Laman

Minggu, 14 April 2013

Pengumuman Maut Sang Beng-cu

Kota Lok Yang yang biasanya ramai kini dalam keadaan sepi. Suasana sore menjelang malam yang mencekam nampak dengan andanya mayat yang berserakan di sana-sini. Sementara itu sepuluh orang bersenjata pedang dan golok tampak berindap-indap dan hati-hati memasuki sebuah gedung hartawan di tengah kota itu.
Saat mereka telah dekat, dengan saling memberi kode, mereka melemparkan bahan peledak ke dalam rumah tersebut setelah itu mereka melompat menjauh. Akibatnya hebat sekali. Gedung itu bergetar keras ketika bunyi ledakan-ledakan terdengar di susul kemudian jerit ngeri para wanita-wanita yang terkena ledakan.
Empat bayangan melesat keluar dengan kecepatan kilat. Dalam sekejap tubuh ke empat orang ini meluncur dengan kecepatan yang sulit di lihat mata biasa mengarah pada ke sepuluh orang tersebut. Terdengar jerit mengerikan dan menyayat ketika ke sepuluh orang itu meregang nyawa tanpa sempat bersuara.
Keempat orang itu berdiri sambil tertawa bergelak-gelak. Ternyata mereka adalah empat orang pria berjubah merah seperti pakaian para Lama di Tibet. Cuma bedanya kepala mereka tidak gundul seperti kebiasaan para Lama, melainkan di tumbuhi rambut-rambut yang panjang dan riap-riapan.
Saat mereka tertawa itu tiba-tiba di hadapan mereka muncul seorang gadis muda yang amat cantik membawa sebatang payung yang terbuat dari baja. Seketika mereka terbeliak dan suara tawa mereka terhenti.
“Ehh, burung hong dari mana ini, berani datang menyerahkan diri…..hahahaha?” Salah satu dari mereka berkata. Sambil matanya menjelajahi tubuh gadis itu dengan tatapan cabul.
“Hemm…kalian para Lama sesat. Cukup sampai di sini perbuatan bejat kalian yang memperkosa dan membunuh di mana-mana,…hari ini Bidadari Payung Pelangi akan memusnahkan kalian…” Bentak gadis itu. Suaranya merdu dan enak di dengar.
“Hahaha, para suheng, biar gadis ini aku yang taklukkan…” Tampak orang termuda melangkah maju sambil tertawa-tawa. Tangannya tiba-tiba di ulurkan mengarah ke dada gadis itu.
“Iiiihhh…cabul” Dalam sekejap gadis itu mengalirkan tenaganya dan memukul telapak tangan orang itu.
“Dhuukkkk” “Ehh…boleh juga? Ternyata kau macan betina ya…?” Orang itu terkejut ketika merasakan tangannya terpental dengan kekuatan yang tak kalah dengannya.
“Hahahaha…Sute, hati-hati…tampaknya kau harus kerja keras untuk menundukkannya…”
“Huh..kita lihat saja dalam sepuluh jurus” Berkata demikian, tubuhnya tiba-tiba melesat dan sudah melancarkan delapan belas kali totokan ke tubuh gadis itu. Tampaknya gadis itu akan segera menjadi korban.
Namun yang terjadi sungguh mengejutkan orang itu. Gadis itu tiba-tiba mengembangkan payungnya dan hanya dua kali putaran telah mematahkan semua totokan yang mengarah ke tubuhnya. Bahkan Lama itu terpaksa harus menarik kembali tangannya yang terancap oleh ketajaman ujung payung yang seperti mata pedang.
Dmikianlah terjadi pertempuran sengit. Lewat sepuluh jurus belum juga ada tanda-tanda pihak yang menang. Tampaknya mereka seimbang. Gadis ini penasaran. Segera tangan kirinya mulai membalas serangan lawan dengan pukulan-pukulan Tenaga Inti Petir Murni. Terdengar ledakan-ledakan yang kuat ketika telapak tangan gadis itu yang bersinar biru bertemu dengan bau amis pukulan Hiat-tok-sin-ciang dari Lama tersebut. Namun walaupun keduanya berusaha mengempos semangat mereka, namun perbedaan kepandaian mereka tidaklah terlalu jauh. Gadis itu menang dalam hal ginkang sedangkan Lama itupun hanya menang seurat dalam hal tenaga.
“Hemm…sute biar kubantu kau…” Tampak satu bayangan lagi tiba tiba melesat memasuki area pertarungan itu dan menyerang sang gadis hampir bersamaan sehingga dalam waktu kurang dari 5 jurus gadis itu jatuh dalam pelukan orang termuda dari Lama itu.
“Hahaha, suheng gadis ini ranum sekali, pasti bisa memuaskan kita selama beberapa minggu…”
Mereka mengangguk-angguk sambil tertawa. Namun tanpa di ketahui mereka ada dua orang yang telah muncul dari dua jurusan yang berbeda dalam waktu bersamaan. Dua orang ini sama terkejut melihat kemuculan masing-masing. Sekejap mereka sadar bahwa pendatang ini bukan orang sembarangan. Namun tidak lama karana salah satu yang berbaju merah sudah menyahut:
“Sobat, Lepaskan gadis itu, tidak pantas kau orang tua memperlakukan seorang gadis seperti itu…”
“Ehh…siapa kau?” Keempat orang itu berbalik dan terkejut, karena mereka tidak merasakan kedatangan ke dua orang ini.
“Siapa aku adanya tidak perlu kalian tahu, aku hanya mau kalian melepaskan gadis itu…”
“Hahaha…kalau kami tidak mau, kau mau apa?...” Dengan angkuh orang pertama dari Lama itu berseru, kemudian melanjutkan: “…dan jangan kalian bermimpi bisa merampas apa yang sudah di miliki oleh Tok-Su-wi (Empat pengawal Racun) dari Lama Agung Jubah Merah…”
“Huh, aku tidak mau tahu siapa kalian, tapi lepaskan gadis itu..?”
“Hemmmn…apa kau mau sisa dariku…?” Berkata demikian, Lama yang termuda itu menundukkan kepala dan menjilati leher gadis itu dengan bernafsu…
“LANCANG…!!!” Tiba-tiba pemuda berompi biru yang satunya lagi yang hanya berdiam dari tadi tiba-tiba lenyap dari hadapan mereka dan di lain saat terdengar jeritan keras dari Lama itu. Tubuhnya terlempar keatas sambil muntah darah, sedangkan gadis itu telah berpindah ke tangan sang pemuda yang segera membebaskan totokannya.
“Suteeee….” “Hiaaaaaaatttt. “ Ketiga rekannya terkejut, namun dua di antara mereka segera menerjang ke arah pemuda itu dengan pukulan-pukulan maut mematikan sedang yang satu lagi melesat menyambut saudara mereka.
Pemuda itu tenang saja tapi saat tangannya di kembangkan, tiba-tiba tubuh sekitarnya di lapisi kabut tipis yang mementalkan balik semua pukulan lawan.
“Pek-in-hoat-sut???...kau…kau dari Pulau Daun Putih?” seru Lama yang tertua.
“Benar, apa kau masih mau melanjutkan pertarungan ini?” Seru pemuda itu sambil tersenyum.
“Hemmm, kali ini kami akan pergi, tapi kami tidak akan menghabiskannya hanya sampai di sini…!” sambil menatap penuh dendam para Lama tersebut berbalik dan berlalu dari situ.
“Wahhhh…tak di sangka, heng-te dari Pulau Daun Putih, salut...salut…perkenalkan, cahye bernama Kim Hong, she Yang…” Kata pemuda berbaju merah itu sambil menjura.
“Heh, She Yang??? Apakah dari Kuburan Kuno?...’ Pemuda berompi biru itu berseru kaget. Namun seruannya itu hanya di sambut dengan senyuman dan anggukan kepala saja.
“Terima kasih atas pertolongan kalian berdua…para iblis itu sangat sakti” Di tengah-tengah kekaguman mereka berdua tiba-tiba suatu suara menyelutuk dan membuat mereka tersadar oleh adanya mahluk indah di depan mereka itu.
“Eh, Nona…aku Lu Sim Hay…maafkan kami datang terlambat…?” Pemuda berompi itu menjura sambil terus memperkenalkan diri.
“Akhh…aku…eh…ya..ya, aku Hong Lian, she Sim…senang mengenal kalian juga, permisi” Berkata demikian sang gadis segera membalikkan tubuh dan hendak berkelebat pergi dari situ meninggalkan dua orang pemuda yang memandang kepergiannya dengan terbengong-bengong.
---lovelydear---
Selama setahun ini, tampaknnya dunia persilatan telah tiba pada masa kejayaan kaum hitam. Tidak ada pergerakan sedikitpun dari kaum putih yang terdengar. Tapi pada suatu hari, tanggal sepuluh bulan sebelas, suasana di Rawa Lumpur Kematian tampak sedikit ramai. Tempat ini dulunya adalah tempat kediaman Tee-Tok Sam-kui. Karena tempat itu sangat strategis dan juga di kelilingi oleh Lumpur hidup dan bermacam-macam binatang beracun lainnya membuat tempat itu sangat sukar di datangi oleh sembarang orang. Tiga bulan yang lalu Tee Sun Lai membawa seluruh anak buahnya bergabung dengan Thian-te-san-pai kemudian pindah serta memperkuat kedudukannya sebagai bengcu di tempat itu
Hari itu tampak berdatangan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari tiga sampai delapan orang. Bukan orang-orang biasa. Terlihat berbagai bentuk senjata tersampir di punggung dan pinggang mereka. Setelah mereka tiba di pinggir rawa, mereka di sambut oleh orang-orang berpakaian ungu dengan sedikitnya dua puluhan perahu yang terbuat dari kayu kuat yang di lapisi besi yang bolak-balik mengangkut mereka.
Siapakah orang-orang yang datang berkelompok-kelompok tersebut? Mereka adalah utusan-utusan dari berbagai perguruan yang di undang oleh sang Beng-cu untuk membahas suatu hal yang khusus. Sebenarnya, para pendekar kaum putih tahu belaka bahwa maksud dari undangan tersebut tentu akan lebih banyak merugikan pihak mereka daripada untungnya, tapi mereka tidak kuasa menolak karena pengundangnya beratas namakan Beng-cu dunia persilatan. Jika mereka menolak itu akan menyebabkan penghancuran yang fatal bagi golongan mereka. Untuk melawanpun, mereka tidak punya kekuatan yang cukup jadi hanya menurut saja.
Hari menjelang malam, di luar markas dari Thian-te-san-pai ini di dirikan panggung yang amat besar. Suasana di sekitar panggung ini tidak terjaga seorangpun. Hanya kalau orang memandang ke arah Markas perkumpulan tersebut yang jaraknya hanya satu setengah mil dari panggung tersebut, mereka akan bergidik karena tempat itu di jaga dengan pasukan berjubah ungu yang berlapis-lapis.
Di salah satu sisi dari panggung tersebut di buat panggung dua tingkat yang lebih kecil dan lebih tinggi dengan tigapuluh anak tangga dari panggung utama. Di kelilingi oleh dua penjaga berpakaian ungu dengan pedang di tangan. Di tingkat atas panggung tersebut tampak lima kursi agung yang di duduki oleh lima orang, salah satu di antaranya adalah sang Beng-cu Tee Sun Lai sendiri dan Jit-goat Mo-ong. Yang satu lagi adalah seorang kakek yang berwajah aneh seperti orang mabuk, dia adalah Bu-tek Sian-cu (Bayangan Dewa Tanpa Tanding), yaitu seorang tokoh kosen dari pegunungan Himalaya yang tidak pernah muncul dari dunia kang-ouw. Di samping itu ada juga dua Lama berjubah merah. Tak salah lagi merekalah Lama Jubah merah yang mengepalai Thian-te-san-pai yang berjuluk Thian-yang Lama dan Tee-im Lama (Lama Agung Langit & Lama Agung Bumi).
Di tingkat ke dua tampak berdiri delapan belas orang berjubah dan berkerudung ungu. Hanya terlihat sinar mata mereka saja yang tajam, tanda mereka adalah orang-orang pilihan.
Saat semua orang sudah berkumpul semua, genderang di bunyikan dengan suara bertalu-talu. Tee Sun Lai segera berdiri dengan gagahnya dibalik jubah hitamnya yang di gambar dengan gambar naga dari benang emas. Suaranya menggema di segenap penjuru.
“Cu-wi sekalian, sebagai bengcu dunia persilatan, aku sengaja mengundang kalian untuk mengumumkan dan juga merayakan suatu peristiwa yang baru dalam dunia persilatan…” Dia berhenti sejenak sambil tersenyum menyeringai, kemudian melanjutkan: “…mulai saat ini tidak ada lagi perbedaan golongan Hitam-dan putih. Satu-satunya peraturan yang boleh berlaku ialah yang terkuatlah yang menjadi raja. Mulai saat ini Semua perguruan-perguruan silat yang ada harus memberikan upeti berupa emas sebanyak seratus tail setiap tahun dan lima orang gadis cantik setiap bulannya. Bilamana ada yang melanggar ketentuan ini, maka setiap orang di berikan hadiah dua kali lipat upeti tiap tahun untuk menghancurkan dan membawa kepala-kepala para pelanggar tersebut….apakah Jelas?...” Terdengar seruan dan sorakkan kegembiraan di sana-sini ketika pengumuman ini di sampaikan.
“Omitohud, maafkan pinto, tapi ucapan sicu selaku bengcu sama sekali tidak mencerminkan tanggung jawab yang harus di lakukan oleh bengcu yang sesungguhnya…secara pribadi sangat sukar bagi pinto menerimanya dengan akal sehat…?” Seorang tiba-tiba menyahut tak kalah kerasnya, yaitu Bhok-Keng hwesio yang merupakan sute ketiga dari Ciangbunjin Siauw Lim pai.
Belum habis suaranya tiba-tiba berkelebat bayangan pedang yang cepat sekali dari atas yang menghantam ke arah Bhok-Keng hwesio. Bhok-Keng hwesio bukanlah seorang ahli silat pasaran, namun melihat datangnya serangan pedang yang sangat cepat itu, sama sekali dia tidak sempat bergerak sedikitmun. Bahkan suhengnya Bhok-Tong-Hwesio yang dating berdiri tak jauh darinyapun tak mampu berbuat banyak.
“Ziiiiinngg… Clepp, Dhuarr..!” Terdengar suara ledakan yang keras ketika tenaga dalam dari pedang Tee-Mo-Kiam menghantam Bhok-Keng hwesio dan menghancurkan kepalanya.
“Hemmmm…itulah akibatnya kalau berani melawan perintahku…sekarang siapa lagi yang berani membangkang dan sudah bosan hidup, haa?” Bentak Tee Sun Lai dengan marah.
Semua terdiam tanpa banyak kata-kata dan menjatuhkan diri berlutut di hadapannya. Hal ini di sambut dengan tertawa yang berkepanjangan dari Tee Sun Lai ini di ikuti oleh keempat orang yang ada di atas kursi agung.
“Lihatlah, bukankah kerjasama kita sangat menguntungkan. Sekarang tidak ada lagi yang dapat melawan kita, kekuatan kaum putih sudah kehilangan sengatannya. Langkah selanjutnya, kita akan menggulingkan kaisar Kuan Zong dan mendirikan kerajaan baru dengan kaisar sejati yang baru, bagaimana menurut pendapat kalian? Dengan pongahnya Tee Sun Lai berkata kepada keempat orang yang duduk di panggung agung. Masing-masing mreka hanya mengangguk-angguk sambil tertawa dengan wajah dansenyum licik yang menyimpan berbagai rencana dan strategi.
Sementara mereka tertawa-tawa, mata mereka mulai tertuju kearah kumpulan para jagoan dari golongan putih yang terkumpul di sudut utara, tatapan mereka penuh nada mengancam dan garang. Entah bagaimana, tanpa di komando, mereka mencabut senjata masing-masing. Mereka tahu, nilah pertempuran matihidup mereka, tapi mereka tidak mau menyerah bgitu saja.
Saat-saat yang sangat kritis seperti ini, semua perhatian mulai tertuju pada orang-orang ini. Mereka mulai bergerak mendesak tiba-tiba salah satu dari 12 orang di atas panggung tingkat ke dua, melesat ke arah Tee Sun Lai dan bersujut:
“Maaf yang mulia bengcu, ijinkan kami ke 12 ksatria iblis membasmi mereka?”
“Hahahahahaha…permintaan di kabulkan, tapi kalau mereka tidak mampus dalam 20 hitungan, maka kepala kalian yang akan terpisah mengerti???...SATU…” Mendengar hal ini sontak ke 12 bayangan bergerak dengan cepat menuju kea rah para tokoh-tokoh golongan putih yang berjumlah 200-an orang itu.
Tampaknya inilah akhir dari kejayaan dan juga pertanda maut bagi para tokoh-tokoh golongan putih ini. Namun, Thian tidak buta. Hampir sama cepat dari lesatan ke-duabelas iblis itu, bahkan jauh lebih cepat lagi, tiba-tib…
“BERHENTI!...BHUUUUUUMMMMNN….!” Terdengar bentakan menggelegar di ikuti suara ledakan yang keras tepat memisah di antara para tokoh golongan putih ini dengan keduabelas iblis yang sedang melesat memburu dengan waktu untuk melakukan pembantaian tersebut. Hasilnya sangat dahsyat.
Getaran energi yang amat kuat itu membuat panggung yang besar itu amblas di bagian tengahnya dan menimbulkan kepulan asap, sedangkan membuat keduabelas iblis itu terpental mundur.
“Iiiihhhhh, …itu ILMU SERIBU IBLIS PEMUSNAH???” Suara kekagetan ini keluar dari mulut Jit-goat Mo-ong yang sudah melesat turun dari atas panggung dan berdiri di samping Tee Sun Lai dengan muka merah.
“Han Sian…?” Seru Tee Sun Lai juga tak kalah kagetnya oleh perbawa tenaga yang amat dan dahsyat tersebut.