. Tak kalah anehnya dengan Thian Liong Sip Pat Kiam Sut dari Giok Hui. Dengan ini mereka bertempur sebanyak limapuluh jurus dengan imbang.
Sementara Si Penunggang Angin kemudian di hadapi oleh Hong Er Yong yang mencecarnya dengan kedahsyatan ilmu pedangnya yang di mainkan bergantian menggunakan payungnya serta pedang tipis pendek di tangan kiri. Walaupun memiliki ilmu-ilmu yang sakti, namun Si Penunggang Angin tak mampu berbuat banyak untuk mengalahkan lawannya karena Er Yong juga telah mengerahkan kedua ilmu pedang “Sepuluh Jurus Titisan Dewa Angin” dan “Hok Mo Cap Sha Kiam Sut” dengan dahsyat.
Di sebelah, Lian Giok Hui juga berkutat keras dengan si nenek aneh yang sakti. Pengerahan “Thian Liong Sip Pat Kiam Sut” yang di lambari “Ajian Lebur Samudra” serta “Ajian Gelap Sewu” membuat sang nenek tidak mampu mendesak lebih. Karena dia tahu kedahsyatan Ilmu Lebur Samudra yang mampu menghilangkan tenaga lawan, apa lagi Ajian Gelap Sewu yang memiliki perbawa menggidikkan sangking dahsyatnya.
Sementara Fu Lan telah mengundurkan diri dan bergabung dengan Kai Ong bersama rekan-rekan lainnya untuk menahan gempuran tiga belas kakek sakti bersorban yang sakti. Ternyata dengan kepandaian mereka sekarang, tidak susah takut akan kalah.
Akhirnya, karena tidak melihat jalan keluar yang lebih baik, maka pihak Jit cu Kiongpun akhirnya mengundurkan diri.
---000---
“Mau apa kau di sini?” Kembali suara Po Tee Giok membentak.
“Huh, Po Tee Giok, engkau membuat onar di mana-mana, kalau aku tidak melenyapkanmu, akan sulit rasanya membayangkan lebih banyak korban yang akan berjatuhan sebagai hasil pekerjaanmu yang penuh kelicikan...” Sian Lee menyahut dengan tenang, namun matanya berkilat-kilat manahan emosi.
“Bangsat, apa kau kira aku takut padamu, huh, kau rasakan kesaktian empat Putri Gaib?” Sesudah demikian, dia memberi tanda pada keempat putri gaib untuk maju.
Keempat putri itu memandang pada Sian Lee sejenak. Tiba-tiba Tara Gita bersuara:
“Tuan, sayang pertemuan kita kedua ini sebagai musuh...?”
“Benar...sangat di sayangkan sekali, namun apa boleh buat, aku tak dapat membiarkan kejahatan merajalela...”
“Baik, kalau begitu kami berempat tidak sungkan lagi”
“Silahkan...” Jawab Sian Lee singkat. Namun saat keempat gadis itu hendak bergerak menyerang, tiba-tiba bayangan Sim Sian Li mendahului menyerang:
“Huh, apak kalian pikir aku hanya patung?...”
Sejenak keempat gadis itu memendang ke arah Rara Ayu dengan pandangan mata menyelidik.
“Eh, apakah engkau murid istana Atas Angin yang berjuluk Putri Awan dan Angin?" Tanya Tara Shinta.
“Tak usah banyak bicara, lihat pukulan....” Berkata demikian, Rara Ayu sudah menyerang dengan jurus-jurus yang mematikan dan dahsyat. Dengan begitu pertempuran empat lawan satupun terjadi dengan amat hebat.
Sian Lee membiarkan saja karena dia percaya akan kepandaian Rara Ayu. Matanya terus memandang Po Tee Giok dengan tajam. Perlahan-lahan dia melangkah mendekati pemuda tersebut. Saat itu di samping Po Tee Giok telah muncul seorang kakek yang berperawakan seperti pembesar. Di lihat dari dandanannya, Sian Lee berani memastikan bahwa kakek ini pasti datang dari daerah yang sama dengan Kakek Penunggang Jagad.
“Orang muda semangatmu besar, namun kau bukan tandinganku, menyingkirlah...” Katanya sambil mengibaskan tangannya ke arah muka Sian Lee. Kontan serangkum angin yang amat dahsyat menyerang Sian Lee...
Sian Lee tersenyum. Namun tangannya tidak tinggal diam. Dia menggerakkan tanganya di kibaskan ke arah serangan kakek tersebut. Terjadi benturan tenaga kasat mata. tapi kakek itu terkejut karena tenaganya seolah-olah lenyap di telan samudra yang luas.
“Bagus anak muda, kau sambutlah Ajian Brajakirana-ku!”
Dari tangan kakek itu melesat sebuah sinar biru kehitam-hitaman sebesar jari kelingking. Sinar itu bergerak tidak terlalu cepat, namun dahsyatnya bukan kepalang. Dari tempat Sian Lee berdiri, dia merasakan tenaga pukulan lawan yang aneh karena hawa pukulan itu membekukan semua gerakannya sehingga dadanya terasa sesak.
Keadaan ini berlangsung sangat cepat, namun walau demikia Sian Lee bukan petarung kemarin sore. Hanya dalam sekejap saja, segera Sian Lee sadar bahaya dari pukulan tersebut. Segera dia mengempos semangatnya sambil mengerahkan Ajian Tapak Begawan Pamungkas dengan delapanpuluh persen tenaga Iweekangnya.
“Bleeedaaarrrrrr!....” Terjadi benturan tenaga yang dahsyat, pijaran bunga api menyilaukan mata berpendar dalam jarak empat tombak. Keduanya tak bergeming. Namun semua orangpun tahu dan dapat meihat betapa sepasang kaki kakek itu telah melesak sejengkal kedalam tanah sedangkan dari sudut bibirnya mengalir setetes darah segar.
Po Tee Giok terkejut melihat akan hal ini. Segera tubuhnya melesat cepat ke depan sambil tangan kanannya mengerahkan tingkat tertinggi dari Thian-Te Kip-Kwi-Li-Ciang menghantam dada sedangkan tangan kirinya mengerahkan ilmu Ajian Brajakirana yang dahsyat memukul ke arah perut.
Tapi walau secepat apapun dia bergerak, tetap bukanlah lawan Sian Lee yang berpuluh kali lipat lebih lihai darinya. Sedangkan kakek itu saja tidak sanggup melawannya.
Pukulan Po Tee Giok tepat bersarang di dada dan perut Sian Lee, namun sedetik itu juga Po Tee Giok merasakan tangannya amblas menembus tubuh lawan. Segera jeritan ngeri keluar dari tubuhnya. Namun saat itu juga tubuhnya telah terlempar sejauh lima tombak kebelakang dan pingsan.
Sementara kakek aneh itu yang melihat Po Tee Giok terlempar, segera melesat dengan cepat menangkap tubuhnya dan melarikan diri dari situ sambil meninggalkan rekan-rekannya yang lain.
Di sisi lain pertarungan antara Sim Sian Li melawan keempat Putri Gaib telah mencapai pada puncaknya. Gerakan mereka amat cepatnya saling susul menyusul. Sian Li terkejut dengan gerakan ilmu lawan yang saling membantu dengan amat rapat sekali.
Keempat Putri Gaib sendiri telah mengerahkan ilmu mereka yang paling dahsyat yaitu “Ajian Petaka Iblis” yang sarat dengan hawa kematian mengerikan yang dahsyat. Tubuh mereka bergerak bagaikan bayangan-bayangan iblis yang menyerang dari berbagai penjuru. Sedangkan tubuh Sim Sian Li sendiri tidak terlihat. Hanya bayangan jari Pedang yang bergerak bagai jarum bertaburan di seluruh tubuhnya. Kemana saja bayangan pedang itu bergerak, maka tampak pula bayangan-bayangan iblis itu hancur satu per satu.
Satu jam berikutnya kembali tersisa empat gadis itu saja. Di wajah mereka tampak cahaya keletihan. Begitu juga dengan Sim Sian Li. Gadis itu terlalu banyak mengerahkan tenaga. Walau demikian bibirnya yang mungil itumasih tetap tersenyum menghadapi pengeroyokan lawan-lawannya.
AkhirnyaEmpat bayangan Putri Gaib-pun bergerak merapat sambil berpegangan tangan membentuk lingkaran. Sim Sian Li terhenyak melihat hal ini. Namun belum sempat dia membuka mulut mengucapkan sesuatu, tiba-tiba tubuh keempat gadis lawannya itu berputaran seperti gasing dengan apat cepatnya sehingga menimbulkan pusaran iblis berhawa panas yang amat dahsyat.
Inilah tingkat terakhir dari “Ajian Petaka iblis”. Jarak lima tombak dari keempat gadis itu tidak terlepas dari daya sedotan yang amat kuat dari ilmu tersebut. Semua benda-benda yang tersedot kedalam pusarannya langsung hancur menjadi abu.
Sim Sian Li atau Rara Ayu terkejut sekali dan tak dapat menahan untuk tidak terseret ke dalam pusaran penghancur tersebut. Namun saat tubuhnya melayang ke arah pusaran, segera ia mengerahkan salah satu ilmu tertingginya yaitu “Ajian Lembu Sekilan” seangkan tangannya memukul kedepan dengan “Ajian Batara Naga Mas” tingkat terakhir.
“Haiiiiiiiiitttt......”, “ Daaaaaaarrrrrrrrrrrrrrrrr....”, “Aiikh...!”
Terdengar suara ledakan yang amat kuat. Keempat Putri Gaib terlempar arah keempat penjuru dengan memuntahkan darah segar yang banyak. Mereka terluka dalam yang akan segera merengut nyawa mereka.
Sementara di tengah bekas-bekas pusaran penghancur yang mulai memudar itu, tampak sesosok bayangan melayang bagai daun yang jatuh dari pohonnya, pingsan!. Tiada sepotong benangpun melekat di badannya. Semuanya hancur. Untung saja dia menguasai Ajian Lembu Sekilan yang membuatnya kebal. Kalau tidak sedari tadi tubuhnya sudah pasti hancur lebur.
“Li-Moi....!” Sian Lee berseru tertahan dan memburu menangkap tubuh gadis yang polos yang pingsan dalam keadaan tanpa pakaian tersebut. Saat dia memeluknya, tubuh tersebut tampak lemah sekali seperti tidak bertenaga.

---000---
Bagaimanakah keadaan Sim Sian Li? Seberapa kuatnyakah Ajian Lembu Sekilan mampu menahan gempuran Ajian Petaka Iblis? Bagaimana kelanjutan petualangan para jago muda ini? Dan bagaimana kisah asmara antara Sian Lee dan para gadis-gadis cantik tersebut...? Nantikan kisah selanjutnya.