Laman

Minggu, 14 April 2013

Utusan Kanan dan Kiri Istana Neraka Hitam

Hari menjelang pagi. Suasana di hutan barat pinggir telaga See-Ouw tampak sepi. Namun kali ini bukanlah sepi karena keadaan alam, tapi sepi karana adanya sebelas orang yang saling berhadapan sebagai lawan. Enam di antaranya adalah ke-enam Lama utusan dari Dhalai Lama di tibet yang mempunyai misi mencari pewaris Kui Sian I Sin Kang.
Di depan mereka berdiri kelima lawannya. Yang pertama seorang pria tinggi besar bermata satu namun memiliki kuku tangan kiri yang panjang, sepanjang dua cun dan tampak mengerikan sekali, dia di kenal sebagai Duta utusan Kanan Istana Neraka Hitam, julukannya Swat Tok Kui (Iblis Racun Salju). Kedua adalah seorang wanita berambut putih yang cantik, di kenal sebagai Utusan Kiri yang berjuluk Lui Ci Kui Sian Li (Dewi Iblis Berjari petir), sedangkan ke tiga lainnya adalah panglima Timur, Selatan dan Utara dari Istana Neraka Hitam tersebut.
“Hemmm…Dengar Argapa, Kalau kalian masih terus menentang kehendak agung Dewa Iblis Es-Api, maka tak ada ampun lagi, Dhalai Lama-pun terpaksa akan kami hancurkan…” Sahut Swat Tok Kui dengan suara mengkereng.
Argapa Lama, orang tertua sekaligus suheng dari para Lama itu menyahut: “Omitohud, sampai kapanpun kebenaran tidak akan tertindas selama masih ada orang-orang yang rela berjuang demi hal itu…ada maksud apakah kalian menghadang kami?”
“Kami mencium rencana kalian untuk membentuk kekuatan di tanah sentral ini, dan ini tidak boleh di biarkan…” Kembali Swat Tok Kui menyahut dengan mata mendelik.
“Omitohud, kami hanya menjalankan perintah untuk mencari seseorang, dan itu tidak ada sangkut-pautnya dengan membentuk kekuatan apapun…”
“Baik, kalian boleh pergi, tapi serahkan dulu kitab I Kin Hiat Hip Kang pada kami…”
“Maaf, kami tidak bisa memberikannya, karena …”
“Keras kepala, Kalau begitu matilah…Hiaaattt!” Diiringi bentakan ringan, Tubuh Swat Tok Kui melesat dengan kecepatan yang sukar di lukiskan. Dengan telapak tangan terbuka dia menghantam ke arah kepala lawan. Serangannya ini sederhana saja, namun membawa perbawa tenaga dingin menyesakkan nafas yang amat dahsyat.
“Omitohud, Swat tok Hiat ciang (Telapak Darah Racun Salju) yang keji…” serentak Lama pertama itu menarik tangan kanannyanya kebelakang seperti mengambil sesuatu, kemudian secepat itu juga jari-jarinya di pukulkan ke depan dengan jurus “Jari Budha Meledakkan Gunung” dan di lain saat…
“DAAAARRRRR…….Aarghh….” Argapa Lama terlempar sambil memuntahkan darah segar. Ke lima saudara seperguruannya menjerit dan segera bergerak mengelilinginya utuk mencegah serangan susulan lawan.
“Huahahahaha, kepandaian seperti ini mau melawan Istana Neraka Hitam…? Kalian sungguh bermimpi” Sahut Swat Tok Kui dengan pongah diikuti dengusan mengejek dari kelempat rekannya.
Para Lama tersebut tidak banyak bicara, melainkan dalam sekejap mereka telah membentuk barisan yang di sebut “Perisai Budha Rulai”. Melihat ini, Swat Tok Kui segera menghentikan tertawanya dan memberi kode ke empat kawannya untuk menyerbu.
Mereka tak berani ayal, karena mereka tahu keampuhan barisan ini yang bisa menggempur lawan sekuat apapun juga. Pertarungan berlangsung dengan seru dan memakan lebih dari duaratus jurus.
Tapi, tampaknya walaupun ke enam Lama itu memiliki barisan yang kuat namun tetap saja ke lima orang lawan para Lama tersebut mulai di atas angin. Ini di sebabkan luka Argapa Lama yang lebih memperparah kondisinya dan karena pertarungan yang cukup lama tersebut menguras tenaganya. Swat Tok Kui dan Lui Ci Kui Sian Li mulai mengadakan tekanan-tekanan dengan pukulan-pukulan tenaga dalam mereka yang berhawa panas dan dingin.
Memasuki jurus ke duaratus sepulluh, pecahlah barisan “Perisai Budha Rulai” itu ketika dada Argapa Lama terhantam sengatan Jari Petir dari Lui Ci Kui Sian Li. Dia muntah darah dan terlempar keluar dari barisan tanpa dapat di cegah lagi.
“Suheng….!” Dengan seruan kuatir, ke lima Lama lainnya saling memberi kode dan mengelilingi memberi bantuan tenaga dalam untuk menyembuhkan luka Suheng mereka tersebut.
“Hahahahaha…terimalah kematian kalian…” Terdengar Suara Swat Tok Kui yang menggelegar, di iringi tubuhnya dan tubuh Lui Ci Kui Sian Li yang melesat ke depan sambil melepaskan pukulan beruntun ke arah keenam Lama tersebut.
Dalam kondisi yang sangat kritis tersebut, ternyata para Lama itu tidak hanya menunggu kematian dengan pasrah. Serentak mereka berlima meloncat ke depan Argapa Lama. Satu orang menghadap Argapa sambil membelakangi para penyerangnya sedangkan ke empat rekannya, berdua-dua sejajar di kanan-kiri, dan dengan tangan saling menempel di pungung, mereka menyatukan tenaga menyambut hentakan tenaga lawan yang dahsyat tersebut.
“Heeaaaaaahhhh……!”
“Dhuaaaaaaaarrrrr…!......Blammmm…..Blaaammmm!”
“SIAL…” Maki Lui Ci Kui Sian Li “Kita tertipu, Kejaaar…!”
Ternyata saat bentrokan tenaga yang terjadi, keempat orang Lama tersebut berkorban dengan menampung tenaga lawan yang terus di salurkan ke orang ke lima. Dengan adanya kelimpahan tenaga dalam di tubuhnya, dia memaksakan kekuatan untuk melemparkan suheng mereka sekuatnya ke arah sungai yang mengalir. Namun akibatnya fatal sekali, ke lima orang yang tergempur tenaga mereka itu langsung jatuh pingsan dalam keadaan yang menggenaskan sehingga sulit untuk di sembuhkan.
Tubuh Argapa Lama yang terluka parah itu melayang dengan cepat sekali. Dalam sekejap saja sudah jauh melewati pinggir hutan dan langsung tercebur ke dalam sungai.
Sementara itu, setelah memerintahkan ke tiga panglima untuk mencegat dari arah lain, Utusan Kanan dan Kiri melesat cepat mengejar ke arah melayangnya tubuh Argapa Lama dan mereka segera tiba di pinggir sungai, namun mereka tidak melihat bayangan Argapa Lama. Mereka menjadi marah dan memaki-maki.
Saat itu dua ekor kuda berlari cepat melewati pinggir sungai. Arahnya tepat ke arah mereka berdua dan bahkan hampir menabrak mereka.