Laman

Minggu, 14 April 2013

Titah Kematian Enam Dewa

Pusaran angin yang sangat kuat membuyarkan asap di sekitar panggung dalam sekejap. Tampak seorang pemuda tampan berdiri di tengah-tengah panggung yang telah amblas. Matanya nampak berkilat-kilat. Sekitar tubuhnya di lingkupi hawa cahaya keemasan dan kehitaman yang berputar-putar mengelilingi tubuhnya.
“Apa kabar Jit-goat Mo-ong?...dan kau juga Tee Sun Lai?...” Suaranya tenang tapi juga nampak dingin dengan wibawa yang amat kuat.
“Hemmm…akhirnya kau muncul juga, aku kira kau sudah mampus…?” balas Jit-goat Mo-ong sinis.
“Tadinya sih sudah hampir, namun thian belum mengijinkan nyawaku, tahukah kau mengapa?...karena masih ada manusia-manusia seperti kalian yang harus di hentikan..” Suara Han Sian tetap dingin sambil tersenyum, karena hatinya sungguh marah saat itu.
“Hahahaha…kau kira hanya sendirian bisa membuatmu seenaknya di sini? Kau bermimpi kawan.” Tee Sun Lai membalas dengan sengit dan entah darimana datangnya, tiba-tiba di tangannya sudah menggenggam pedang bersinar ungu.
“Huh, bermimpi toh tetap harus lihat kenyataannya, dan kenyataannya kalian berdua sudah pernah ku pecundangi, dan kalaupun sekarang kalian mau bergabung, tetap belum setimpal untuk menjadi lawanku…” Han Sian membalas dengan pengerahan tenaga dalam yang membuat suaranya bergetar. Sengaja dia buat itu untuk membangkitkan amarah mereka.
“Kurang ajaaaaarrrrrr…” Bentak Jit-goat Mo-ong dengan suara menggelegar, di ikuti tubuhnya yang melesat sangat cepat ke depan sambil memukul dengan pengerahan seluruh tenaganya. Dia tidak main-main, karena dia tahu kelihaian anak muda yang berjuluk Pendekar Asmara Tangan Dingin ini. Segera dia mengerahkan ilmunya sampai tingkat tertinggi karena dia tahu bahwa tidak berguna kalau hanya mengandalkan jurus-jurus saja. Itulah sebabnya dia memutuskan untuk sekali menyerang dengan sepenuh tenaganya.
Tubuhnya di liputi dua cahaya merah dan putih hasil mengerahan tenaga Jit-goat-kang tingkat kesembilan melabrak ke arah Han Sian dengan kuat, hawa panas dingin dari Jit-goat-sin kang (Tenaga sakti Matahari dan Bulan) ini bahkan menyapu tempat itu sehingga membuat para penonton mundur kurang lebih tujuh tombak ke belakang.
Han Sian tahu kekuatan lawan itulah sebabnya dia tidak mau setengah hati, tubuhnya terangkat satu jengkal dengan pengerahan Kui-Sian I-sin-kang tingkat ke sembilan, sementara kedua tangannya bergerak dengan sangat cepat melepaskan Hong-Lui-Kiam-cu (jalur Pedang Angin Petir) yang kemudian di ikuti dengan Ngo-heng Thian-kiam-cu (Jalur Pedang Langit Lima Unsur) yang dahsyat.
“Zzzzzzttts…Ciiiiits…Wussshhh….”
“BLAAAAAARRRR………” Benturan keras terjadi, sinar-sinar pukulan yang terpantul menyebar ke segala arah sehingga terdengar pekikkan kematian di mana-mana. Orang-orang yang berkepandaian tinggi sempat melindungi diri mereka, tapi mereka yang berkepandaian rendah harus menerima nasip naas.
Han Sian masih tetap pada tempatnya, tampak tubuhnya di liputi sinar ke emasan melayang tidak menginjak tanah namun tidak kurang suatu apapun, tanah di kakinya berlubang sebesar kerbau sedalam hampir satu meter sedangkan Jit-goat Mo-ong tersurut mundur lima langkah dengan muka pucat. Terlihat darah mengalir dari bibirnya. Dengan langkah gontai dan kepala tertunduk dia berjalan mundur dan keluar dari tempat itu dan menghilang.
Semua orang tampak tidak mengerti apa yang terjadi hanya Han Sian dan tentunya Jit-goat Mo-ong sendiri. Tapi satu hal yang bisa di pastikan ialah dunia kang-ouw tidak perlu takut lagi dengan yang namanya Jit-goat Mo-ong.
Sementara itu di samping Tee-mo-kiam –ong, telah berdiri tiga orang lain lagi. Hawa kematian dari pancaran tenaga mereka terasa oleh Han Sian. Di pandanginya mereka dengan mata mencorong penuh selidik.
“Ohhhh…jadi inikah semua penjaga dapurmu Sun Lai…?”
“Orang muda kau terlalu sombong, sambut seranganku..” Bu-tek Sian-cu menyahut dengan geram. Tangannya segera di kibaskan, dan serangkum tenaga kuat yang tak kelihatan menyambar ke arah Han Sian.
Baju Han Sian berkibar tapi dia tetap tidak bergerak. Hal ini membuat Bu-tek Sian-cu terkejut. Dia mengerahkan delapan bagian tenaganya dalam pukulan tadi, tapi anak muda itu tidak bergeming.
“Aku tidak mengenalmu orang tua, tapi kalau kau bermaksud membantu rencana busuk manusia she Tee ini, aku tidak sungkan lagi?” Han Sian berkata perlahan, tapi bibirnya tidak bergerak.
Di lain saat, Tee Sun Lai mengangkat tangan kirinya ke atas. Dalam sekejap saja berkelebatan bayangan-bayangan orang berseragam ungu mengepung tempat tersebut dengan pedang terhunus.
“Hehehe, Han Sian, sesakti apapun kau, kali ini kau tetap takkan bisa lolos dari sini?” Sambil tertawa, Tee Sun Lai menerjang kedepan dengan sangat cepat, tanpa mengeluarkan suara. Saat itu berkeredapan sinar-sinar ungu mengerikan yang amat banyak dari ujung pedangnya yang mengerah ke seluruh bagian tubuh Han Sian. Dia telah menyerang menggunakan salah jurus terhebat dari Tee-mo-kiam-sutnya, yaitu Seribu Iblis Bumi membalikkan hujan.
“Tunggu sobat, membereskanmu bukan bagianku…tapi mereka” Tiba tiba tubuh Han Sian Melesat ke atas menghindari serangan ganas Tee-mo Kiam-ong tersebut yang lebih memperdalam lubang di bawah kaki Han Sian..
Sekejap kemudian dia sudah turun ke tanah sejauh dua tombak. Bibirnya tersenyum sambil tangannya merongoh ke saku dan mengeluarkan enam lempeng warna-warni yang di lemparkan ke atas.
“Kau memang sudah menjadi beng-cu, tapi tingkatanmu tidaklah lebih tinggi dari mereka…!” Bersamaan dengan itu dari enam penjuru, melesat enam bayangan yang menyambut ke enam lempeng tersebut dan turun perlahan-lahan di ikuti perbawa yang hebat dari masing-masing orang, yang di ikuti suara menggelegar dahsyat berbunyi:
“BENCANA DATANG SILIH BERGANTI, ENAM DEWA BERSATU PADU, GELAP BERGANTI TERANG”
Semua orang yang hadir di situ, terkejut melihat kemunculan keenam orang ini. Bahkan Tee Sun Lai dan ke empat rekannya dapat merasakan bahwa kepandaian keenam orang ini tidaklah berada di bawah kepandaian mereka.
“Aaakh…Legenda itu muncul lagi!” Suara itu keluar dari mulut Bu-Tek Sian-cu yang terkejut, demikian pula Thian-yang-Lama dan Tee-im Lama, sebab mereka yang merupakan tokoh tua, mengetahui dengan jelas apa artinya ini.
“Omitohud...Thian maha adil, ternyata legenda itu masih ada, cuwi sekalian kita kedatangan bantuan besar” Suara Bhok-Tong-Hwesio menggema kegirangan.
Han Sian yang melihat ini tersenyum, Benar Bhok-Locianpwe, legenda itu tetap ada.
Sementara itu ke empat tokoh sesat yang diam sejak tadi saling pandang. Tee Sun Lai merasakan sesuatu yang tidak beres, namun dia tetap terkekeh… “Hehehehe, Han Sian, untuk apa kau mendatangkan anak-anak kecil ini…tetap saja kau takkan dapat melewati pasukan kami yang bergabung.
“Sombong!!!..sambutlah” Suatu suara terdengar agak ketus, di ikuti sebuah bayangan dengan dua pukulan menyambar ke arah Tee Sun Lai. Untung saja pemuda itu sudah siaga dari tadi. Tangannya di angkat menangkis pukulan lawan.
“Dhuaaarrrrrrr…” “Ehh…” Kedua orang itu tergentak mundur satu langkah, namun di lain saat si pemuda yang menyerang sudah kembali mundur ke tempatnya semula.
“Kau benar, manusia she Tee, pasukanmu memang banyak, tapi asal tahu saja, yang baru menggebrakmu adalah Bu-kek-kang-sin-kang tahap sepuluh, dan kalau kau lanjutkan, kau mungkin masih harus berhadapan dengan sisa tiga tahap terakhir lainnya…” Sahut Han Sian tenang.
“Aakhhh…saudara Han terlalu berlebihan, aku hanya menguasai sampai tingkat ke duabelas saja…” kemudian segera dia menghadap Tee Sun Lai dan berkata: “Cahye Khu Hee Liong masih ingin meminta petunjukmu…”
“Huh, siapa kalian dan apa hak kalian ikut campur urusanku?” Tee Sun Lai membentak marah. Namun dia tidak berani sembarangan bergerak.
Bhok-Tong-Hwesio tiba-tiba bersuara: “Delapan puluh tahun lalu, saat dunia persilatan di landa bencana kehancuran, telah muncul enam dewa yang menyelamatkan dunia kang-ouw dengan memberi bantuan untuk membasmi kesesatan di muka bumi. Ke enam dewa ini kemudian di nobatkan sebagai sesepuh persilatan yang bahkan memiliki hak untuk memecat beng-cu terpilih bila bengcu tersebut di dapati melanggar tanggung-jawabnya sebagai beng-cu yang mengayomi.”
Tee Sun lai terkejut mendengar akan hal ini, apalagi saat dia melihat ke tiga rekannya, mereka juga menggangguk membenarkan. Melihat gelagat buruk, segera dia mengedipkan mata pada ke tiganya sebagai tanda menyerang. Tapi dia terkejut karena mereka bertiga hanya tertunduk saja.
“Hei, Thian-yang lama, apakah kau mau melanggar kesepakatan kita???” Bentaknya marah.
“Kami sepakat membantumu menguasai dunia, tapi bukan untuk menentang pewaris Legenda Enam Dewa, karena kami masih terikat sumpah yang kami maklumatkan delapanpuluh tahun lalu…” Sahut Thian-yang Lama sekejap kemudian tubuhnya melesat di ikuti Tee-im Lama dia mengangkat tangan kanannya ke atas: “Kita pergi!!!”
Bersamaan dengan lenyapnya tubuh mereka, para anak buah Thian-te-san-pai mengundurkan diri dari tempat itu.
Bu-tek Sian-cu menatap ke arah Han Sian: “Anak muda kau hebat, aku tidak akan meneruskan keterlibatanku, tapi aku harus menguji bahwa Enam Dewa bukan hanya omong kosong saja…”
“Silahkan locianpwe memilih…” Han Sian yang mengetahui maksud hati orang, segera mempersilahkan.
Orang tua tersebut menatap sekeliling, dan matanya berhenti pada pemuda yang berpakaian putih dengan lengan baju pendek. “Bersiaplah orang muda, aku tidak akan tanggung- tanggung”
Berkata demikian, tubuhnya tiba-tiba berputaran seperti gasing dan melesat ke atas setinggi tujuh tombak. Saat tubuhnya di udara, orang tua itu membentak dengan suara menggelegar memekakkan telinga dan di lain saat tubuhnya meluncur turun menjadi empat bayangan dengan empat pukulan yang berbeda. Hebat sekali. Angin pukulan yang membahana berkesiutan menghantam tubuh pemuda tersebut. Itulah Jurus Hok-mo-sian-cu -ciang (Pukulan Bayangan Dewa Menaklukkan Iblis)
Han Sian dan ke lima pemuda yang lainnya terkejut. Mereka merasakan bahwa dari empat bayangan yang menyerang dengan dahsyat tersebut, bayangan ke tiga meluncur tanpa suara dan angin pukulan sama sekali. Mereka berdecak kagum, melihat kehebatan kakek yang berjuluk Bu-tek Sian-cu ini.
Pemuda yang di serang tersebut tidak nampak gugup. Dengan tenang tangannya memutar dengan sebat dan dalam sekejap dari tubuhnya keluar ledakan-ledakan petir di ikuti dengan angin badai yang amat kuat yang melindungi tubuhnya dari keempat bayangan lawan, itulah Hong-lui Tai-hong-ciang ciptaan Pendekar Super Sakti beberapa ratus tahun silam. Namun hebatnya lagi, dari kedua tangannya masih keluar dua sinar merah dan putih dari ilmu Hwi-yang Sin-ciang dan Swat-im Sin-ciang yang menyambut terjangan bayangan ke tiga yang tanpa suara tersebut.
“BLAAAAAARRRR…” Dua ledakan yang dahsyat terdengar dan tampak dua bayangan melenting dengan cepat mematahkan daya pantul pukulan-tersebut dan di lain saat keduanya tampak berdiri saling berhadapan dengan jarak sepuluh tombak.
“Akhh, maafkan kekurang ajaran cahye, locianpwe…”
“Hohoho, kau hebat, semuda ini saja sudah sangup menandingiku, beberapa tahun lagi aku pasti bukan lawan kalian…siapa namamu?”
“Siauw-te Hong Sin, locianpwe, She Suma…”
Orang tua itu nampak terkejut, namun sesaat kemudian dia segera itu menatap Tee Sun Lai: “…tampaknya ambisimu akan mendapat halangan yang besar, slamat tinggal..hahahahahahaha” Kakek tersebut melesat dalam sekejap meninggalkan tempat itu sambil meninggalkan gema suaranya.
Suasana tenang, tampak tidak ada yang bergerak. Semua mata memandang ke tajam ke arah Tee Sun Lai yang berjuluk Tee Mo Kiam Ong ini. Sementara yang di tatap balas menatap dengan wajah beringas. Tangan kirinya berubah cepat menjadi merah darah dengan tenaga penuh dalam ilmu Hiat-kut-jiauw Sam-kang, sedang pedang di tangan kanannya bergetar keras sampai menimbulkan suara berdesing nyaring.
“Huh, Han Sian Keparat, kau salah jika mengharap aku akan menyerah begitu saja...SERANG!”
Tubuhnya tiba tiba berkelebat cepat ke arah Han Sian dan menyerang dengan ganas. Tapi satu bayangan lain melabraknya secara tiba-tiba dari samping: “Tunggu, kau bagianku...”
Tanpa menanyakan siapa lawannya, Tee Sun Lai meneruskan serangannya dengan gencar. Dalam sekejap terjadi pertempuran yang dahsyat dengan jurus-jurus ampuh. Tee Sun Lai yang tadinya sangat bangga sehingga mengakui dirinya sebagai jago pedang yang tidak ada tandingannya saat ini terpaksa harus menelan pil pahit, karena lawannya bukan ahli silat sembarangan. Kecepatan pedangnya sama sekali tidak berarti banyak mencecar bayangan lawan.
Pertempuran antara ke dua orang itu segera memasuki tingkat pengerahan tertinggi dari ilmu masing-masing. Pergantian ilmu terjadi dengan sangat cepatnya. Sampai lewat seratus jurus tiba-tiba Tee Sun Lai merubah gerakan pedangnya. Sambil tangannya terus memainkan tingkat ke tiga dari Hiat-kut-jiauw Sam-kang, pedangnya tiba-tiba bargerak lambat namun ternyata kecepatannya dua kali dari serangan-serangan sebelumnya.
Menghadapi serangan yang aneh itu pemuda yang ternyata adalah Thio Tay Lee itu segera menjejakkan kakinya dengan kuat ke tanah sehingga menimbulkan getaran seperti gempa bumi, di lain saat, tubuhnya menghilang dari hadapan lawan. Dia telah mengerahkan Kian-kun Tay-lo-yi Im Yang yang dahsyat.
Sementara itu seluruh pasukan berseragam ungu yang mendengar perintah beng-cu mereka, segera bergerak membentuk kelompok-kelompok barisan Pedang iblis yang terdiri dari 52 orang tiap barisan jadi total semuanya ada 31 barisan Pedang iblis.. Dengan dahsyat mereka menyerang para pendekar yang ada. Dalam sekejap terjadilah pertempuran ke dua yang lebih besar.
Sementara itu saat melihat akan hal ini, Han Sian melirik ke lima pemuda yang lainnya, dan dalam sekejap tubuh mereka berkelebat. Han Sian meloncat tinggi ke atas. Tangannya di arahkan ke arah satu barisan terdekat. Sambil mengerahkan tenaga menyedot, tiba-tiba ke dua barisan tersebut kehilangan pedang mereka yang di sedot oleh tenaga Han Sian. Sekali dia menggerakkkan tangannya, pedang-pedang tersebut melesat masuk kedalam tanah dan lenyap sama sekali. Han Sian melakukannya berulang yang diikuti oleh ke lima dewa lainnya, tapi barisan itu terlalu banyak.
Saat itu tiba-tiba terdengar bunyi terompet di mana-mana dan tanpa di duga sama sekali dari segala penjuru muncul kurang lebih duaribu pasukan kerajaan yang langsung bergerak menggempur barisan-barisan berbaju ungu tersebut. Melihat adanya pasukan itu Han Sian tersenyum senang. Tapi yang membuat dia kaget bukan kepalang ialah ketika melihat tiga orang yang bertempur di antara pasukan tersebut dan sekarang bergerak mendekatinya dari tiga jurusan berbeda, seolah-olah sengaja mengurungnya..
“Aduuhhh, mati aku…” Han Sian berbisik lirih dengan muka pucat. Matanya celingukan kesana-kemari, entah apa yang di carinya.
Sementara itu pertempuran antara Tee Sun Lai dan Thio Tay Lee masih terus berlanjut. Dan saat Thio Tay Lee mengerahkan ilmunya sampai tingkat ke delapan dengan pengerahan seluruh tenaga sakti, Tee Sun Lai tak sanggup menangkis lagi sehingga pedang pusakanya patah dua dan dia terlempar menabrak panggung yang lebih kecil itu hingga hancur. Tubuhnya jatuh terduduk. Dari mulutnya mengalir darah kental. Ternyata dia terluka parah sekali dengan seluruh organ dalam serasa remuk. Dia coba mengerahkan tenaganya sekali lagi. tapi tidak ada tenaga sama sekali. Tahulah dia bahwa dia telah cacat.
“Dengar Tee Mo Kiam Ong, sejak hari ini engkau bukan Beng-cu lagi dunia persilatan lagi. Kami Enam Dewa melarangmu untuk berada di dunia Bu-Lim Kang-Ouw. Bila engkau tidak bertobat, maka saat engkau bertemu dengan kami lagi, maka itu akan menjadi hari terakhirmu…” Suara itu menggelegar di keluarkan oleh Thio Tay Lee dan di dengar oleh semua orang.
Tee Sun Lai menatap musuh-musuhnya tersebut satu per satu dengan tatapan mata berkilat penuh dendam. Setelah itu dengan menyeret kakinya dia melangkah meninggalkan tempat itu. Sementara pertempuran antara para pasukan juga sudah terhenti. Banyak yang mati tapi banyak juga yang tertawan oleh pasukan kerajaan.
Bhok-Tong-Hwesio melangkah maju sambil menjura ke arah ke enam dewa penolong dan juga ke arah pasukan kerajaan: “ Terima kasih atas pertolongan dan perlindungan ke enam Dewa…bolehkan kami mengenal nama para pelindung sekalian?”
Kiang Po Chun, pemuda berbaju hijau di dekatnya segera membalas sambil menjura: “Apa yang kami buat sesungguhnya hanya bagian yang kecil saja, tapi apa yang telah di lakukan oleh…..Ehh? mana saudara Han Sian???” Pemuda itu tidak melanjutkan perkataannya saat matanya tidak menemukan bayangan Han Sian di tempat itu.
Orang banyak juga yang baru menyadari hilangnya Han Sian segera mencari. “Hem, aku melihat dia meninggalkan tempat ini setelah menulis di atas batu itu…!” Salah satu prajurit memberanikan diri mengeluarkan suara sambil menunjuk kea rah batu besar yang tak jauh dari situ. Namun belum habis ucapannya, para pendekar yang ada di depannya tiba-tiba lenyap dari tempat mereka. Dalam kekagetannya terdengar suara:
“Akhhh….dia telah pergi, entah kapan lagi bertemu dengan sobat seperti dia, aku Thio Tay Lee berjanji selamanya akan menjadi sobatnya…” Kata seorang pemuda dengan suara lirih, namun masih dapat di dengar oleh orang-orang.
Mereka semua membaca tulisan yang indah di atas batu tersebut, berbunyi:
“ADA JODOH BERTEMU DI LAIN WAKTU.
SAMPAI BERJUMPA, TERTANDA, HAN SIAN”
Setelah terdiam semua para pemuda itu kemudian mulai memperkenalkan nama mereka satu-persatu. Namun tanpa mereka ketahui tiga orang gadis cantik telah mengundurkan diri perlahan-lahan dan menghilang dari tempat tersebut.